BAB - DUA

1923 Words
Diam. Tubuh gadis berandal itu bergetar hanya dengan tatapan buas Sora. Tangan Sora masih mencengkeram belati itu. Darah segar mengalir di tangannya, yang langsung dia jatuhkan dari hadapannya. Keadaan berbalik, seperti dirasuki sesuatu, Sora bahkan menjilat darahnya lalu memberikan jarak pada gadis berandalan yang berdiri kaku di tempatnya.   “Ka..kau –“ ucapnya bergetar.   Suara sirene polisi menghilangkan efek hipnotis dari tatapan buas Sora. Para gadis berandalan itu pergi begitu saja tanpa melihat ke belakang. Dari kejauhan, pemimpin para gadis itu masih tampak terkejut dengan memijat lututnya karena lemah.   Sora tersadar. Ia melihat darah dan pisau di tangannya. Mencoba menstabilkan diri lalu bergerak mendekati Yoona yang juga terlihat begitu terkejut dengan apa yang telah Sora lakukan itu. Yoona memilih menepis tangan Sora saat hendak membantunya berdiri.   "Siapa kau? Kau bukan saudara perempuanku! Jangan ikut campur dengan urusanku!"   Sora menundukkan kepalanya sambil mengambil napas dalam-dalam. Memperhatikan tangannya yang berlumuran darah. Dua tahun telah berlalu dan Yoona masih menganggapnya sebagai orang asing. Memang, semua itu adalah kebenaran. Sora tidak bisa berharap banyak bahwa Yoona akan cepat menerimanya. Karena pada kenyataannya, dia memang orang asing yang terpaksa menjadi saudaranya.   "Yoona --"   "Berhentilah mengkhawatirkanku! Selamanya kau adalah orang asing!"   Yona berlari sambil terus mengumpat atas kesialannya hari ini. Entah dia sial karena gagal menjadi bagian dari geng kecil lagi, atau sial karena dia memiliki saudara tiri misterius seperti Sora. Gadis itu membenci semua yang terjadi pada hidupnya itu. Tak tentu arah, Yoona berlari meninggalkan Sora yang hanya bisa diam tak bergeming di tempatnya.    Sora mendesis pelan lalu mengutip beberapa buku yang ditinggalkan Yoona. Dia melihat luka di tangannya dan bergumam pelan ketika luka itu tidak bisa dirasakan. Tidak sakit atau terasa perih. Tubuhnya mati rasa seperti memar dan luka yang ada hampir di sekujur punggung dan perutnya.   Beberapa hari yang lalu, dia juga memeriksakan hal ini dengan bibinya. Dan penjelasan dokter menguatkannya bahwa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya.   KILAS BALIK   "Sora mengalami Congenital Analgesia. Itu adalah ketidakmampuan untuk merasakan sakit fisik."   Bibi Kim dan Sora saling menatap bingung. Meskipun terlihat tidak berbahaya, ada sedikit kekhawatiran di wajah bibinya - ibu kandung Yoona yang telah menerima Sora selama ini di rumahnya.   "Apakah itu sangat berbahaya?"   Dokter memberikan obat sambil mengangguk perlahan ke arah Sora yang duduk diam memperhatikan tubuhnya sendiri. Dengan diagnosis dan beberapa orang lain yang juga mengalami hal yang sama, dokter memberikan penanganan  terbaik untuk Sora dengan cara medis maupun mental. Sora disarankan untuk konsultasi juga kepada psikiater.   "Tidak, tapi dalam keadaan serius, mungkin menyakitkan bagi dia yang tidak merasakan apa-apa. Dilihat dari luka-lukanya, dia sepertinya telah dianiaya di masa lalu yang membuatnya lupa akan ingatannya."   Bibi Kim menarik napas dalam-dalam sambil mengusap puncak kepala Sora, memberikan ketenangan di  wajah Sora yang sedikit bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.   “Yah, dia memang gadis yang malang. Ketika  pertama kali menemukannya di sungai dua tahun lalu, luka-lukanya membuatku bergidik ngeri. Bagaimana mungkin seorang gadis muda seperti dia memiliki begitu banyak luka di tubuhnya."   "Apa nyonya tidak mencoba menghubungi polisi tentang ini?" tanya dokter yang kemudian berdiri untuk mengantar Sora dan Bibi Kim keluar ruangan. Bibi Kim sepertinya memikirkan hal ini secara mendalam. Bukannya dia tidak mencoba melapor ke polisi, tapi dia meragukannya.   "Aku khawatir itu akan membuatnya kembali dalam masalah. Mungkin orang-orang yang melukainnya itu sedang mencari keberadaannya."   "Itu tidak bisa dibenarkan. Jika terjadi apa-apa, polisi akan melindunginya. Tapi karena kesehatan mentalnya belum kembali, mungkin lain kali coba laporkan ini pada penegak hukum," tukas dokter yang meminta bibi Kim membuat rencana untuk melaporkan kejadian ini ke polisi.   Meskipun dalam hatinya, bibi Kim sebenarnya berat hati untuk melakukan hal itu.   Dia sudah menganggap Sora seperti anak kandungnya. Pertama kali melihatnya, Bibi Kim yakin dia anak yang baik. Hanya saja mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari seseorang. Sangat kontras dengan anaknya yang mendapat banyak kasih sayang, tetapi berperilaku seperti tidak pernah mendapatkan perhatian.   KILAS BALIK SELESAI   Sora beranjak menuju taman yang tak jauh dari tempatnya berada. Agar tak membuat bibinya itu khawatir dengan luka yang ia dapatkan, Sora menuju wastafel umum yang biasanya terdapat air bersih yang mengalir di sana. Darah terus saja keluar dari tangan Sora itu. Ia baru menyadari bahwa hal ini semakin memburuk jika ia tak menanganinya ke dokter. Sora baru saja akan beranjak namun langkahnya terhenti saat seseorang secara tiba-tiba muncul di hadapannya.   Dengan wajah khawatir, seorang pemuda mengambil perlengkapan penanganan luka yang tak sengaha ia bawa. Membalut tangan Sora setelah sebelumnya diberikan antiseptic olehnya. Dengan teliti pemuda tersebut menangani luka Sora itu. Tanpa bisa melakukan perlawanan, Sora pasrah saat lukanya ditangani dan pemuda itu bersiap untuk memarahinya.   “Kau – apalagi sekarang? Terjatuh? Mengutip kaca? Kenapa selalu saja ada luka di tubuhmu?”   Sora tersenyum geli melihat pemuda yang ia panggil Yian itu mengomelinya dengan satu tarikan napas, “Kau sudah mirip seperti bibi Kim.”   Yian menghela napas lagi sambil menggeleng tak percaya bahwa Sora baik-baik saja setelah mendapat luka yang cukup besar di telapak tangannya itu.   “Kau baik-baik saja?” tampak Yian masih khawatir.   Sora mengangguk berulang kali sambil memperhatikan hasil balutan Yian yang rapi itu.   “Terima kasih. Untung ada kau –“   “Mau bagaimanapun, sampai di rumah kau pasti akan tetap mendapatkan omelan panjang dari bibi Kim.”   “Kau benar. Bagaimana ini?” tukas Sora pura-pura khawatir. Ekspresi Sora yang menggemaskan itu membuat Yian tersipu. Pemuda itu lantas mengapit kepala Sora dengan lengannya. Gemas, Yian juga bahkan mengacak-acak puncak kepala gadis itu.   Sora jelas berontak meminta untuk dilepaskan. Namun pemuda yang memiliki sabuk hitam di bela diri taekwondo itu tak memberikan peluang pada Sora untuk melarikan diri darinya. Yian terus mengapit Sora sepanjang perjalanan mereka pulang ke rumah.   “Lepaskan aku Yian!”   “Tidak mau! Sebelum kau mengatakan apa yang terjadi padamu hari ini,” ancam Yian yang masih saja mengacak rambut Sora sepanjang perjalanan.   “Aku tidak bisa bernapas!”   Yian tiba-tiba menjadi khawatir. Ia melepaskan rangkulannya sambil memeriksa keadaan Sora. Dan perhatian Yian kembali pada luka di tangan mungil Sora itu.   “Apa yang terjadi?”   Sora memandangi bekas lukanya lagi. Sambil meremat tangannya yang terluka, Sora berusaha untuk merasakan sakit. Namun tetap saja ia tak merasakan itu.   “Apa kau mengalami dejavu lagi?” terka Yian yang langsung membuat Sora berhenti melangkah.   Gadis itu kembali ke kejadian beberapa waktu yang lalu. Dan ia benar-benar merasa menikmati saat menakut-nakuti para gadis berandal itu. Entah mungkin dia pernah melakukannya di masa lalu, yang jelas hal itu cukup membebani Sora yang ingin hidup sebagai gadis normal seperti yang lainnya.   Sora mengangguk dengan mantap. Yian segera menyamakan langkahnya dengan gadis itu.   “Pasti berat untukmu,” tukas Yian khawatir.   “Aku baik-baik saja, pria jangkung,” tukas Sora yang langsung mendapatkan senyuman yang menawan dari seorang siswa tampan bernama Nam Yian itu.   “Aku tidak jangkung, kau saja yang terlalu pendek,” balas Yian tak mau kalah. Sora tampak tak peduli dan ia malah memperhatikan kotak yang sahabatnya bawa itu.   “Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa membawa P3K?”   Yian menepuk kepalanya karena baru teringat akan sesuatu.   “Astaga! Ini untuk ayah!”   Sora menggelengkan kepalanya karena terkesan dengan sifat pelupa Yian itu. Meski mereka baru saling kenal dua tahun terakhir ini, keakraban mereka sudah cukup membuat beberapa orang menilai mereka memiliki hubungan lebih dari sekedar bersahabat.   Yian sebenarnya tak keberatan dengan kabar angin tersebut, namun tidak dengan Sora yang masih saja belum peka dengan apa yang terjadi diantara persahabatan mereka itu. “Aku harus bawa ini pulang. Ayo! Kita pulang!” ajak Yian dengan paksa. Padahal Sora tidak harus ikut berlari untuk sampai ke rumah.   “Kenapa aku –“   “Ayo pulang,” paksa Yian lagi yang kini dituruti oleh Sora dengan senang hati.   #   Pintu kamar Yoona tertutup rapat. Sora ragu-ragu untuk mengetuknya, meskipun itu juga adalah kamarnya. Yoona tiba-tiba datang dari belakang dan langsung menepis tubuh Sora yang berdiri kaku di depan pintu. Yoona meliriknya dengan kesal sebelum akhirnya masuk ke kamar, disertai dengan bantingan pintu yang keras. Tidak ada jalan lain. Sora pun memberanikan diri masuk untuk mengambil bajunya sebelum bergegas ke kamar mandi yang letaknya ada di lantai bawah.   "Apakah kamu terluka?" tanya Sora, mencoba menghilangkan kesunyian di ruangan serba merah muda itu.   Semuanya adalah pernak-pernik Yoona yang ditata dengan sangat rapi. Sangat girly, tidak seperti penampilan Sora yang lebih menyukai warna hitam dan abu-abu. Sejak kehadirannya, Yoona sangat terganggu karena satu-satunya tempat privasinya harus dibagi, terutama dengan orang asing yang menjadi saudara angkatnya dua tahun lalu.   KILAS BALIK DUA TAHUN LALU   "Mulai sekarang, kamu tinggal bersamaku. Apa kau mau?" tanya bibi Kim pada  Sora yang baru terbangun dari istirahat panjangnya setelah dia ditemukan di sungai  waktu itu.   Mendengar apa yang dikatakan ibunya, Yoona marah. Dia langsung tidak setuju dengan gagasan itu.   “Hidup kita sudah sulit, Bu. Apakah ibu punya banyak uang untuk menampung orang lain bersama kita?”   “Yoona! Jaga ucapanmu!"   Yoona pergi begitu saja ketika ibunya lebih memilih untuk teguh pada pendiriannya. Dan hari-hari Sora di rumah itu telah banyak mengubah kehidupannya. Meskipun Yoona mencoba menyakitinya atau menekannya, Sora tetap tidak pernah mencoba untuk melawan. Dia menerima semua kebencian Yoona untuknya. Terlebih lagi, Sora tahu apa yang Bibi Kim khawatirkan selama ini.   "Dari kecil... Yoona tidak pernah kekurangan perhatian. Aku membesarkannya sendiri. Aku terlalu memanjakannya. Hingga ia menjadi seperti sekarang. Aku tidak mengerti, mengapa Yoona berubah," kata Bibi Kim yang sedang mengenang dirinya yang kini kesulitan mengendalikan anak semata wayangnya itu.   Gadis itu merasa dirinya jelek dan lusuh. Para siswa di sekolahnya bahkan memanggilnya bebek jelek. Seringkali ketika pulang dari sekolah,Yoona sering marah dan tak terkendeli. Entah apa yang terjadi namun bibi Kim tak bisa menemukan penyebabnya.   “Untuk itu… bibi ingin kau menjadi adiknya. Menjadi kakak perempuan baginya. Apa kau mau Sora?”   Dengan mantap Sora menyanggupi permintaan ibu angkatnya itu. Karena itu hingga sekarang Sora mencoba untuk melindungi Yoona dari kejauhan.   KILAS BALIK SELESAI     "Menurutmu? Aku sudah memberitahumu. Jangan ikut campur urusanku!" bentak Yoona lagi.   Yoona terdiam lagi. Ia memilih duduk di meja belajar sambil berpura-pura sibuk dengan buku pelajarannya.   Sora mencoba tersenyum setelah belajar melakukannya dua tahun lalu. Entah kenapa dia sudah dianggap aneh sejak pertama kali datang ke rumah ini. Bibi Kim lah yang mengajarinya banyak hal. Termasuk tersenyum, marah, dan bahkan menangis.     “Kenapa kau selalu murung? Tersenyumlah sedikit,” tanya Bibi Kim saat melihat Sora menangkap ikan untuk pertama kalinya. Padahal itu kali pertama Sora mendapatkan ikan yang banyak daripada pemancing lainnya.  Tapi tetap saja, tak ada raut kebanggaan dari Sora saat itu.   Saat pertama kali melihatnya, bibi Kim pun takut menegur gadis itu.   "Aku tidak murung, Bi."   "Lalu? coba lengkungkan bibirmu ke atas."   Sora belajar melakukannya. Menarik bibirnya sedikit simetris. Namun, apa yang terjadi tampak seperti seringai. Bibi Kim menertawakannya.   "Kamu imut, tapi sayang sekali tidak pandai tersenyum."   "Maafkan aku -" ujar Sora menyesal.   Sora ingat memulai hidupnya dari awal lagi. Dan dua tahun telah berlalu. Hari-harinya kini lebih banyak berwarna.  Namun, ingatannya yang tidak kembali sedikit membebaninya. Dia masih penasaran dengan sisi dirinya yang hilang.     "Maaf - aku tidak sengaja melihatmu di gang. Dan aku spontan menendangnya setelah melihatmu diperlakukan seperti itu."   Sora mencoba mendekati bahu gadis itu, tapi lagi-lagi dia takut melakukannya dan memilih untuk berbalik setelah tak mendengar respon apapun dari Yoona.   "Kau jaga saja dirimu sendiri. Kau juga sudah cukup banyak mengalami hal buruk. Jangan berurusan dengan mereka, dan aku yakin mereka telah menunjukmu sebagai target,” ucap Yoona yang kembali ke aktivitas menulisnya. Sora berbalik dan melihat kembali ke punggung Yoona itu.   "Terima kasih. Ini pertama kalinya kau mengkhawatirkanku."   Kali ini Sora tersenyum tulus sambil melangkah keluar dari ruangan.   . . BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD