Mata hitamnya terbuka, langsung menyorot tajam kearah satu sosok yang baru saja memasuki ruangannya. Menampakkan satu pengawal pribadi yang sudah lama bekerja padanya.
Satu desahan lolos di bibirnya tatkala sosok yang di tunggunya akhirnya memunculkan diri.
"Apa yang kau dapatkan?" Satu pertanyaan lolos dari bibirnya, tak kuasa menahan penasaran yang bertumpang-tindih dengan perasaan yang lain. Dan yang paling mendominasi adalah perasan tentang betapa ingin dia menemui gadis itu dan mulai merengkuhnya dalam dekap hangat. Sungguh keinginan itu membuat dia hilang akal, tapi pertahanan diri tentang apa alasan yang paling tepat hingga ayah gadis itu ada di tempat ini membuat dia tak bisa bertindak gegabah. Semua harus dia perhitungkan dengan akal sehat, bukan terburu-buru seperti keinginannya.
"Sudah lima tahun mereka ada di negara ini. Ada sesuatu yang di sembunyikan Hendra, dan saya tidak bisa menggali lebih jauh. Ada yang menutup semua alasannya." Jelas Jack pada bos mudanya.
"Apa Hendra?"
"Saya rasa bukan, Hendra tak seberpengaruh itu untuk urusan seperti ini."
Lucas menjalin jemarinya di atas meja, bertumpu pada sikunya dan mulai mencari siapapun yang telah berhubungan dengan gadis yang terlihat cantik di usia yang semakin matang tersebut. Lucas tidak menemukan satupun, dan dia cukup kesal dengan keadaan lemahnya ini.
"Aku akan mencari tahu sendiri, cari Hendra dan katakan kalau aku ingin bertemu dengannya." Ucapnya dan langsung meraih jasnya, berlalu dari ruangannya.
Matanya menangkap jam dinding yang ada di atas pintu, menyunggingkan sedikit senyum saat jam menunjukan waktu untuk pulang anak sekolah. Saatnya meraih gadis yang selama ini telah jauh darinya.
***
Dea meraih dadanya, merasakan detakannya yang terus memukul rongga dadanya. Rasanya benar-benar sakit, kenyataan kalau keluargamu tidak menerimamu sungguh membuat Dea ingin menghilang rasanya.
Dea bahkan melewati jam pelajaran dengan lebih banyak mengkhayalkan tentang kakaknya dan juga ibunya. Mereka benar-benar kompak dalam membenci dirinya.
Dea mendesahkan nafas dengan gusar, mulai mengangkat wajah dan langsung menemukan satu sosok tubuh yang hampir membuat Dea berteriak andai saja tangannya tak lebih dulu menutup mulutnya.
Dea mundur beberapa langkah, demi bisa menjaga jarak dari satu sosok yang kembali menipiskan jarak. Rasanya sudah cukup dengan masalah Ibunya dan Dera, tak perlu lagi di tambah dengan pertemuan orang asing.
"Apa yang mengganggumu?" Pria itu bertanya, nadanya tidak suka membuat Dea semakin heran saja. "Apa Andreas melakukan hal bodoh lagi padamu?" Lagi pertanyaan lolos dari bibir pria itu membuat Dea semakin yakin kalau pria ini salah mengenali orang lain.
Oke, mungkin laki-laki ini memang hebat karena dia tahu tentang musuh Dea yang satu itu. Tapi lebih dari itu Dea tidak bisa menemukan alasan yang cukup pas untuk membuat kehadiran pria ini beralasan.
"Si..siapa kau?" Dea bertanya gusar, menatap seluruh area yang ternyata di laluinya. Sepi. Gadis itu kembali melangkah mundur, mencoba untuk berbalik dan berlari.
Tapi teriakannya langsung melengking saat di rasanya tangannya berhasil di raih si pria misterius. Membuat Dea kembali berbalik, dan berhadapan dengan mata sekelam malam milik lelaki yang sekarang berdecak kesal.
"Kau menyakiti gendang telingaku, perempuan." Protes Lucas dengan sebal. Menatap Dea yang mulai menggigit bibirnya dengan gusar, gadis di depannya benar-benar menggoda dengan caranya.
"Aku bertanya.. kau.. siapa?" Memberanikan diri Dea kembali menyuarakan pertanyaan yang sama. Entah kenapa, sikap sebal Lucas membuat Dea cukup tertarik.
Pria di depannya mengingatkan Dea akan seseorang, seseorang yang cukup menyebalkan.
Lucas mengangkat alisnya, menatap Dea dengan sedikit keangkuhan yang tidak pernah bisa hilang di wajahnya. "Aku Lucas Abigail, kakak Andreas Abigail," jelas Lucas. Entah kenapa laki-laki itu merasa harus memberitahu gadis di depannya, sedikit melenceng dari gayanya.
Jika saja Dea memang memiliki sesuatu di rongga mulutnya sudah pasti dia akan tersedak sekarang juga. Kakak Andreas Abigail? Sudah cukup dengan sifat menyebalkan Andreas padanya, tidak perlu lagi di tambah dengan kehadiran kakaknya. Yang terlihat dewasa, cukup dewasa menurut Dea.
"Kau mendengarkan?" Lucas bertanya, melihat gadis di depannya hanya diam dengan tatapan meyakinkan diri. Apa memang dia tidak mirip dengan Andre? Karena gadis di depannya terlihat tak cukup percaya. Mungkin percaya, tapi hanya sedikit.
"Ah.. ya." Dea mengerjap. Menemukan kembali orientasinya yang sempat hilang dalam sesaat. "Ya, kau kakak Andre." Jawab Dea lebih terlihat meyakinkan diri.
Lucas mengulas senyum, sedikit senang karena gadis ini tidak menunjukan tanda-tanda penolakan akan kehadirannya. Ada aura gelap yang di bawa Lucas jika sudah menyangkut Dea, tapi Lucas cukup menahan diri untuk tidak membuat gadisnya takut.
"Tunggu dulu," Dea menyela senyum milik putra sulung keluarga Abigail tersebut. "Untuk apa kakak Andreas ada di sini, di depanku?" Tanyanya dengan nada bingung yang tidak di buat, dan sial bagi Lucas karena tidak memiliki alasan yang cukup tepat untuk apa kehadirannya ada di sini.
Berpikir Lucas! Lucas memperingatkan diri.
Dea masih menatap laki-laki di depannya dengan kerutan samar. Menatap Lucas untuk waktu yang cukup lama membuat Dea yakin kalau laki-laki itu memang tidak mengarang cerita, jelas ada kemiripan yang sangat jelas antara laki-laki itu dan Andreas yang menyebalkan. Apalagi mata hitam itu menyorot dengan sama tajamnya.
Untuk pertama kalinya Lucas kehilangan kata. Tak mampu lagi melanjutkan drama menjadi laki-laki baik di depan Dea. Apalagi saat kebingungan gadis itu memenuhi benaknya. Dia tidak bisa lagi lebih jauh untuk tidak merengkuh Dea. Persetan dengan apapun, Lucas hanya ingin merasakan rasa gadis yang telah lama menghilang dari hidupnya.
Dengan cepat Lucas meraih Dea, menghilangkan jarak di antara mereka dan melumat bibir yang nampak terbuka dengan tampang terkejut tersebut. Bibir Dea yang terbuka membuat Lucas memiliki akses penuh untuk memasukan lidahnya dan mulai menghitung deretan gigi gadis yang masih tercengang akan perlakuan yang di berikan Lucas.
Entah sadar atau tidak Dea malah meraih kemeja Lucas, merenggut baju itu seolah hal itu adalah pegangan untuk Dea. Dan melihat respon tak berarti yang di berikan Dea, Lucas cukup yakin kalau gadisnya mengenalinya. Mungkin tubuhnya mengenali dirinya.
Setelah ciuman sepihak yang terjadi cukup lama tersebut, Lucas melepaskan Dea. Mencoba tidak melepaskan pegangannya dari Dea, karena gadis itu terlihat akan jatuh jika dia tak memiliki pegangan.
Mata Dea mengerjap, menemukan mata hitam Lucas seolah menatapnya dengan cara yang berbeda. Dan yang terakhir di ingat Dea adalah tamparan yang dia daratkan di pipi mulus pria itu. Hanya itu dan Dea harap bisa melupakan semuanya.
Kini lelaki itu menatap Dea dengan tidak terima. Dan apa yang dikatakan Lucas sungguh berada di luar kendalinya. “Kau datang padaku, atau kuhancurkan keluargamu.”
***