Setelah melakukan rangkaian tata cara penyelamatan saat terjadi keadaan darurat di pesawat, Chayra kembali ke posisinya. Pekerjaan berikutnya yang harus ia lakukan adalah memeriksa makanan yang akan di hidangkan untuk penumpang.
Untuk yang satu ini, mereka hanya menghidangkan cemilan karena penerbangan Jakarta ke Makassar hanya beberapa jam saja. Berbeda jika itu perjalanan panjang dan memakan waktu berjam-jam. Terkadang, mereka menghidangkan makanan lengkap. Sarapan, makan siang dan makan malam serta mereka bisa memberikan cemilan.
Chayra telah selesai memeriksa makanan dan merasa semuanya telah aman. Ia melanjutkan dengan membawa beberapa piring cemilan masuk ke kelas bisnis. Chayra betanya kepada penumpang, mereka dengan senang hati menerima cemilan yang dibawa oleh Chayra.
Chayra mendorong troli mendekat ke arah Abimanyu, pria itu terlihat sangat tegang. Sangat jelas jika pria itu bernapas dengan tidak normal, apa pria itu pertama kali naik pesawat? Tapi, Chayra dengan cepat menghilangkan keraguannya, ia berjalan percaya diri menuju kursi pria itu.
“Permisi, Pak. Mau cemilan?” tanya Chayra ramah.
Abimanyu membuka matanya, lalu mengatakan tidak dan tersenyum lalu kembali menutup matanya dan menyadarkan punggungnya di kursi. Chayra berlalu dengan pikiran berkecamuk, pengalamannya bekerja bertahun-tahun di penerbangan tidak akan meleset, pria itu pucat dan sangat terlihat gugup.
Chayra terus memperhatikan pria itu dari jauh. Berjaga-jaga jika pria itu membutuhkan sesuatu. Chayra menghela napas lega ketika beberapa jam kemudian mereka berhasil mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.
Para pramugari sudah bersiap untuk membantu penumpang turun. Proses ini harus dilakukan dengan tidak terburu-buru. Chayra sudah berhenti memperhatikan pria itu, ia sibuk bekerja. Bakan ia tidak sadar jika pria itu sudah hilang dari tempat duduknya, berarti pria itu sudah turun dengan aman.
Chayra kebagian menyisir pesawat, berjaga-jaga jika ada barang ataupun penumpang yang tidak turun. Itu biasa terjadi karena penumpang ketiduran dan tidak ada yang membangunkannya. Walaupun jarang, para pramugari harus tetap memeriksa.
Setelah selesai mengecek seluruh bagian pesawat dan tidak menemukan apapun, para pramugari turun dari pesawat bersama dengan Pilot dan co-pilot. Mereka berjalan berdampingan melewati bandara dan menarik perhatian banyak orang.
…
Abimanyu tiba di rumahnya, setengah jam kemudian. Ia memakai aplikasi online dan memesan Go-car untuk mengantarnya ke rumah. Beruntung, sopirnya mengetahui jalan tikus sehingga mereka tidak perlu melewati jalan utama yang sangat macet.
“Assalamualaikum,” Abimanyu mengetuk pintu.
Terdengar sayup-sayup suara dari dalam rumah, “Waalaikumsalam,” jawab Atiqah membuka pintu.
“Apa itu makanan pesanan Aisyah?” tanya Atiqah.
Abimanyu mengangguk dan memberikan kotak itu kepada Ibunya. Ia masuk ke dalam rumah setelah melepaskan sepatu dan juga kaos kaki. Abimanyu berjalan ke arah kamarnya yang terletak di lantai dua.
Walaupun sudah punya rumah sendiri, ia masih menyimpan semua barang di kamarnya. Kamar itu tidak pernah berubah, walaupun ia sudah pindah ke Jakarta. Abimanyu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Abimanyu memejamkan matanya, berusaha meredakan rasa pusing yang ia rasakan. Perjalanan pesawat sungguh menguras tenaganya. Walaupun Abimanyu sudah bisa menaikinya, ia tetap saja merasa gelisah dan ketakutan. Terbayang kematian istrinya di dalam pesawat membuatnya tidak pernah tenang ketika mengudara.
Abimanyu bangun ketika mendengar suara dentingan sendok dan piring. Ia berganti baju dengan baju kaos lalu masuk ke dapur. Di dapur, terlihat adiknya yang sedang makan dengan lahap, di temani oleh Ibunya yang menatapnya penuh perhatian.
“Enak?” tanya Abimanyu.
Aisyah mengangguk dan bergumam aneh untuk menjawab pertanyaannya. Ia menelan makanan itu dengan cepat untuk berbicara kepada Abimanyu. “Ini enak sekali kak, beli dimana?”
“Di restoran teman kakak di Jakarta,” jawab Abimanyu. “…kenapa kamu bisa mau makan ini, dek? Bukannya belum pernah makan, ya?”
“Iya. Tadi pagi, aku lihat fotonya di i********: kak…tiba-tiba pengen banget entah kenapa.” Jawab Aisyah lalu kembali menyuap makanan.
Abimanyu tersenyum kecil, penatnya hilang ketika melihat Aisyah makan dengan lahap. Kalau perlu ia akan kembali dan membawa makanan yang sama untuk adiknya.
“Suami kamu mana, dek?” tanya Abimanyu.
Aisyah menjawab setelah menghabiskan makanan di piringnya, “Di rumah kak, masih tidur kayaknya. Baru pulang habis subuh sama Ayah,” jawb Aisyah.
Abimanyu menggelengkan kepalanya pelan, “Bisa-bisanya kamu kerjain Ayah sama suami kamu cari buah itu tengah malam, dek.”
“Ih, kakak. Aku ngak tahu, tiba-tiba pas bangun pengen makan itu, udah lama juga kan. Mungkin sudah bertahun-tahun yang lalu pas masih kecil.” Aisyah menjelaskan.
“Buahnya dapat?” tanya Abimanyu menatap Atiqah dan Aisyah.
Atiqah mengangguk, “Iya dapat. Itupun pas subuh, di dekat masjid. Sekarang pohon itu hanya ada di desa-desa yang cukup jauh dari perkotaan. Di sini, mana ada yang tanam,”
Pohon kersen atau pohon ceri Pohon ini mudah tumbuh, sehingga bisa ditemukan di mana-mana. Di tepi jalan, di pinggiran selokan, di lapangan, di halaman rumah, bahkan pohon ini bisa tumbuh di sela-sela dinding yang terbuka.
Pohon kersen adalah pohon perdu yang tingginya hanya 3 – 6 meter. Pohon ini bercabang banyak. Cabangnya tumbuh secara mendatar sehingga pohon ini memiliki kanopi yang lebar. Karenanya pohon kersen sangat nyaman digunakan sebagai tempat berteduh. Pohon kersen memiliki buah yang tampak seperti ceri walaupun lebih kecil, walaupun begitu buahnya memiliki banyak manfaat seperti anti-kanker, mengobati asam perut dan sebagai obat untuk asam urat.
Abimanyu tidak tinggal lama, ia sudah memesan tiket pulang dan berangkat pada malam hari. Sehingga ia tidak bermalam, walaupun butuh perjalan bolak-balik di dalam satu hari, ia senang karena bisa menyenangkan adiknya.
“Hati-hati di jalan, Kak.”
Abimayu mengangguk, ia lalu melambaikan tangan kepada kedua orangtua serta Aisyah dan suaminya. Abimanyu sudah berada di jalan raya untuk pergi ke Bandara.
…
Chayra berjalan tegap di bandara, ia bersama empat rekannya yang lain. Ia memakai baju berwarna biru tua yang menampilkan lekuk tubuhnya. Chayra menggiring sebuah koper dan tas jinjing.
Salah satu hal yang sangat disukai oleh pramugari adalah saat berjalan di tengah keramaian bandara. Apapun kesibukan calon penumpang, mereka akan selalu melihat pramugari saat mereka melintas.
Faktor yang membuat mereka diperhatikan karena memiliki wajah yang rupawan, tubuh tinggi dan pekerjaan mereka yang dimimpikan oleh banyak orang. Chayra hanya tersenyum kecil, terkadang ia akan mengangguk kepada anak-anak yang melambai kepada mereka.
“Ara!”
Chayra berhenti berjalan, ia melihat sekeliling ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menemukan sosok pria dengan baju kaos dan celana pendek sedang melambaikan tangan kepadanya.
Chayra menepuk keningnya pelan lalu berjalan menemui pria itu dengan setengah hati. Ia menghela napas pelan, jika diperhatikan penampilannya saat ini sangat kontrak dengan penampilan pria yang melambai kepadanya.
“Aduh, dari tadi dipanggil kenapa baru nengok!” ucap Rafqi.
Pria itu memberikan sebuah goodie bag yang langsung di ambil Chayra. Gadis itu melihat penampilan Rafqi lagi-lagi meghela napas panjang.
“Kak! Bisa nggak, kalau mau ke bandara atau keluar dari rumah, jangan pakai baju kayak gini! Pake baju yang bagusan dikitlah.” Protes Chayra.
Chayra membuka kopernya lalu memasukkan goodie bag itu di dalam koper dan menutupnya kembali. Ia kembali berdiri di hadapan kakaknya.
“Aelah, Dek. Ini juga karena Mama buru-buru suruh bawain kamu berkas Rafis yang ketinggalan.” Ucap Rafqi.
Chayra mengerucutkan bibir, tadi pagi ia memang sudah dikabari oleh Mama dan juga Kakaknya satu lagi yang bernama Rafis untuk membawa berkas persidangan yang ia tinggal dirumah.
Rafis dan Rafqi adalah kakak kembarnya. Mereka tiga bersaudara yang bisa dibilang sukses dibidang pekerjaan. Rafis bekerja sebagai seorang jaksa di Makassar dan Rafqi seorang pengusaha dibidang kuliner. Ia memiliki dua restoran di Jakarta dan tergolong restoran terkenal walaupun baru memiliki dua cabang.
“Oke, Kak. Ara masuk dulu, sudah mau boarding.” Ucap Chayra.
Chayra mengambil tangan kakaknya lalu menyalaminya, tanda ia menghormati kakaknya itu. Ia berjalan meninggalkan Rafis yang berdiri bersama penumpang lain yang akan berangkat.
Chayra berdiri tegak, ia sedang melakukan briefing sekali lagi bersama kru pesawat, ia mendengar dengan seksama walaupun peraturan itu sudah ia dengan ratusan kali sejak menjadi pramugari.
Hari ini, ia akan pergi menggunakan pesawat Garuda, dengan penerbangan dari Makassar menuju Jakarta. Walaupun mempunyai pengalaman terbang yang cukup banyak, Chayra tetap gugup jika sedang briefing.
Apalagi saat membahas keselamatan, itu membuat jantungnya berdebar-debar. Keselamatan adalah hal yang paling penting, mereka sebagai kru pesawat harus bertanggung jawab dengan memeriksa semua alat keselamatan. Itu adalah pekerjaan wajib yang harus dilakukan sebelum penumpang naik ke dalam pesawat.
Selesai briefing, mereka berjalan menuju pesawat. Pesawat yang mereka naiki kali ini adalah Boeing 737 yang berkapasitas 195 sampai 215 penumpang. Dari data yang ia ketahui penumpang yang terbang nanti sebanyak 150 orang.
Pesawat boeing 737 merupakan standar maskapai-maskapai pesawat terbang di Indonesia. Chayra masuk ke bagian dalam pesawat untuk mengecet berbagai alat keselamatan.
Chayra saat ini telah menjabat sebagai FA 1 atau bisa disebut dengan jabatan pramugari tertinggi. Ia berhasil mendapatkan jabatannya ini tanpa orang dalam, ataupun koneksi setelah bekerja menjadi pramugari, ia berhasil mendahului pramugari senior dan lebih dulu mendapat jabatan ini saat usia belia yakni 25 tahun.
Menjadi FA 1 adalah kebanggaan tersendiri buat Chayra. Banyak rekan seangkatannya yang belum berhasil naik jabatan. Tetapi, jika sedang di dalam pesawat seperti ini, mereka tidak dipandang dari jabatan lagi, melainkan untuk mengerjakan tugas mereka untuk membuat penumpang nyaman dan selamat sampai tujuan.
Chayra mendapat bagian untuk memeriksa makanan, ia harus memeriksa apakah makanan itu aman untuk dikonsumsi penumpang ataupun kru. Jika terdapat racun dalam makanan maka mereka bisa dalam bahaya. Apalagi jika sampai dimakan oleh Pilot ataupun co-Pilot.
Setelah merasa semuanya aman, Chayra membantu memeriksa alat keselamatan lain. Walaupun barang-barang itu aman dan siap pakai, mereka harus mengecek semua perlengkapan setiap boarding agar tidak terjadi kesalahan apabila dalam situasi yang darurat, seperti saat pesawat mengalami turbulensi.
“Alhamdulillah semuanya aman.” Ucap Dara, pramugari yang berlogat jawa kental.
Chayra balas tersenyum, “Syukurlah jika semua aman. Sekarang, kita siap menerima penumpang.”
Dara mengangguk pelan, begitu juga dengan rekan mereka yang lain. Dara adalah rekan Chayra sejak masuk sekolah pelatihan khusus pramugari. Mereka tidak terlalu akrab tetapi memiliki hubungan baik satu sama lain.
Chayra diam-diam memperhatikan Dara yang duduk di tempat istirahat, gadis itu memakai jilbab dengan pakaian yang cukup ketat. Pakaian pramugari yang cukup membentuk lekuk tubuh. Mereka diwajibkan untuk memakai pakaian yang memudahkan untuk bergerak.
Untuk pakaian pramugari, terbagi menjadi beberapa bagian. Untuk jabatan junior dan senior, disarankan untuk membawa satu warna pakaian cadangan. Warna hijau toska dan jingga, jika mereka sedang memakai toska maka yang berada di dalam koper berwarna jingga dan begitu pula sebaliknya.
Sementara Chayra memakai pakaian berwarna biru karena ia menjabat sebagai flight server manager. Ia sebenarnya bisa memilih memakai jilbab ataupun tidak, tetapi Chayra memilih untuk tidak menggunakannya.
Bagi Chayra percuma saja memakai jilbab jika pakaiannya masih membentuk lekuk tubuh. Jadi, dari pada dosanya tanggung, lebih baik ia tidak memakainya sekalian.
“Mbak Ara, tadi kenapa singgah hall bandara?” tanya Dara.
Chayra yang sedang merapikan pakaian dan memakai riasan mengalihkan tatapannya ke Dara. “Ah, tadi ada kakakku datang. Kasih titipan buat saudaranya.”
“Eh, berarti saudara Mbak Ara juga dong?”
Chayra mengangguk, “Tepatnya kakak kembarku.”
Dara ber-oh ria lalu kembali ke aktivitasnya untuk merapikan pakaian sebelum siap untuk menyambut penumpang. Mereka juga harus rapih dan keliatan menarik di depan penumpang untuk kenyamanan mereka.
Walaupun harus cantik dan menarik, mereka tidak bertujuan untuk menggoda penumpang apalagi melakukan hal yang tidak pantas saat mengudara. Jika kedapatan mereka akan langsung di pecat secara tidak pantas.
Chayra menghela napas panjang, ia berdiri di dekat pintu pesawat dan menyambut satu persatu penumpang yang naik. Mereka dengan ramah tersenyum dan menyapa mereka.
“Mbak, saya tidak menemukan tempat duduk saya? Saya sudah keliling dari tadi tapi nggak ketemu.” Seorang pemuda mendekati mereka.
Chayra memperhatikan pemuda itu, bukan untuk meremehkannya tetapi untuk membaca situasi yang terjadi dengan pemuda yang tampak kebingungan itu.