10 - Tidur bersama - √

2051 Words
Setelah menempuh perjalanan yang cukup menguras waktu juga tenaga, mengingat jarak dari London dan Bali sangat jauh, akhirnya Brian dan Brianna sampai di Bali dengan selamat. Sudah ada yang menjemput kedatangan keduanya di bandara dan keduanya memutuskan untuk langsung menuju hotel yang sebelumnya sudah di persiapkan untuk tempat peristirahatan mereka. Begitu keduanya sampai di hotel yang mereka tuju, kedatangan keduanya langsung di sambut antusias oleh Vani. Saat itulah Brianna sadar kalau Vani adalah sahabat Brian dan juga Duke, Kakaknya. Cantik, itulah kesan pertama yang ada dalam benak Brianna ketika ia melihat sosok Vani yang memang sangat cantik dengan postur tubuh semampai. Brianna saja yang seorang perempuan jelas mengakui kecantikan Vani, dan ia mungkin akan jatuh cinta pada Vani jika saja ia adalah seorang pria, lalu bagaimana dengan Brian? Apa Brian juga mencintai Vani? Pertanyaan itulah yang kini ada dalam benak Brianna. Jika di lihat dari reaksi saat pertama kali mereka bertemu, Brian dan Vani jelas terlihat sangat senang, mungkin karena sudah sejak lama keduanya tidak bertemu, tapi setelah itu keduanya mengobrol seperti biasa dan saat itulah Brianna terabaikan. Merasa tak di anggap, Brianna memutuskan untuk pergi dan kepergian Brianna sama sekali tidak di sadari oleh Brian juga Vina yang sedang asyik mengobrol. Brianna memilih untuk menghampiri bagian resepsionis, menanyakan di mana letak kamarnya sekaligus meminta key cardnya. Setelah tahu di mana letak kamarnya berada, Brianna bergegas pergi. Saat ini Brianna sudah berada di kamarnya dan tengah berbaring terlentang di tempat tidurnya dengan mata terpejam. Lelah dan ingin sekali tertidur, itulah yang kini Brianna rasakan. Selama perjalanan menuju Indonesia, Brian dan Brianna banyak menghabiskan waktu untuk membahas masalah proyek yang mungkin besok pagi akan mereka tinjau. Brianna melirik jam di dinding kamar, ia memutuskan untuk pergi mandi. Mungkin ia akan berendam untuk menghilangkan rasa lelah dan penat yang ia rasakan setelah hampir 20 jam berada di pesawat. 1 jam adalah waktu yang Brianna habiskan untuk berendam. Tadi Brianna sempat ketiduran karena itulah ia cukup lama berada di kamar mandi. Saat Brianna baru saja mengeringkan rambutnya yang basah, terdengar suara bel berbunyi dan itu cukup membuatnya terkejut. Brianna bergegas memakai pakaiannya, lalu dengan langkah lebar menghampiri pintu kamar tanpa melihat siapa yang menekan bel dari celah yang berada di tengah-tengah pintu kamar. "Brian, ada apa?" Seperti yang sudah Brianna duga sebelumnya, kalau Brian adalah orang yang terus menekan bel kamarnya. Brianna tidak membuka lebar-lebar pintu kamarnya, ia takut kalau Brian malah akan meminta masuk dan gagal sudah rencananya untuk beristirahat. Tapi ada yang mengganggu pikiran Brianna yaitu ekspresi wajah Brian yang terlihat sangat datar, tidak seperti biasanya yang terlihat ramah. Ekspresi wajah datar Brian membuat Brianna ketakutan. Brian terlihat kesal, tapi Brianna sendiri tidak yakin dengan pikirannya. Tapi jika di perhatikan secara seksama, Brian memang terlihat kesal dan seperti sedang manahan amarah. Brian tidak menjawab pertanyaan Brianna, ia lantas mendorong pintu kamar Brianna dan Brianna tentu saja menahannya sekuat yang ia bisa, tapi pada akhirnya Brianna kalah. Brian berhasil memasuki kamar Brianna dengan pintu kamar yang kembali terkunci secara otomatis. Brianna menghela nafas panjang, lalu memilih untuk duduk di sofa dengan kedua tangan yang kini bersedekap, dan mata yang menatap lekat Brian. "Ada apa Brian?" Brianna kembali mengulang pertanyaannya dengan nada kesal. Siapa yang tidak kesal jika ada orang yang menerobos memasuki kamarnya tanpa ijin? Tapi Brianna sedang malas berdebat, ia sangat lelah dan ingin segera beristirahat. "Ngantuk," jawab singkat Brian, masih dengan ekspresi wajahnya yang datar. Tanpa rasa malu, Brian merebahkan tubuhnya di tempat tidur Brianna dengan posisi tertelungkup. Lagi-lagi Brianna menghela nafas panjang, lalu menghembuskan nafasnya secara perlahan. Untuk kali ini, Brianna akan membiarkan Brian, karena ia sedang malas berdebat dengan Brian atau meminta agar pria menyebalkan itu keluar dari kamarnya, lagipula belum tentu Brian mau keluar dari kamarnya. Karena itulah Brianna memilih untuk ikut berbaring dengan posisi membelakangi Brian, tak lupa menutupi tubuhnya dengan selimut lalu mulai memejamkan matanya. Brianna bisa merasakan pergerakan dari Brian yang kini berada tepat di balik punggungnya dengan tangan kanan yang melingkari pinggangnya. "Kenapa diam?" tanya Brian seraya menghirup dalam-dalam aroma shampoo Briana yang sangat harum. Tubuh Brianna menegang saat deru nafas hangat Brian yang menerpa ceruk lehernya mengingat wajah Brian kini terbenam di ceruk lehernya. "Diamlah Brian, aku sangat lelah," ujar Brianna lirih masih dengan mata terpejam. "Maaf," sahut Brian dengan tak kalah lirihnya. Brian merapatkan tubuhnya pada Brianna, semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Brianna dengan mata yang juga ikut terpejam. Brianna tidak tahu saja kalau tadi Brian panik luar biasa saat ia sadar kalau Brianna tidak ada di sampingnya. Tapi begitu seorang stap hotel memberi tahunya kalau Brianna sudah berada di kamarnya rasa panik Brian seketika hilang. Tapi tetap saja Brian merasa kesal pada Brianna. Kesal karena Brianna sama sekali tidak pamit padanya dan juga Vina saat akan pergi menuju kamarnya. Tahu kalau Brianna sudah berada di kamarnya, Brian pamit undur diri pada Vina dan bergegas menyusul Brianna. Brian memang sengaja meminta agar kamarnya dan kamar Brianna berdekatan. Brian bersyukur karena letak kamarnya dan kamar Brianna berhadapan-hadapan. Brian menghampiri kamar Brianna tapi setelah hampir 5 menit ia menekan bel dan mengetuk pintu kamar Brianna, Brianna tak kunjung muncul. Brian memutuskan untuk memasuki kamarnya, lalu ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Setelah hampir 1 jam berlalu, Brian akhirnya kembali mencoba untuk mengetuk pintu kamar Brianna dan Brian bisa bernafas dengan lega begitu pintu kamar Brianna terbuka. Saat itu pula Brian tahu apa alasan kenapa tadi Brianna tidak membuka pintu kamarnya, itu karena Brianna sedang mandi. Dari mana Brian tahu? Tentu saja dari aroma harum yang menguar dari tubuh Brianna, itu terlihat juga dari raut wajah Brianna yang tidak sekusut tadi dan juga pakaian yang kini melekat pada tubuh Brianna sudah berganti. Brianna sama sekali tidak menolak sentuhan Brian, karena sejujurnya ia juga sangat menikmati kedekatannya dengan Brian. Lagipula Brianna yakin kalau Brian tidak akan berani menyentuhnya lebih jauh lagi. *** Jam sudah menunjuk angka 7 saat Brianna terbangun dari tidurnya, itu pun karena Brianna mendengar suara bel yang berbunyi. Jika tidak mendengar suara bel, pasti Brianna tidak akan terbangun dari tidurnya, mengingat ia masih mengantuk. Brianna menoleh dan ia melihat Brian yang masih terlelap. Sepertinya Brian benar-benar kelelahan, sampai-sampai tidak terbangun saat bel kamar berbunyi. Secara pelan, Brianna menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, beranjak bangun dari tidurnya, lalu dengan langkah gontai menuju pintu kamarnya. Begitu pintu kamar terbuka, Brianna cukup terkejut saat tahu kalau orang yang menekan bel kamarnya ternyata adalah Vani. "Hai Brianna," sapa Vani ramah dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya. "Hai juga Vina, ada apa?" tentu saja Brianna membalas sapaan Vina dengan tak kalah ramahnya tak lupa ikut memberi Vani senyum manis andalannya. "Sudah waktunya makan malam, kita akan malam bersama di bawah," sahut Vani. Brianna mengangguk. "Baiklah 10 menit lagi aku turun." Vani pamit undur diri dan Brianna kembali menutup pintu kamarnya, tapi ia tak segera beranjak, ia malah mengintip dari celah pintu kamar. Sesuai dugaannya kalau kini Vani berdiri di hadapan kamar Brian, mengetuk dan menekan bel kamar Brian. Vani jelas tidak tahu kalau Brian berada di kamarnya mengingat ada tembok yang menghalangi tempat tidurnya, jadi Vani tidak bisa melihat langsung tempat tidurnya. Brianna memilih untuk berganti baju terlebih dahulu sebelum nanti membangunkan Brian, bisa repot kalau Brian melihatnya ganti baju. Setelah rapih, Brianna duduk tepat di hadapan Brian, mengguncang pelan bahu Brian, membangunkan Brian yang perlahan tapi pasti mulai sadar dari tidurnya. "Kenapa?" Tanya Brian dengan suara serak. Suara serak Brian membuat Brianna sampai melamun, memikirkan hal yang tidak-tidak dan Brian sadar akan hal itu, itu terlihat jelas dari wajah Brianna, apalagi saat Brianna tiba-tiba menggigit bibir bawahnya. Tak... Brian baru saja menyentil kening Brianna yang tentu saja membuat sang empunya meringis kesakitan, berbeda dengan Brian yang malah tertawa. "Kenapa di sentil?" tanya Brianna dengan nada merajuk seraya mengusap keningnya yang terasa sakit. "Pasti lagi mikir hal-hal tidak-tidak kan? Hayo mikirin apa?" Wajah Brianna sontak memerah padam begitu mendengar pertanyaan atau mungkin pernyataan karena ucapan Brian memang benar adanya. "Enggak ada," bantah Brianna seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, enggan menatap Brian yang terus menatapnya dengan intens. "Bohong," ujar Brian di sela kekehannya. Dengan cepat, Brianna memalingkan wajahnya ke arah Brian, menatap tajam Brian yang sama sekali tidak takut dengan tatapan tajam yang Brianna berikan. "Jadi, apa yang sedang kamu pikirkan?" Kini wajah Brian sudah berada tepat di hadapan wajah Brianna dengan fokus mata yang tertuju pada bibir Brianna. Brianna yang sadar ke mana arah tatapan Brian langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya, kembali menatap Brian dengan tajam, tapi Brian malah tekekeh dan tanpa Brianna duga, Brian melabuhkan kecupan di punggung tangan Brianna. Brianna beranjak bangun dari duduknya, lalu menarik kedua tangan Brian, meminta agar Brian beranjak bangun dari tidurnya, tapi Brian tetap tak bergeming, malah kini matanya kembali terpejam. "Ya sudah kalau tidak mau ikut," ujar Brianna ketus seraya menghempaskan kedua tangan Brian dari pegangannya. Brianna baru saja akan pergi meninggalkan Brian, tapi Brian langsung mencekal pergelangan tangan kanan Brianna dan menarik Brianna jatuh ke dalam pelukannya. "Brian!" Brianna tentu saja menjerit, terkejut dengan apa yang baru saja Brian lalukan padanya, tapi Brian malah tertawa seraya mengecup puncuk kepala Brianna. "Jangan teriak-teriak Brianna, berisik." Mata Brianna sontak membola begitu mendengar ucapan Brian. Dengan kekuatan penuh, Brianna memukul perut bidang Brian dan Brian meringis kesakitan karenanya, tapi Brianna sama sekali tidak menyesali perbuatannya. Dengan manja, Brianna menyandarkan kepalanya di bahu kanan Brian, dengan telinga yang kini mendengar irama detak jantung Brian yang berdegup cepat, sama seperti dirinya. Brian tersenyum, kembali mengeratkan pelukannya pada pinggang Brianna dan terus melabuhkan kecupan di puncuk kepala Brianna, kembali menghirup aroma shampoo Brianna yang harum. Brianna mendongak, menatap Brian dengan bibir cemberut dan saat itu juga Brian ingin sekali mengecup bibir Brianna yang tampak menggoda. "Kenapa?" Tangan kanan Brian terulur, menyingkirkan untaian rambut yang menghalangi penglihatan Brianna, menyelipkan untaian rambut tersebut di telinga kanan Brianna. "Lapar, ayo kita kita turun. Kita sudah di tunggu Vani untuk makan malam," sahut Brianna dengan tatapan memelas. "Baiklah, ayo kita turun." Raut wajah Brianna langsung berubah cerah begitu mendengar ucapan Brian. Brianna menyingkir dari atas tubuh Brian, di susul Brian yang beranjak bangun dari tidurnya. Keduanya segera menuju lantai di mana mereka akan menikmati makan malam. Saat keduanya sampai, ternyata sudah ada Vani yang tentu saja menunggu kedatangan keduanya. Ternyata Vani juga menginap di hotel yang sama dengan mereka, hanya saja kamar Vani berada lantai 14 berbeda dengan Brian dan Brianna yang berada di lantai 15 hotel. "Tadi aku ke kamar kamu, tapi kamunya nggak ada." "Tidur Van, lelah banget." Brian sama sekali tidak berbohong, ia memang tertidur karena lelah, tapi bukan tidur di kamarnya, melainkan di kamar Brianna, memeluk Brianna dengan erat dan ternyata memeluk Brianna jauh lebih enak ketimbang memeluk guling. Brian tidak mungkin memberi tahu Vani kalau ia tidur di kamar Brianna, bisa-bisa Vani mengadukannya pada Duke. Pupus sudah harapannya untuk melakukan pendekatan pada Brianna jika Duke tahu tentang hal itu. "Nanti malam mau ke club?" "Enggak usah, besok kan kerja." Lebih baik Brian menghabiskan waktu bersama dengan Brianna di kamar dari pada menghabiskan waktu di club. Bersama dengan Brianna jauh lebih mengasyikkan dari pada di club. Kening Vani sontak berkerut bingung begitu mendengar jawaban Brian yang di luar dugaan. Tadinya Vani pikir kalau Brian akan menerima ajakannya, tapi ternyata Brian menolak ajakannya. "Eh, tumben enggak mau ke club. Yakin nih enggak mau?" Tanpa ragu Brian menggangguk. "Iya lah yakin," jawabnya sungguh-sungguh. "Kamu udah punya pacar ya?" Brianna sontak tersedak begitu mendengar pertanyaan Vani. Brian dan Vani sama-sama terkejut begitu mendengar Brianna tersedak, keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka pada Brianna. "Merasa jauh lebih baik?" Tanya Vani penuh perhatian sesaat setelah menberi Brianna segelas air mineral yang baru saja di habiskan oleh Brianna. "Sudah dan terima kasih." Brian dan Vani tentu saja merasa lega begitu mendengar jawaban yang Brianna berikan. "Jadi, kamu beneran sudah memiliki kekasih? Karena itulah menolak pergi ke club?" Vani tidak akan berhenti bertanya pada Brian sebelum Brian menjawab pertanyaannya. "Tentu saja sudah," jawab Brian bangga dengan senyum manis yang menghiasi wajah tampannya. "Siapa namanya? Orang mana? aku kenal gak?" tanya Vani beruntun dengan nada tak sabaran. "Rahasia," sahut Brian dengan nada mengejek yang tentu saja membuat Vani kesal. Ketiganya kembali menikmati makan malam. Setelah selesai makan malam, mereka kembali ke kamar masing-masing, tapi tidak dengan Brian karena ia memilih untuk kembali memasuki kamar Brianna, sama sekali tidak peduli meskipun Brianna sudah berulang kali mengusirnya, memintanya untuk pergi ke kamarnya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD