08 - Sarapan bersama - √

2016 Words
"Brian, bangun!" Brianna mencoba menjauhkan kepala Brian yang kini bersandar manja di pangkuannya. Tidak tahu kah Brian kalau kepalanya itu sangat berat? Bahkan kini Brianna mulai merasa kedua kakinya pegal. Brian menggeleng, lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping Brianna dengan wajah yang kini terbenam di perut Brianna. Mata Brianna sontak membola begitu melihat apa yang kini Brian lakukan, bisa-bisanya Brian kembali tertidur di saat ia meminta agar pria itu segera bangun dari tidurnya. "Brian bangun, ini sudah pagi, sana pulang!" Brianna menjambak rambut Brian, tapi Brian hanya diam, sama sekali tidak merasa kesakitan begitu Brianna menjambak rambutnya. Brian sama sekali tidak menanggapi ocehan Brianna, biarkan saja Brianna mengoceh, nanti juga kalau capek diam sendiri. Brian semakin mengeratkan pelukan kedua tangannya pada pinggang Brianna, sengaja menggesekan hidung mancungnya di perut Brianna, membuat Brianna kegelian. Brianna menjauhkan wajah Brian dari perutnya yang kini merasa kegelian, mengingat piyama yang ia gunakan sangat tipis. Kesal karena Brian tak kunjung menjauhkan wajahnya, Brianna akhirnya semakin kuat menjambak rambut Brian sampai pada akhirnya Brian meringis kesakitan karena kini kulit kepalanya terasa sakit akibat jambakan Brianna yang semakin lama semakin kuat. Brian dan Brianna sama-sama terdiam bagitu mereka mendengar suara getar ponsel. Brianna melepas jambakannya dari rambut Brian, membuat Brian akhirnya bisa bernafas dengan lega, lega karena kini rasa sakit di kepalanya sedikit berkurang. Brianna meraih ponselnya yang berada di nakas yang ternyata sama sekali tidak bergetar, itu artinya kalau ponsel Brian lah yang bergetar. "Brian ponselnya bergetar," ujar Brianna dengan nada kesal yang terdengar dengan jelas dalam nada bicaranya. Brianna sendiri tidak tahu kenapa ia sangat kesal begitu tahu kalau ponsel milik Brian yang bergetar. Brianna penasaran, kira-kira siapa ya orang yang sepagi ini sudah menghubungi Brian? Apa kekasih pria itu? Perempuan cantik yang kemarin siang Brianna lihat sedang jalan bersama dengan Brian di mall? "Biarain aja," ujar Brian cuek. Brian malas mengangkat panggilan yang paling berasal dari Mommynya atau Victoria, posisinya sekarang terlalu nikmat untuk ia tinggalkan. Jika sedikit saja Brian beranjak dari posisinya, pasti Brianna akan beranjak menuruni tempat tidur dan Brian tidak mau hal itu terjadi. Ia ingin menghabiskan waktunya bersama dengan Brianna lebih lama lagi. Brianna berdecak, lalu bergeser, mencoba meraih ponsel Brian yang berada di nakas samping kirinya dengan susah payah. Akhirnya Brianna berhasil meraih ponsel Brian. Kening Brianna berkerut bingung saat ia melihat nama kontak yang kini tertera dalam layar ponsel Brian. "My Lovely," gumam Brianna yang bisa Brian dengar dengan sangat jelas. Brian hanya tersenyum, begitu mendengar gumaman Brianna. "Angkat aja." Tanpa bantahan, Brianna menggeser ikon hijau pada layar ponsel Brian, lalu menempelkan ponsel di telinga kanannya. "Brian!" Brinna sontak menjauhkan ponsel Brian dari telinganya, begitu ia mendengar suara teriakan yang cukup memekan telinganya dari orang yang baru saja menghubungi Brian. Tunggu dulu? Suaranya seperti bukan suara perempuan seusianya, tapi seperti suara perempuan yang sudah beranjak tua. Mata Brianna sontak membola begitu ia sadar kalau mungkin orang yang baru saja menghubungi Brian adalah Orang tua dari pria yang kini sedang tertawa kegelian di pangkuannya itu. Dengan kasar, Brianna menyerahkan ponsel Brian pada sang empunya dengan raut wajah kecut yang kini manghiasi wajah cantiknya, raut wajah yang menurut Brian terlihat sangat lucu sekaligus juga menggemaskan. Brian membenarkan posisi tidurnya dengan kepala yang kini kembali bersandar di pangkuan Brianna. "Halo Mom," sapa Brian dengan mata yang terus beradu dengan Brianna yang juga sedang menatapnya. "Kamu di mana, hah? Kenapa enggak pulang?" Teriak Pauline menggelegar begitu ia mendengar suara anak laki-lakinya yang semalam tidak pulang ke rumah. Pauline tentu saja khawatir karena ini kali pertama Brian pergi tanpa memberi tahunya, tadinya Pauline pikir kalau Brian akan pulang larut malam, karena itulah ia memilih untuk tidur, tapi begitu ia bangun ia malah mendapat laporan dari penjaga rumah kalau Brian belum pulang. "Mom jangan terus teriak-teriak, nanti pita suaranya putus loh!" Peringat lembuh Brian seraya menggosok telinganya yang berdengung sakit karena teriakan Pauline. "Jawab pertanyaan Mommy Brian, kamu di mana? Kenapa semalan enggak pulang?" Pauline jelas mengabaikan peringatan Brian karena pada akhirnya ia kembali berteriak, membuat Brian lagi-lagi menjauhkan "Brian sedang di apartemen kekasih Brian, Mom," jawab Brian dengan senyum manis mengembang menghiasi wajahnya, berbeda dengan Brianna yang tampak shock begitu mendengar jawaban Brian. Brianna sontak menatap Brian dengan tajam, tapi Brian malah mengedipkan matanya, membuat Brianna kesal sendiri. Jawaban yang Brian berikan tentu saja salah dan itu sama sekali tidak benar. Kapan mereka resmi menyandang status sebagai pasangan kekasih? Enak saja mengaku kalau ia adalah kekasih Brian, begitu pun sebaliknya. "Kamu punya kekasih?" tanya Pauline dengan nada curiga. Brian yakin kalau seandainya ia sedang berhadapan langsung dengan Pauline, maka kini tatapan mata yang Pauline berikan padanya pasti sangat tajam, setajam pisau dapur yang biasa Pauline gunakan untuk memotong daging. "Kenapa? Mommy enggak percaya kalau Brian punya kekasih?" tanya Brian dengan nada merajuk yang terdengar sangat menggelikan bagi Brianna, tapi ekspresi wajah Brian saat mengatakannya sangat lucu, membuat Brianna gemas. "Sudah dulu ya Mom, Brian sibuk. Bye." Tanpa menunggu jawaban Pauline, secara sepihak, Brian memutus sambungan teleponnya dan kembali menyerahkan ponselnya pada Brinna. Brianna mendengus, tapi tak ayal menuruti kemauan Brian, kembali meletakan ponsel Brian di nakas dan setelahnya kembali meminta agar Brian bangun dari pangkuannya. Brian sontak tertawa begitu ia mendengar suara yang berasal dari perut Brianna. "Lapar heh," ujar Brian dengan nada menggoda, menatap intens wajah Brianna yang kini merah padam karena malu. "Makanya minggir," ujar Brianna ketus sesaat setelah menormalkan kembali ekspresi wajahnya yang kini berubah masam. Brian tertawa dan tanpa Brianna duga, Brian mengecup bibirnya, setelahnya pria itu bergegas pergi keluar dari kamar Brianna, meninggalkan Brianna yang terdiam kaku. Brianna mengerjap, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi dan wajahnya langsung berubah menjadi merah padam. "Brian!" Teriak Brianna menggelar. Brian yang masih berada di balik pintu kamar Brianna tentu saja mendengar teriakan Brianna, bukannya marah, Brian malah tertawa puas begitu mendengar umpatan yang Brianna berikan padanya. Brian kembali melanjutkan langkahnya, tujuannya sekarang adalah dapur. Brian akan melihat apa saja bahan yang tersedia di dapur milik Brianna. Brian harap ada roti dan juga selai, dengan begitu ia bisa membuat roti bakar. Sementara Brianna memilih untuk peri menuju kamar mandi, ia akan membersihkan wajahnya terlebih dahulu sebelum nanti menyusul Brian yang mungkin sekarang sedang berada di dapur. 10 menit berlalu, kini penampilan Brianna sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Setelah merapihkan kamarnya, Brianna bergegas menyusul Brian. Brianna diam mematung di ambang pintu dapur begitu ia melihat pemandangan indah yanh tersaji di hadapannya. Di mana ia melihat Brian dengan tubuh shirtless dan hanya memakai celana boxer sedang sibuk membuat roti bakar dengan posisi membelakanginya. Ugh, punggung Brian sandarable banget, lebar dan juga kokoh. Rasanya Brianna ingin sekali berlari menghampiri Brian, memeluk Brian dengan erat dari arah belakang, lalu menciumi punggung Brian sepuasnya. Tanpa sadar, Brianna menelan ludahnya, benar-benar berharap bayangannya menjadi kenyataan. Tapi begitu ia sadar kalau hal itu tidak mungkin terjadi, Brianna langsung menggeleng dan memilih untuk kembali mengamati Brian. Brian yang merasa di perhatikan lantas menoleh, tersenyum saat melihat Brianna yang memang ternyata sedang memperhatikannya. Brian berbalik menghadap Brianna, balas memperhatikan penampilan Brianna dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan kedua tangan yang kini bersedekap. Brianna yang melihat Brian sedang memperhatikan penampilannya lantas menunduk, mengamati penampilan sendiri dan sama sekali tidak ada yang salah, tapi kenapa Brian menatapnya dengan tatapan yang menurut Brianna sangat aneh. Brianna mendongak, kembali beradu pandang dengan Brian, menatap Brian dengan mata memicing. "Kenapa?" tanyanya ketus. Ia sama sekali tidak merasa kalau penampilannya salah, ia memakai hotpants dan piyama yang memang biasanya setiap pagi ia pakai. Brian tersenyum, jenis senyum yang mampu membuat lutut Brianna lemas dan jantung Brianna yang kini berdebar-debar tak menentu. Bukannya menjawab pertanyaan Brianna, Brian malah menghampiri Brianna yang tetap diam di tempatnya. Sebenarnya Brianna ingin sekali menjauh tapi entah kenapa kedua kakinya sama sekali tidak mau bergerak. "Brian, jangan mendekat!" Peringat tegas Brianna yang tentu saja terlambat karena kini Brian sudah berdiri tepat di hadapannya. Brian merengkuh tubuh Brianna dengan tangan kirinya, membuat tubuh Brianna kini menempel dengan tubuhnya. Tubuh Brianna menegang dan secara refleks kedua tangan Brianna menahan bahu Brian, mencegah agar tubuh mereka tidak menempel dengan sempurna. Jangan sampai kedua bukit kembarnya menempel dengan perut bidang Brian yang tak tertutupi sehelai benangpun, karena Brian akan bisa merasakan ada yang menegang di balik piyamanya. Jangan sampai hal itu terjadi, karena Brianna jelas akan sangat malu. Brianna mendongak, beradu pandang dengan Brian yang kini sedang tersenyum manis padanya. Brianna kembali menunduk, tidak kuat untuk terus beradu pandang dengan Brian. Jantungnya selalu berdetak dengan sangat cepat tat kala matanya dan Brian beradu. Apalagi jika Brian tersenyum manis padanya. Brian menunduk, dengan wajah yang kini berada tepat di samping kanan wajah Brianna. Brianna bahkan bisa merasakan deru nafas Brian yang kini menerpa leher jenjangnya, menimbulkan sensasi yang baru pertama kali ini ia rasakan. "Kamu tahu, kamu sangat seksi," bisik Brian dengan suara serak. Bisikan Brian sontak membuat bulu kuduk Brianna meremang, bahkan tanpa Brianna sadari, ia menahan nafasnya. "Bernafas Brianna," bisik Brian. Brianna langsung kembali bernafas saat ia sadar kalau tadi ia menahan nafasnya. Astaga! Bisa-bisanya ia menahan nafasnya. Mata Brianna terpejam begitu ia merasakan kecupan dari bibir mendarat tepat di sudut bibirnya. Brian menjauhkan wajahnya untuk melihat ekspresi wajah Brianna. Brian tersenyum simpul tat lala melihat Brianna memejamkan kedua matanya. "Ayo kita sarapan." Dengan cepat, Brian menggendong Brianna dan tentu saja Brianna terkejut. Brianna membelitkan kedua kakinya pada pinggang Brian, lalu mengalungkan kedua tangannya pada leher Brian. Dengan lembut, Brian mendudukan Brianna di meja makan. Brian lalu mengambil roti bakar yang tadi ia buat, lengkap dengan dua gelas cokelat hangat yang juga sudah ia siapkan sebelumnya. Brian menaruh semuanya di samping kanan Brinna dengan ia yang kini berada tepat di hadapan Brianna. Brian langsung mencegah Brianna saat Brianna berniat untuk turun dari meja. Brian membuka lebar-lebar kaki Brianna, lalu memposisikan dirinya di antara kedua kaki Brianna. "Aku mau tu-turun," ujar Brianna terbata dengan bola mata yang terus bergerak gelisah. Brian menggeleng. "Enggak usah, kita coba sarapan dengan gaya baru," sahutnya dengan santai. "Ta–" "Tidak ada bantahan, Baby," ujar Brian dengan nada tegas dan Brianna sontak diam, tidak akan lagi membantah, ia takut begitu mendengar nada bicara Brian yang tegas di barengi dengan sorot matanya yang tajam. Brian memberikan segelas cokelat hangat pada Brianna. Brianna menerimanya dengan tangan bergetar. Brianna langsung meminum cokelat tersebut, berharap rasa gugup yang kini ia rasakan bisa hilang setelah ia minum. "Ada apa?" Brianna bingung karena kini fokus mata Brian tertuju pada bibirnya dan hal itu tentu saja membuatnya semakin gugup. Entah apa yang saat ini ada dalam pikiran Brian. Brian tidak menjawab pertanyaan Brianna, ia malah memajukan wajahnya, menjilat bibir bawah Brianna dengan gerakan yang sangat sensual, membuat tubuh Brianna menegang dengan seketika. Ya ampun, Brianna merasa kedua kakinya lemas tak bertenaga di barengi dengan jantungnya yang berdebar dengan sangat cepat begitu lidah Brian menjilat cokelat yang mungkin tersisa di bibir bagian bawahnya. "Ternyata rasanya jauh lebih enak," bisik Brian sesaat setelah menjilat cokelat yang berada di bibir bawah Brianna. Wajah Brianna merona begitu mendengar ucapan Brian. Brianna enggan menanggapi ucapan Brian, ia memilih untuk mengambil roti bakar buatan Brian dan mulai menikmatinya dalam diam. Brian terkekeh, gemas saat melihat raut wajah Brianna yang merona. "Enak?" Brianna hanya mengangguk, enggan untuk menjawab pertanyaan Brian. Jangankan untuk menjawab pertanyaan Brian, melirik Brian saja Brianna tidak berani. Bukan tanpa alasan Brianna memilih bungkam, jika ia memilih untuk menjawab pertanyaan Brian, pasti Brian akan tahu kalau ia sedang gugup, itulah alasan ia memilih diam. Brian memegang dagu Brianna, membuat pandangan keduanya kembali beradu. Brian tersenyum dengan sangat manis, rasa manisnya bahkan sampai mengalahkan selai cokelat yang kini ada dalam roti bakar yang Brianna makan. "Enak?" Brian kembali mengulang pertanyaannya dengan mata yang terus menatap Brianna dengan intens. Brian ingin mendengar suara Brianna saat menjawab pertanyaannya. "Enak." Brianna menjawab dengan gugup. Dalam hati, tak henti-hentinya Brianna merutuk, kesal karena nada bicaranya terdengar sangat gugup, padahal ia sudah berusaha menjawab pertanyaan Brian setenang mungkin. "Terima kasih," ujar Brian dan sejurus kemudian, wajah Brian kembali maju, mengecup sudut bibir Brianna yang lagi-lagi mampu membuat Brianna menegang dengan wajah yang semakin merona. Astaga! Sepertinya Brianna sedang bermimpi, mimpi yang sangat indah di pagi serta hari yang begitu cerah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD