Jedidah duduk di kursi kulit hitam, tapi tak ada sedikit pun rasa nyaman yang ia rasakan. Tatapannya menembus dinding kaca di hadapannya, memperhatikan air mancur di luar sana yang terus mengalir tanpa henti. Di depannya, seorang wanita tua berusia lebih dari enam puluh tahun duduk dengan anggun, mengenakan blus biru tua dan kacamata bingkai tipis. Psikiater yang sudah menanganinya bertahun-tahun. "Jed," suara lembut namun tegas itu memecah keheningan. Jedidah akhirnya mengalihkan tatapannya, menatap wanita itu. "Pengelolaan emosi bukan sekadar mengendalikan amarah atau membuang perasaan negatif. Ini soal memahami… untuk apa dan kepada siapa perasaan itu sebenarnya." Wanita itu melipat tangannya di atas meja. "Masalahmu, seperti yang sudah kita bahas berkali-kali, bukan karena kamu tid

