Alya dan Marsha kembali ke kelas saat mereka selesai makan di kantin. Mereka berdua di kejutkan dengan Nasya yang memegang mikrofon dan berdiri di kursi dosen.
Semua teman satu kelas Alya mengerubungi Nasya yang mulai bertingkah konyol. Alya dan Marsha segera ikut mengahampiri Nasya.
"Nasya. Kamu ini apa sih sih? Nggak sopan tau naik kursi dosen. Nanti pak Eko dateng loh." ucap Marsha sambil membujuk Nasya agar turun.
"Bodo amat. Mau pak Eko, pak Eki, pak nata de coco, aku nggak peduli. Aku mau kasih kalian hiburan ala Nasya."
Nasya mulai menghidupkan musik di ponselnya yang ada di saku celananya. Judul musik yang diputar Nasya adalah Januari.
Nasya mulai menyanyi dengan suara cemprengnya. Membuat semua orang menutup telinga mereka menggunakan tangan mereka. Dibagian reff, Nasya sengaja mengubah liriknya untuk menyindir Alya.
"Kasihku. Sampai disini. Kisah kita. Jangan tangisi keadaannya. Bukan karna kita berbeda. Dengarkan, dengarkan lagu. Lagu ini. Melodi rintihan hati ini. Kisah kita, berakhir di akhir tahun."
Alya mulai menatap Nasya. Alya merasa lirik itu sedang menyindirnya. Sambil terus menyanyi, Nasya sedikit melirik wajah Alya yang sudah mulai memerah. Sudah ia duga, Alya akan tersindir dengan lirik yang ia buat.
"Tunggu! Matiin lagunya!" pinta Alya. Namun, Nasya tetap tidak juga mematikan musiknya.
Dengan amarah yang sudah meluap, Alya mengambil ponsel Nasya lalu mematikan musiknya. Nasya pun langsung terdiam dan hanya bisa tersenyum tak berdosa.
"Kamu nyanyi itu buat nyindir aku ?!" tanya Alya dengan nada ketus.
Nasya mengangguk santai. "Iya. Kamu kan pernah curhat sama aku. Kamu pernah bikin lagu dari lagu yang berjudulnya Januari. Tapi nggak selesai-selesai. Ya udah, aku bantu kamu buat selesain liriknya dan selesai selesai."
Alya langsung meremas ponsel Nasya hingga temperred glass ponsel Nasya pecah. Ingin rasanya Alya membuang Nasya ke sungai agar bisa bertemu dengan temannya yang lain.
Marsha segera menenagkan Alya yang sudah emosi. "Udah al. Jangan emosi."
Alya melempar ponsel Nasya ke Arah Nasya. Untung saja Nasya bisa meangkapnya. Ia terkejut mendapati kaca tempered ponselnya pecah.
"Bener-bener ya kamu Nasya !! Setiap hari bikin kesel orang aja!" Alya pun mengambil tasnya di bangkunya lalu beranjak pergi dari kelasnya.
"Alya !! Kamu mau kemana? Ini belum waktunya pulang!" teriak Marsha dari dalam kelas.
"Bodo amat." Alya terus berjalan sambil berjalan menuju kantin.
Marsha menatap Nasya dengan tatapan marah. Marsha berusaha memegang emosinya agar tidak meluap. Marsha pun tersenyum ke arah Nasya. Tentu saja senyuman yang dipaksa.
"Nasya ... Kamu sadar nggak sama yang kamu perbuat? Kamu ini bener-bener pengen aku smackdown ya?" kata Marsha dengan perasaan kesal. Bahkan, siap untuk meninju wajah Nasya.
"Aku kan cuman bercanda. Lagian niat aku kan cuman bantu." Nasya berusaha mencari alasan, padahal dia memang sengaja melakukan itu.
"Ya kalau mau bantu, sekarang Alya nggak mungkin bolos kuliah. Dia juga nggak bakalan marah."
"Siapa yang bolos kuliah?"
Marsha menoleh ke Arah suara. Alya sedang berdiri di ambang pintu dengan yang di tempeli koyo.
Alya berjalan sambil menatap Nasya dengan tatapan tajam. "Aku tadi cuman ke kantin buat beli koyo. Kepala aku pusing, sakit, pengen pecah." Setelah mengatakan itu, ia duduk sambil meletakkan kepalanya di meja.
Tak lama kemudian, dosen yang bernama pak Eko datang. Semua orang segera duduk dengan sikap sempurna tanpa mengeluarkan suara.
Pak Eko melihat Alya yang sedang memakai koyo yang di beli. Kening pak Eko pun berkerut. "Kenapa kepala kamu ditempelin kayak gitu Alya?"
"Kepala saya sakit, Pak. Rasanya pengen pecah."
Pak Eko hanya mengangguk lalu segera memulai menjelaskan materi seni.
Sepulang kuliah, Alya memutuskan untuk rumah Mbak Vivi terlebih dahulu. Siapa tahu ada, sakit kepala yang ia rasakan karna Nasya bisa sedikit hilang. Alya mengetuk pintu rumah Mbak Vivi.
Tok tok tok
"Assalamu'alaikum. Mbak Vivi !! Mbak !!"
"Wa'alaikumussalam. Masuk aja! Ini masih di dapur."
Alya pun masuk ke dalam rumah Mbak Vivi lalu membaringkan tubuhnya di kursi ruang tamu. Kepalanya masih terasa pusing. Nasya sudah membuatnya menjadi darah tinggi. Rasanya, ia ingin sekali meminta Marsha dan Mbak Vivi men-smackdown Nasya di kamar mandi.
Mbak Vivi keluar membawa minuman untuk Alya. Ia terkejut saat melihat Alya yang sedang tidur di kursinya dengan kepala yang ditempeli koyo. Mbak Vivi berjalan ke arah Kursi dan mulai menyajikan minuman ke Alya.
"Ngapain itu kepala di tempelin kayak gitu?" kata Mbak Vivi sambil duduk di kursi.
"Kepala aku pusing mbak. Rasanya pengen pecah." jawab Alya sambil memijat keningnya.
"Pusing gara-gara Fandi?"
Alya berteriak bagaikan nyai Nikita Mirzani. "Fandi lagi, Fandi lagi !! Kayak nggak ada laki-laki lain apa, di dunia ini !!"
Mbak Vivi tertawa melihat tingkah Alya yang sudah mirip dengan anak kecil yang merajuk.
"Tuh minum aja tehnya !! Siapa yang tahu bisa move on dari kamvret."
Alya pun bangun dari tidurnya lalu mengambil gelas berisi teh. Alya mulai meminum teh itu. Saat teh itu masuk ke dalam mulutnya, Alya segera menyemburkan tehnya kembali. Alya mengelap mulutnya dengan berhasil.
"Mbak! Ini teh kenapa pait banget? Kan biasanya tehnya manis."
Mbak Vivi tertawa melihat wajah Alya yang senang kepaitan. Ia sengaja tidak memberikan gula di teh Alya untuk memberikan Alya pelajaran.
"Aku sengaja nggak ngasih gula di teh kamu, supaya kamu itu tau kalau hidup itu nggak selalu manis. Tapi ada paitnya juga."
Alya meletakkan gelasnya kembali ke meja. Alya kembali menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi.
"Kamu harusnya bisa lebih dewasa menghadapi manis paitnya hidup. Jangan lari dari kenyataan."
Alya kembali memijat keningnya yang terasa sangat pusing. “Kayaknya, aku pusing gara-gara telat makan deh. Aku nggak pernah stres sampek kepala aku pusing banget." batin Alya.
"Mbak Vivi. Aku pulang dulu ya mbak? Mau istirahat di kosan."
"Ya udah, di sana! Hati-hati di jalan."
Alya mengangguk dengan lemas. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Alya bangkit dari duduknya dengan lemas la lu keluar dari rumah Mbak Vivi. Setelah itu, ia menaiki motornya dan melanjukan motornya kembali ke kosan.