Alya terbangun dari tidurnya pukul tiga pagi. Alya memindahkan tangan dan kaki Nasya yang berada ditubuhnya. Setelah itu, Alya bangun dari tidurnya dan berjalan ke kamar mandi untuk berwudhu
Setelah berwudhu, Alya keluar dari kamar mandi lalu mengambil peralatan salatnya. Alya memakai mukena bewarna pink dan menggelar sajadah dihadapannya. Alya pun mulai menjalankan salat tahajjud dengan khusyuk.
Selesai salam, Alya berdzikir menggunakan tasbih di tangan kanannya. Kemudian, Alya meminta untuk berdo'a kepada Allah.
Salat tahajjud kali ini selesai, Alya segera merapikan peralatan salatnya lalu berjalan ke meja belajarnya. Alya duduk di kursi belajarnya lalu mengambil novel yang pernah ia baca di kampus.
Alya kembali menangis membaca kisah ini. Tak lama kemudian, suara adzan subuh terdengar. Alya segera mengambil air wudhu di kamar mandi dan membawakan salat subuh.
Nasya terbangun bertepatan Alya selesai melaksanakan salat subuh. Nasya melihat Alya yang sedang melipat sajadah lalu meletakkannya di tempat mukena.
"Tumben kamu udah bangun?" Kata Nasya sambil menguap.
Alya Berjalan mengambil handuknya yang ada di pintu. "Aku juga bisa bangun jam segini. Aku mau mandi dulu. Kalau kamu mau wudhu, bisa wudhu di bawah."
Alya meninggalkan Nasya yang masih setengah mengantuk ke kamar mandi. Setelah Alya masuk ke kamar mandi, Nasya bangkit dari kasurnya untuk menuju ke kamar mandi bawah. Ia ingin wudhu sekaligus mandi.
Alya mulai memasukkan peralatan kuliahnya ke dalam tasnya. Sementara Nasya masih berkutik di atas kasur dengan ponsel yang digenggamnya.
"Nas. Aku berangkat sekarang. Kamu mau berangkat sekarang atau nanti?" tanya Alya sambil mengalungkan tasnya di punggungnya.
Nasya melihat jam di ponselnya. "Masih macet setengah enam lebih lima menit. Masak mau berangkat sekarang?"
"Lebih baik saya berangkat jam segini selamat bisa hirup udara segar buat isi paru-paru kalau pas di kampus ada orang yang bikin aku stres."
"Mau ngisi paru-paru apa mau ketemu Fandi? Jam segini kan Fandi juga udah ada di kampus."
"Apaan sih pagi-pagi udah ngomongin dia? Nggak ada topik lain apa."
"Ada. Kapan kita sarapan? Masak kita nggak sarapan dulu?" Nasya mulai mengemasi barang-barangnya ke dalam tas ranselnya.
"Kalau jam segini biasanya aku nggak sarapan."
Nasya berhenti sejenak kegiatannya. "Trus, kapan nanti kamu laper gimana?"
"Yaaa biasanya aku cari makan dulu di jalan. Kayak bubur, atau roti di warung. Kalau nggak gitu ya ... nunggu agak siangan, makan di kantin."
Nasya menganggukkan setuju bertanda paham. Nasya pun mengalungkan tasnya di punggungnya.
"Alya. Aku nginep di sini lagi ya?"
Alya Membuka pintu kamarnya. "Emang kamu nggak balik ke kosan?"
"Laki-laki. Di kosan lagi ada acara kencan bareng pacar. Tiga hari tiga malam. Aku kan jomblo. Jadi, lebih baik aku ke kosan kamu aja."
Nasya mengambil langkah Alya yang sudah keluar kamar. Alya membuka pintu kamarnya lalu memasukkan kuncinya ke ranselnya.
"Kalau kamu mau nginep di sini ada syaratnya."
"Apaan?"
Mereka sudah berjalan menurun dan mereka sampai di parkiran motor.
"Selama kamu nginep di sini, kamu harus boncengin aku. Pergi dan pulang kampus, kamu harus boncengin aku. Pokoknya, kamu harus ikut kemana pun aku pergi."
Alya meninggalkan Nasya yang sudah dibuka mulutnya lebar-lebar. Dalam hati, Nasya menyesal telah menginap di kosan Alya.
Alya mengambil helmnya sambil memegang tawanya yang segera keluar dari mulutnya. "Udah ... Jangan dibuka mulu mulutnya. Nanti kemasukan nyamuk laki-laki lo."
Nasya segera menutup mulutnya. Dengan menyetujui, Nasya menyetujui persyaratan yang diberikan oleh Alya. Bagaimana pun, ia akan menjadi tukang ojek pribadi. Bedanya, ia tidak dibayar oleh Alya.
Setelah semuanya siap, Alya dan Nasya berangkat menuju kampus.
Motor yang ditumpangi Alya dan Nasya berhenti disebuah perempatan lampu merah. Tampa disadari, Marsha juga berhenti disamping motor Nasya.
Marsha melihat ke samping kirinya. Ia kaget melihat Alya dan Nasya berangkat pagi-pagi dan bersama-sama.
"Alya, Nasya. Kok kalian berangkat jam segini? Trus kok kalian bisa bareng sih berangkatnya?"
Alya dan Nasya menoleh ke Marsha bersama-sama. Alya tersenyum ke arah Marsha sambil membuka kaca helmnya.
"Tadi malem Nasya nginep di kosan aku. Karna nginep di kosan aku nggak bayat, dianya aku jadiin tukang ojek pribadi aku."
"Enak aja tukang ojek." Kata Nasya sambil memanyunkan bibirnya.
"Kirain kalian udah baikan gara-gara kemarin."
Sebelum menjawaba, lampu lalu lintas berubah menjadi warna hijau. Mereka pun menjalankan kendaraan yang sesuai dengan tujuan mereka.
Setelah melewati perjalanan sekitar sepuluh menit, akhirnya Alya, Nasya, dan Marsha tiba di kampus. Mereka memarkirkan sepeda motor mereka.
Alya turun dari motor lalu melepaskan helmnya. Saat ia membalikkan badannya, tiba-tiba ada bola bola yang berisi tentang Alya.
"Astaghfirullah." Alya terkejut. Sontak ia memegang keningnya yang sakit.
Nasya dan Marsha sama-sama menoleh ke Arah Alya lalu mengahampiri Alya.
"Alya. Kamu nggak papa kan?" tanya Marsha.
Alya hanya bisa menggeleng sambil memegang keningnya yang sakit. Tidak ada darah atau luka dikeningnya. Tapi, bola keranjang itu layak dipertahankan.
Nasya mengambil bola keranjang yang ada dihadapan Alya. Tak lama kemudian sang pemilik bola datang.
"Em maaf. Aku nggak sengaja nglempar bola ini ke mbak."
Tiga orang wanita tadi memandang pria itu bersamaan dengan mata mereka yang membulat karena terkejut. Pria itu juga terkejut melihat siapa yang membantunya bolanya.
"Oooo ... Jadi dia yang udah main bola basket di parkiran sepeda." Nasya mendengkur bola dengan keras dihadapan pria itu sambil menatapnya sinis.
"Dasar mantan nggak tahu diri. Bukannya nolongin mantannya malah diem aja. Tolongin ngapa ?!" kata Nasya sambil terus mendrible bola basket tersebut.
"Nasya. Udah nggak usah cari masalah di sini. Nggak ada gunanya." ucap Marsha sambil mengambil bola yang diambil Nasya.
Marsha melempar bola tersebut ke Arah pria itu. Untung pria itu bisa menangkap bola tersebut.
"Fandi Saputra. Saya mohon, jika main bola, main di lapangan basket. Bukan di parkiran."
Ya Orang yang telah melempar bola ke arah Alya adalah Fandi. Saat Fardi berjalan di sekitar parkiran, tak sengaja ada bola yang mengarah ke dirinya. Niatnya yang ingin mengembalikan bola pada pemiliknya, sebaliknya bola itu terlempar tentang Alya.
"Aku minta maaf." Tiga kata yang diucapkan Fandi dengan nada ketus. Setelah itu, ia pergi meninggalkan tiga orang yang tidak bertanggung jawab.
Nasya melongo tak percaya dengan sifat Fandi. "Ya Allah. Itu anak yang dibuat dari apa sih? Minta maaf iya. Tanggung jawab kagak."
"Masih mending dia minta maaf. Kalau enggak, udah aku goreng dia sama sambel terasi." kata Marsha sambil membantu Alya.
Setelah kepala Alya mulai membaik, mereka pun langsung masuk ke kelas mereka sebelum jam pelajaran di mulai.
Sampai disini dulu ya.
Semoga kalian suka sama cerita aku yang ini.
Jangan lupa supprot cerita aku ini, minta aku semangat buat.
Jangan kalian suka, jangan lupa biarkan orang memilih + komentar.
Oke, sekian dan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.