PART. 4 RASA HARU

1233 Words
Arya dan Aisah mendekati Pak Ipin. "Assalamuallaikum, Paman. Pinandukah wan ulun? (ingatkah dengan saya)" Arya meraih telapak tangan Pak Ipin, lalu mencium punggung tangan yang terlihat kurus itu. Pak Ipin menatap Arya dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, sebentuk senyum terukir di bibirnya. Matanya menyiratkan kebahagiaan. "Rama Arya" gumamnya lirih. Arya menganggukan kepalanya. "Masuk, silahkan masuk" Pak Ipin menggeser tubuhnya yang berdiri di ambang pintu ke samping, agar Arya bisa masuk ke dalam rumah. "Terimakasih Paman, Acil mana?" Tanya Arya yang melangkah melewati ambang pintu. Ia harus sedikit membungkuk agar kepalanya tidak terantuk, karena tinggi badannya yang jauh di atas Pak Ipin sekeluarga. "Ada siapa, Bah? (Pak)" Tanya Bik Siah pada suaminya. Arya menatap Bik Siah yang berbaring di atas kasur tipis yang digelar di depan televisi, di ruang tamu itu. "Ulun, pinandukah pian masih wan ulun, Acil Siah? (saya, masih kenalkan dengan saya, Bik Siah)" Arya duduk bersimpuh di samping Bik Siah, Bik Siah mencoba bangun dengan dibantu Aisah. Mata Bik Siah tampak berkaca-kaca, ia mengenali pria yang bersimpuh di dekatnya. Arya meraih tangan Bik Siah, lalu mencium punggung tangan itu lembut. Aisah menatap Arya, ia kagum pada Arya, meski lama tinggal di luar negeri, tapi tidak meninggalkan kesopanan orang timur. "Kapan pulang?" Tanya Bik Siah dengan suara bergetar. "Sudah beberapa bulan, dan bodohnya aku karena tidak menyadari kalau Paman dan Acil tidak terlihat ada di rumahku. Aku mohon maaf Paman, Acil, aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada kalian" ujar Arya sambil merubah posisi duduknya jadi bersila. Pak Ipin ikut duduk di dekat Arya, Aisah pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. "Semua kesalahan kami, karena tidak bisa melaksanakan tugas dari ibumu dengan baik, Nak Arya" sahut Pak Ipin dengan wajah menunduk penuh penyesalan. "Bukan salah Paman dan Acil. Bang Adrian dan Devita sudah menikah, wajar saja kalau pada akhirnya mereka saling jatuh cinta" "Tapi, non Devita itu harusnya yang menjadi istrimu" ucap Bik Siah lirih. "Itu hanya keharusan dari Bunda, sedang Allah punya keharusanNya sendiri. Aku minta maaf atas sikap bundaku pada Paman dan Acil. Aku merasa beruntung bisa bertemu Aisah, sehingga bisa tahu keadaan Paman dan Acil" "Bertemu Ai di mana?" Tanya Bik Siah. "Aku tidak sengaja menabraknya tadi, Aisah pingsan, aku bawa ke rumah sakit. Dan aku mengenalinya sebagai Aisah. Ini jalan Allah untuk mempertemukan kita, agar aku bisa meminta maaf pada Paman dan Acil. Bagaimanapun apa yang terjadi adalah kesalahanku juga, karena menolak segera pulang untuk menikahi Devita" urai Arya dengan penuh penyesalan. "Ini sudah takdir kami, Nak Arya. Kami ikhlas menerimanya, meski kami berdua tidak lagi sehat seperti dulu, tapi kami masih beruntung karena punya Aisah, dia sangat berbakti pada orang tua. Dia yang kini jadi tulang punggung keluarga" ucap Pak Ipin dengan mata berkaca-kaca. Aisah masuk ke ruang tamu, dengan satu gelas teh hangat untuk Arya, dan dua gelas air putih untuk kedua orang tuanya. Ada sepiring gumbili bejarang (singkong rebus) dengan taburan parutan kelapa di atasnya. Juga ada air untuk mencuci tangan di dalam mangkok, dan juga serbet kain di atas nampan. "Minum A', maaf cuma ini yang ada," Aisah mempersilahkan Arya meminum dan memakan apa yang dihidangkannya. "Silahkan Nak Arya, makanan orang kampung, di luar negeri pasti tidak ada yang begini, iyakan" Pak Ipin menyodorkan piring berisi singkong rebus itu ke hadapan Arya. "Terimakasih," Arya menganggukan kepala, lalu mencuci tangannya, sebelum mengambil sepotong ubi yang masih hangat beserta kelapa parutnya. Ia mengunyah dengan perlahan, menikmati apa yang sudah sangat lama tidak pernah ia rasakan. Bukan hanya rasa singkongnya yang nikmat terasa, tapi ketulusan dari orang yang menghidangkan terasa sampai ke dalam hatinya. Membuat setiap kunyahannya terasa nikmat luar biasa. "Enak sekali Paman, boleh nambah?" Tanya Arya dengan wajah bersemu merah. "Tentu saja boleh, silahkan, silahkan" jawab Pak Ipin dengan wajah ceria. Tiga orang di depan Arya, menatap Arya yang tengah menikmati singkongnya dengan takjub. Mereka tidak menyangka, Arya yang bertahun-tahun tinggal di luar negeri ternyata masih mau makan singkong rebus. Bik Siah teringat saat dulu, Arya memang sering sekali masuk ke dapur dan mencuri-curi dari ibunya untuk ikut makan apa yang para asisten rumah tangga makan. Salah satu kesukaannya adalah singkong rebus bertabur kelapa. Kalau Bu Radea tahu anaknya menikmati makanan kampung yang dimakan para asisten rumah tangganya, pastilah mereka kena marah semua. Dan, entah kenapa pagi tadi, Bik Siah meminta Aisah mencabut singkong di samping rumah untuk di rebus, padahal mereka sendiri jarang melakukannya. Karena biasanya mereka menjual singkong itu ke pasar. Bik Siah juga minta Aisah untuk membeli kelapa untuk diparut, buat taburan di atas singkong. Mata Bik Siah berkaca-kaca, melihat Arya yang menikmati singkong rebus dengan lahapnya. Seakan Arya baru bertemu makanan yang paling digemarinya. Diantara semua asisten rumah tangga Bu Radea, Bik Siah dan Pak Ipin yang paling dekat dengan Arya, karena memang itu tugas mereka. Pak Ipin menjadi supir yang selalu mengantar Arya kemanapun. Bik Siah yang selalu menyiapkan segala keperluan Arya, bahkan hanya Bik Siah yang diijinkan masuk ke kamar Arya untuk membersihkannya. Merasa diperhatikan, Arya jadi tersipu, ditatapnya piring yang berisi singkong rebus, isinya hanya tinggal separuhnya. "Maaf Paman, Acil, aku jadi seperti orang kelaparan" ujarnya merasa malu. "Tidak apa-apa, kami justru senang apa yang kami hidangkan Nak Arya makan" sahut Pak Ipin. "Terimakasih, Paman. Oh ya, motor Aisah tadi aku titipkan di bengkel, untuk di servis. Nanti kalau sudah selesai akan diantar langsung ke sini. Aku mohon maaf, karena sudah menabrak Aisah. Selama motor Aisah di bengkel, sebaiknya Aisah tidak usah berjualan dulu." "Kalau ulun kada bejualan, kayapa kami handak nukar makanan (kalau saya tidak berjualan, bagaimana kami ingin membeli makanan)" sahut Aisah. "Tunggu sebentar" Arya meminum tehnya, lalu berdiri dari duduknya, ia ke luar rumah dan membuka tutup belakang mobilnya. Diturunkan apa yang dibelinya tadi dari atas mobilnya. Dimasukan semuanya ke dalam rumah. Pak Ipin, Bik Siah, dan Aisah saling tatap. "Apa ini Nak Arya?" Tanya Pak Ipin. "Ini beras, minyak, gula, telur, teh, dan mie instan. Untuk Paman sekeluarga, jadi Aisah tidak usah ke pasar untuk sementara." Jawab Arya. "Ya Allah, sungguh mulia hatimu Nak Arya, Paman tidak tahu harus berkata apa, hanya ucapan terimakasih yang bisa kami berikan" ucap Pak Ipin. "Paman, motor Aisah rusak karena aku, jadi ini sebagai bentuk tanggung jawabku. Aku harus pergi sekarang, terimakasih atas hidangannya yang luar biasa. Ini terimalah Paman, semoga bisa membantu Paman sekeluarga" Arya merogoh dompetnya, lalu menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu ke tangan Pak Ipin. Tangan Pak Ipin gemetar menerimanya, air mata jatuh membasahi uang di tangannya. Diangkat kepalanya, ditatapnya Arya dengan rasa haru luar biasa. Tidak ada yang berubah dari Arya, meski lama tinggal di luar negeri. Dan Pak Ipin tidak tahu, sifat siapa yang diwarisi anak majikannya ini, karena sangat berbeda dengan sifat kedua orang tuanya. "Terimakasih banyak Nak Arya" ucap Pak Ipin dengan suara bergetar. Aisah memeluk ibunya yang juga menangis haru akan perhatian Arya yang begitu luar biasa kepada mereka. Arya mencium punggung tangan kedua orang tua yang sudah ikut membesarkannya itu. Dianggukan kepalanya pada Aisah. "Ulun permisi, Assalamuallaikum" "Walaikum salam" sahut semuanya. Aisah bangkit dari duduknya, untuk mengantarkan Arya sampai ke mobilnya. Arya menatap Aisah sebelum masuk ke dalam mobil. "Pikirkan tawaranku tadi Aisah, jika kamu mau menikah denganku, maka pengobatan kedua orang tuamu akan menjadi tanggung jawabku sepenuhnya. Kamu tidak perlu melakukan apa-apa meski statusmu istriku. Aku tidak akan menjamahmu, aku tidak akan menuntut apapun darimu, kamu hanya perlu mengikuti kemauanku. Aku akan datang lagi untuk meminta jawabanmu, Assalamuallaikum" Arya masuk ke dalam mobilnya, lalu menjalankan mobilnya tanpa melihat lagi pada Aisah yang menundukan kepalanya. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD