Ardi melemparkan jubah mandinya kekursi santai di dekat kolam renang, melihat suasana tempat yang sepi cocok untuk dirinya menghilangkan stress. Dia lebih memilih melanjutkan berenang sebelum masuk kedalam ronde minum di pesta nanti malam. Mencari hiburan untuk masalah yang membuatnya pusing dan tak ada jalan keluar.
Bagaimana otak tidak pusing ?
Dia sudah menggusir wanita miskin itu dan berharap sudah bebas oleh jerat pernikahan yang menyebalkan. Bahkan Ardi dengan sengaja menggelar pesta besar di rumahnya untuk merayakan kebebasan hidup sendiri.
Tapi, apa hasil yang dia dapat..?
Lagi.. lagi..dan lagi..
Yilla tak pernah bisa membuatnya tenang. Bahkan kini dia membawa masalah yang lebih besar, Ardi masuk kedalam air membiarkan dirinya menyelam lebih lama dan dalam berusaha berpikir kemana gadis itu pergi.
Nihil..
Dia bahkan tak mengerti apa-apa tentang gadis itu!
Sebegitu benci dengan sosok polos yang menjadi pusat perhatian kedua orang tuanya dari dulu hingga sekarang, Ardi binggung apa kelebihan Yilla di mata mereka.
Apa karena Yilla sudah merelakan punggungnya terbakar maka, orang tua Ardi bisa seenaknya memaksa mereka untuk menikah. Sebagai hutang atau balas budi yang terlah dia lakukan..?
Ardi bergerak menuju permukaan air, kembali berenang menuju pinggir lalu naik. Sekarang dia mengerti maksud ibunya harus mempertahankan Yilla mesti tanpa cinta, semua demi kebahagian dia sendiri.
Seandainya Ardi tau status Yilla, dia mungkin tak akan memperlakukan Yilla terlalu buruk, mungkin dia bisa mengikuti drama yang kedua orang tuanya mainkan selama ini.
Sekarang dia harus mencari Yilla dulu..?
Mengembalikan keadaan perusahaannya seperti semula, lalu dia mungkin bisa mencoba untuk melanjutkan pernikahan tanpa cinta.
Ardi bangkit berjalan menuju kursi santai mengambil Jubahnya, punggungnya terasa panas dia berbalik dan melihat beberapa orang gadis sedang menatap dirinya penuh rasa kagum. Ardi sengaja duduk di kursi membalas tatapan para gadis dengan berani.
Seorang wanita sexy dengan bikini hitam mendekati tubuhnya lalu mengerlingkan mata sambil terus menggoda, seolah menyuguhkan madu pada orang yang salah. Ardi sebagai pria normal tentu tak menolak, bagai kucing kelaparan yang di suguhi ikan. Memberi sebuah kode membuat wanita itu mungkin terhipnotis oleh tubuh indah ardi yang atletis sehingga, mau saja di ajak menuju ruang ganti pria.
Ardi menutup pintu ruangan mandi kecil, menyalakan shower dengan cepat membuat sang wanita terpekik kaget lalu tertawa oleh dinginnya suhu air, dan langsung di bekap oleh tangan ardi. Ardi mengecup leher wanita yang tegang lalu kini perlahan rileks, menarik lepas bikininya lalu berbisik pelan.
"Hai, kita belum berkenalan. Siapa namamu, cantik.. ?" Tanya Ardi di antara sela-sela rambut berbatas telinga sambil terus mengecup leher sang wanita.
"Lauren." Ucapnya dengan suara berkabut.
"Lauren, aku lebih suka memanggilmu cantik..!" rayu Ardi.
"Namamu, tampan?" tanya Lauren penasaran.
"Ardi" singkatnya membuat mereka makin rapat.
Lauren tersenyum senang oleh godaan yang Ardi tawarkan, "Lebih suka bermain apa. Cepat puas atau lama kasar..?" seringai Ardi memberi pilihan aneh serta berbeda dan hal yang baru pertama kali dalam hidup liar lauren.
Biasanya dia hanya akan langsung bersetubuh dengan pria manapun yang menurutnya tampan dan menarik hatinya tapi, Ardi seolah membangkitkan sisi terliar Lauren.
Membuatnya jadi tak sabaran...!
"Apa bisa di mix. Cepat, kasar, lama, dan puas ?" pinta Lauren mengelus d**a Ardi mengajaknya untuk bermain-main.
"Wanita serakah.." bisik Ardi mengatur suhu air membuatnya tak terlalu dingin dan panas. "Dengan 1syarat, jangan bersuara atau kau akan terima hukuman. Ok..!" titah Ardi memberi sinyal kalau dirinya tak suka bersikap lembut.
"Ok, kapten.." kata Lauren mengiyakan ucapan Ardi, membiarkan tubuhnya terhimpit pada dinding.
Lauren mengukurnya milik Ardi lalu mendesah senang karena, akan puas bermain. Dia menyadari kalau ukuran Ardi mirip seperti mantan pacar baratnya.
Big Size...
Sementara Ardi tak terkejut menyadari wanita di dalam dekapannya sudah tak perawan, mereka berciuman di bawah guyuran shower, meresapi penyatuan nafsu sesaat yang panas juga kasar. Ardi tertawa lantang, melihat lauren mendesah parah dan sudah tak perduli dengan keadaan sekitar.
Lauren tak pernah sesenang ini, membiarkan Ardi melakukan apa-pun pada tubuhnya, membuat naluri terliarnya mengambil alih berusaha menahan tubuh agar tak lemas bagai jelly.
Suara pintu kamar mandi di gedor kencang..
Tok...tokkk...tokkkk...
"Woi, bangke kagak sanggup pesen hotel loe.."
"m***m malah di sini..?"
Lauren langsung terdiam ketakutan tapi, Ardi malah melanjutkan tanpa henti seolah tak perduli. Wanita itu berusaha menolak namun, dia malah menahan kedua tangan Lauren dan malah membuka pintu membiarkan kedua orang pria yang rencananya ingin mendobrak serta marah-marah malah tercengang.
"Sudah aku bilang jangan bersuarakan. Kau harus siap terima hukumannya.." Ucap Ardi pada Lauren yang terkejut. "Tutup pintu kamar ganti ini, tahan pake ganggang sapu..!" perintah Ardi kepada dua orang pria yang masih benggong, melihat ardi menahan mulut lauren yang ingin menjerit.
Pria pertama langsung mengambil ganggang sapu serta kain pel, melihat ada tanda seperti toilet rusak. Dengan cepat membuka sela pintu lalu memasangnya di depan membuat siapa-pun berpikir ruang ganti itu tak bisa di pakai dan pergi keruang ganti lain. Menutup pintu kuat dengan penahan ganggang sapu, sementara Pria satunya hanya melihat Ardi melepas mulut lauren lalu memukul pantatnya dengan keras hingga, memerah namun, dia terlihat belum puas oleh pelayanannya.
"Wanita sialan, gue belum keluar. Tolol..!!" maki Ardi menampar sisi kiri p****t lauren. "Bentar lagi ya bro, abis ini giliran kalian." ucap Ardi melepas penyatuan memutar tubuh lauren yang terlihat menangis ketakutan, membaringkannya di lantai lalu melanjutkan dengan kasar, keras dan tanpa ampun membuat kedua pria di hadapan Ardi menegguk ludah.
Senjata keduanya telah berdiri melihat pertunjukan yang hanya ada di dalam film porno barat, kini terpampang di kedua mata dan malah mereka dapat ambil bagian serta berpartisipasi dalam adegan itu.
Bruakkk...
"Ahh...lepas...lepas..." berontak Lauren.
Plakkk...
"Diam.." bentak Ardi mengeluarkan aura yang gelap setelah menampar wajah Lauren kasar. Membuat wanita itu syok dan ketakutan.
"suka...heh...suka, dasar jalang loe...nie...enakkan...enakkan.." lanjutnya membuat Lauren tak berdaya hanya bisa mengangguk patuh atas perbuatan kasar Ardi.
Plakkkk...
Pipi sang gadis di tampar lagi, lalu buah dadanya di remas kuat membuat lauren mau tak mau sadar karena, rasa perih di wajah dan tubuhnya, matanya seolah tak fokus. Dia yakin sudah hampir setengah jam dan ardi belum terlihat tanda ingin keluar.
"Sialll..."
Ardi melepas penyatuan sementara Lauren sudah sangat lemas, Ardi bangkit menarik rambut pirang Lauren membuatnya merangkak, merenggangkan mulut lauren yang tertutup lalu memasukkan miliknya dengan paksa. Menyeringai langsung mendorong kepala Lauren hingga dalam membuatnya beberapa kali tersedak serta hampir muntah.
"sebentar lagi ..se..bentar ..la.gi, sialllll...."
Brusssss....
"Telan, Bangke...!!!"
Perintah Ardi memaksa Lauren hingga, sebagian menetes di sela tenggorokannya. Setelah puas dia melepas cengkraman pada kepala lauren lalu melepasnya begitu saja, membuat wanita itu langsung ambruk kelantai.
"Ada rokok..?" tanya Ardi kepada pria bertubuh kurus yang langsung mengambil rokok di salah satu tas gantinya cepat.
"Serius bang, kita boleh icip ?" tanya salah satu pria gempal mendekati tubuh lauren yang tak berdaya.
"Pake aja, bang. Lebih enak mulut tu cewe.. dari pada bawahnya.." jelas Ardi melihat pria bertubuh gempal sudah memasukki Lauren yang terbaring pasrah.
"Kor, bini kita di luar.."
"Nggak apa. Nggak bakal ada yang tau lah, mereka sibuk sama anak-anak alasan aja sakit perut, lagian lo semangat juga kan ampe masak ma kunci itu pintu..!" jelas pria gempal itu mencium Lauren yang matanya sayu ingin tertidur.
Ardi tetawa melihat pria yang kurus itu mulai mendekati Lauren ikut mengambil bagian bersama temannya yang sudah lebih dulu.
"Gila, emang enak wanita Amoy ni..kayanya ini cewe udah biasa di pake, EEnak banget.." melihat Lauren menggeleng tak mau tapi, suaranya malah membuat kedua pria itu bernafsu.
Ardi memilih kembali mandi, membiarkan kedua pria itu mengerjai Lauren, setelah selesai memakai baju Ardi ganti lalu berpamitan pulang membiarkan Lauren masih di gilir oleh kedua bapak yang Ardi sendiri tak kenal.
***
"Apa Anda sudah Menikah, nyonya Yilla..?"
Yilla langsung terbangun dari mimpi indah oleh suara seseorang menutup pintu kamar, ternyata Farhat telah datang dari ruangan dokter Daiki.
Sial, mendengar nama dokter Daiki saja Yilla langsung berdebar, malah barusan memimpikan pria tampan serta kejadian yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Pergi..pergi...enyah pikiran m***m, kesal yilla dalam hati.
Farhat mendekati yilla yang menatapnya namun, pikiran sang gadis entah pergi kemana.
Dia malah memikirkan hal lain..?!
"Kata dokter Daiki kita harus tunggu Yasmin sadar, baru kita bisa ambil langkah selanjutnya. Untuk sekarang masih terus di pantau perkembangannya..!" Jelas Farhat tersenyum memberikan kekuatan pada setiap ucapnnya pada diri sendri dan anaknnya.
Yilla mengangguk mengerti lalu memandang kembali ibunya dalam, terlihat sedih.
"Ibu harus sembuh, jadi kita bisa pulang ya.. bu...?!" bujuk Yilla berbisik di sela kuping sang ibu yang masih setia terpejam.
Farhat tersenyum serta terus berdoa agar wanita yang dia cintai membuka mata kembali. Perlahan mendekati Yilla lalu mengelus pundaknya ikut memberi kekuatan namun, matanya teralih pada leher sebelah kanan Yilla yang terlihat memar berwarna merah.
"Yilla, apa kau terbentur ? Ada memar di dekat telingamu..??" tanya Farhat melihat leher Yilla.
Yilla terdiam, memegang lehernya lalu dengan cepat menuju kamar mandi melihat dengan teliti di sekitar leher sebelah kanannya memang ada tanda. Dia terdiam, memikirkan dari mana asalnya, dia berusaha mengingat apa dia terhantuk atau terjatuh tapi, malah kilas balik adegan panas dengan dokter Daiki muncul dan memenuhi otaknya.
"Apakah kamu sakit?" teriak Farhat dari luar.
"Tidak tuan.."
" Mau aku panggil dokter ?" tanya Farhat khawatir di luar toilet.
"Tidak..ti.dak perlu, tuan.." sahut yilla panik. "Ini hanya terhantup besi ranjang ibu waktu mau mengambil map pemeriksaan yang terjatuh di sela ranjang." Alasan Yilla cepat.
Farhat lalu tak bersuara, membuat Yilla mencari pouch makeupnya, mengambil kaca kecil membuka celana dalam. Merenggangkan kedua kakinya yang tak nyaman, meletakkan kaca di antara kedua paha, tanda merah keunguan yang sama ada di bawah sana.
Yilla membanting kesal kaca itu kewastafel hingga, pecah dan berbunyi nyaring, farhat kembali bertanya. Dia cuma beralasan tentang Pouch yang terjatuh, Farhat langsung teringat soal pesan dokter Daiki yang meminta Yilla datang keruangannya. Dia ingin memberi Yilla obat, melarang Farhat untuk membawa pil biru itu, dan berkeras ingin memberitahu Yilla sesuatu secara langsung. Farhat sudah bertanya ada apa namun, dokter meminta agar Yilla datang sendiri untuk tau lebih jelas.
Yilla sampai mencuci mukanya berkali-kali.
Sial..sial..sial...
Sial, itu bukan bermimpi rupanya.
Jelas kemarin malam dia memang sudah bertemu dokter Daiki, jadi dia sudah di kerjai bahkan dia sudah di sentuh oleh dokter m***m itu, dengan wajah kesal Yilla keluar dari kamar mandi mengambil jaketnya tak memperdulikan Farhat menuju lorong bergegas keruangan dokter Daiki untuk memberi sedikit pelajaran serta penjelasan.
***
Ryu yang berjaga di luar pintu kamar melihat Yilla keluar dengan ekspresi marah. Dia bergegas mengekori sang majikan cantik yang beberapa hari ini menjadi pujaannya.
Gadis dengan mata biru berwajah campuran, tubuh yang mungil membuat Ryu jatuh hati dalam sehari. Hanya pria luar biasa b******k yang menyia-yiakan Yilla, ingin rasanya dia menghajar Pria itu sampai puas.
Yilla yang merasa di ikuti berbalik menatap tajam Ryu, mendekati pria yang beberapa hari ini selalu mengikutinya seperti anak ayam.
"Tunggu disini, aku hanya ingin bertemu dengan dokter Daiki.." titah Yilla dengan ekspresi murka membuat Ryu heran.
Dia yang ditatap dengan wajah luar biasa mengemaskan jadi salah tingkah dengan wajah memerah mengangguk patuh tak berani membantah sang anak majikan.
Yilla menghentakkan kaki berbalik menuju ruangan dokter Daiki, sesampainya di depan pintu langsung membuka tanpa mengetuk.
Hasilnya, Nol..
Sang dokter tak ada diruangannya. Ruang kerjannya kosong tak ada orang.
Perawat yang kebetulan lewat Langsung di tanya kemana pergi si dokter m***m itu, ternyata terjadi kecelakaan lalu lintas membuatnya harus langsung stand by di ruangan operasi.
Yilla yang mau pergi kembali keruangan Yasmin terhenti ketika salah satu perawat dari arah berlawanan terlihat kesal menatap wajah yilla memanggil namanya.
"Nyonya Yilla, anda di suruh menunggu di dalam ruangan dokter Daiki..?! " langsung pergi tanpa menoleh membuat Yilla mau tak mau masuk kedalam ruangan berbau sitrun bercat putih itu kembali.
Sembari menunggu dia berkeliling ruangan sang dokter, melihat beberapa foto yang di pajang rapi. Terlihat seorang anak kecil tampan dengan versi dokter Daiki yang di apit oleh kedua orang tuanya serta jejeran para dokter, lalu foto bakti sosial di daerah perbatasan perang dan masih banyak lagi.
Yilla yang asik melihat-lihat tak sengaja mengeser sebuah pena di atas meja, suara klik membuat dia menoleh pada sebuah ruangan yang terbuka sedikit. Perlahan membuka pintu itu lalu masuk, terlihat sebuah ranjang putih berukuran sedang serta sebuah kamar mandi dengan lemari yang pas.
Sepertinya ini ruangan istirahat pribadi sang dokter, Yilla menatap ranjang putih yang seolah memang sengaja tak di rapikan, di sana tepat di atas tempat tidur terlihat sedikit noda merah pada tengah ranjang.
Deg..deg..deg..
Dada Yilla berdetak hebat seolah dia tak asing dan pernah berada di ruang rahasia ini sebelumnya. Kembali terdiam, sebuah bayangan kabur terlintas dalam kepalanya seperti menyalakan kaset yang di putar ulang.
"Ya, dokter.. saya sudah menikah."
"Apa anda tidak melihat cicin kawin di jari manis saya..?"
"Maksud anda ?"
"Saya tidak mengerti arti dari sebuah cincin? Para staff serta suster dirumah sakit ini juga memakai cincin tapi, mereka tidak menikah?"
" Lalu dimana suami anda, nyonya. Harusnya dia ada disaat anda akan mengambil keputusan penting seperti sekarang ? "
"Mungkin dia sedang mengurus surat perceraian atau bersama dengan gadis murahan.. " Yilla meralat dengan cepat. "Di-Dia sedang sibuk, perusahaannya tak bisa di tinggal.. "
Dia berdiri kesamping meja nakas menuangkan air putih kedalam gelas sambil membuka laci mengambil botol kecil beisi tablet berwarna biru.
"Minumlah-- ini obat, menghilangkan rasa lelah. Anda butuh tubuh yang fit untuk menjaga ibu anda." Sembari menyerahkan segelas air melihat tangan kecil terkesan gugup serta ragu tapi, mulai meminum 3 tablet yang diserahkan Daiki.
Takk..
"Nyonya Yilla, anda tidak apa ?"
Sampai saat dokter Daiki memapah Yilla yang masih setengah sadar, itulah saat Yilla merasa seperti mimpi lalu dengan perlahan memeluk leher dokter membiarkan dirinya diangkat agar tak terjatuh.
Daiki mengangkat tubuh Yilla masuk pada pintu ruangan istirahat pribadi yang terletak di tempat rahasia. Senyum tampan Daiki mengembang, tangannya tak berhenti mengelus pipi yilla yang terlihat kurus.
"Kamu milikku, sayang.." bisik Daiki sembari mencium kening yilla dan menutup pintu ruang itu hingga, tak terlihat.
Yilla memegang kepalanya ingatan tentang bayangan tubuh kedua pasang insan yang sedang b******u, jari jemari sang dokter yang berusaha merenggangkan milik Yilla berusaha membukanya hingga, bercak darah sengaja dia lap diatas seprei putih agar menjadi bukti kepuasannya.
Dia terus mencium harta sang gadis memberi banyak tanda di tempat tak terlihat, membuatnya tak berdaya seolah berada diambang garis sadar dan tak sadar, seperti sedang berada di surge dunia namun, seolah nyata.
Yah, dia yakin..
Sangat yakin.. di situ, di atas tempat tidur itu saat sang dokter memperdayanya setelah memberikan tiga pil berwarna biru yang katanya hanya sebuah vitamin.
Yilla seketika merasa tubuhnya kembali panas, bayangan kejadian kemarin seolah membuat sekujur tubuhnya gemetar, mungkin di mulut dia berani menolak tapi, di hati dia merasa mendamba saat pikiran liarnya kini mulai meracuni otak serta akal sehatnya.
Napasnya mulai sesak bahkan jantungnya terus berdebar tak beraturan, perlahan tangan kanannya mulai nakal menyentuh keliman kancing sekitar d**a sembari menatap tempat tidur seolah dia masuk kedalam bayangan itu.
"Ehmm.., bukannya mengeledah ruangan seseorang itu perbuatan yang tidak baik ?" tanya daiki dengan wajah menahan gairah yang sama.
Yilla terkejut, menoleh kebelakang menatap mata tajam Daiki yang terlihat seperti siap menerkam mangsa. Teringat oleh tujuannya Yilla langsung melayangkan tangan ingin menampar wajah tampan Daiki.
Set..
Tepat saat itu Daiki menangkap tangan Yilla, kembali menatap mata melotot Yilla yang terlihat marah luar biasa. Namun, dia malah mencium lembut tangan Yilla membuat gadis itu kaget dan menarik paksa tangannya.
"Sebelum aku menerima tamparanmu ? Aku harus tau dulu sebabnya ?"
"Huh, tentu jelas kau lebih tau..dokter..!"
Daiki menaikan alisnya terus menatap Yilla dalam seolah sedang menahan sesuatu agar tak menyerang Yilla.
"Untuk tiga buah pil yang nyatanya bukan vitamin, atau pelecehan serta tanda menjijikan yang telah kau buat, dan sekarang tanganku yang harus menghukummu malah kau tahan dan kau cium..?" lanjut Yilla sangat marah, bahkan dia dapat merasakan tubuhnya gemetar saking marahnya.
Daiki yang terlanjur gemes menarik paksa Yilla, memeluk pinggangnya dan langsung mencium bibir pink yang dia duga bakal membuatnya kecanduan terus-menerus.
Yilla berusaha berontak memukul dengan satu tangan yang bebas, daiki malah memperdalam ciumannya. Mengigit bibir yilla yang rapat membuatnya terbuka memberi kesempatan pada daiki untuk menjelajah lebih dalam.
Air dari dalam mulut tempat penyatuan mereka menetes di antara sela leher Yilla membuatnya menggeleng tak suka namun, Daiki mulai menggelus rambut yilla merapatkan tubuhnya mereka, memeluk pinggangnya perlahan merebahkan sang gadis keatas ranjang.
Saat ciuman itu terputus, yilla mengambil nafas lebih dalam mengisi kekurangan oksigen pada dadanya yang kini malah sedang berdetak lebih parah dari seharusnya, serta daiki dengan napas terputus saling menatap.
"Pejamkan matamu, sayang.."
Perintahnya membuat yilla perlahan memejamkan mata, bibir itu kembali menciumnya sedang daiki menatap wajah cantik pujaannya, perlahan menutup mata memperdalam ciuman dengan lembut serta pelan berbeda dengan ciuman kasar yang penuh pemaksaan seperti tadi.
Ciuman manis yang membuat siapapun terbuai, rasanya sungguh baru pertama kali Yilla rasakan. Dia seolah sedang di puja, Daiki seperti sedang menyatakan rasa cintanya menyentuh dengan perlahan bagai sebuah bunga yang takut akan rusak.
"Daiki kampret, di mana kamu ??? Woi, ngumpet loe ya..."
Suara Luca membuat Daiki tersadar menarik Yilla bagun lalu dengan cepat masuk kedalam kamar mandi kecil di ruangan rahasia itu, mengunci mereka berdua agar tak di temukan oelh Luca.
Klik..
Pintu ruang kamar istirahat itu terbuka, luca masuk dan melihat tak ada tanda -tanda kawan tak sejatinya, seolah Daiki menghilang entah kemana.
Luca tak terima harus berjaga sendirian di ruang UGD, mana motto setia kawan yang Daiki janjikan. Membanting pintu ruangan dokter Daiki keras melampiaskan kekesalan karena, tak menemukan kawan kampretnya.
Daiki tersenyum mendengar caci maki Luca sepanjang jalan keluar ruangan, dia tak perduli nanti bakal kena gampar, sleding atau tonjok. Karena, Sekarang yang terpenting adalah dia sangat sibuk mengurus domba kecil tersesat dan sebentar lagi akan menjadi santapan serigalanya.
"Dokter, bisa lepas nggak. Aku ingin pergi..!"
Cicit Yilla membuat Daiki menoleh pada gadis mungil yang sedang gugup setengah mati. Daiki memperlihatkan kunci pintu pada yilla menggunakan tangan kanan lalu menumpuknya dengan tangan kiri seketika kunci itu menghilang.
"Kau tidak akan bisa kemanapun, sayang !!!"
Perlahan menanggalkan seluruh bajunya membuat Yilla panik, menyisakan boxer yang terlihat sesak oleh sesuatu yang bangkit.
"Jangan."
"Terlalu ambigu, bagaimana kalau kita menambahkan kalimat menolak di belakangnya." Senyum nakal Daiki perlahan mendekati Yill.
"Jangan menolak.." lanjutnya langsung melumat bibir mungil di hadapannya.
***
Happy Reading...
Maaf Author sering banyak typo..???
Jangan lupa follow dan love ya, nantikan terus cerita ini..
By. Violina melody.