5

1126 Words
"Dek, bangun, sarapan dulu" gue membuka mata gue perlahan dan mendapati Mas Fatih duduk ditepi ranjang natap gue dengan tatapan menenangkannya. "Iya Mas, Mas duluan aja, tar Aiza nyusul" ucap gue dengan suara serak khas orang bangun tidur.  "Jangan lama, Adit sama orang tuanya ada dibawah, Mas tunggu Aiza disini, kita turun barengan" mendengar penuturan Mas Fatih gue hanya mengiyakan dan berlalu masuk ke kamar mandi, setelah gue beberes, Mas Fatih ngegandeng tangan gue untuk ikut dianya turun ke bawah dan bener aja, dibawah udah ada Kak Adit sama orang tuanya. Gue sama Mas Fatih turun dan nyalim sama orang tua Kak Adit, gue sendiri sama sekali gak berani natap kearah Kak Adit, gue takut gue akan jatuh makin dalam dengan tatapan teduhnya. "Jadi kapan pernikahan Adit sama Kira kita adain Mbak? Lily rasa lebih cepat lebih baik, Aiza sendiri juga udah setuju kalau Adit nikahnya sama Kira, iya kan Dek?" ucap Bunda yang ngebuat hati gue meringis nahan tangis. Gue cuma terdiam dengan mata berkaca-kaca menanggapi pertanyaan Bunda, gak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gue, bibir gue rasanya kelu hanya sekedar ngerespon ucapan Bunda. Disaat gue ngerasa ada yang ngegenggam tangan gue erat membuat pandangan gue teralih untuk melihat siapa orangnya dan disana ada Mas Fatih yang udah berpindah posisi duduk disamping gue dan merengkuh tubuh gue untuk menenangkan. "Mas" lirih gue nahan tangis, gue mengigit bibir gue tanpa sadar hanya sekedar untuk meredam isak tangis gue. Suasana diruangan sekarang cukup tegang, hanya suara Bunda dan senyum Kak Kira yang mendominasi, selebihnya hanya memandang gue dengan tatapan prihatin mereka, baik Kak Afit sendiri maupun kedua orang tuanya. "Kita ikut aja Ly, kapan aja kita gak masalah, toh yang nikah juga anak-anak kita" Mama Kak Adit menanggapi. "Gimana Dit?" dan Kak Adit masih belum bergeming akan pertanyaan Bunda barusan tapi yang gue sadar, tatapan Kak Adit gak pernah lepas dari gue sama Mas Fatih. Gue yang sadar akan pandangan yang dilayangkan Kak Adit lebih milih ngeratin genggaman tangan gue ke Mas Fatih dan natap Mas Fatih dengan rasa khawatir. "Kalau Aiza udah setuju, Adit terserah Mama sama Papa aja" jawab Kak Adit yang ngebuat air mata gue sukses ngalir gitu aja. "Yaudah, kalau gitu pernikahannya kita langsungin minggu depan, gimana Mas, Mbak?" Bunda udah semangat mendengar jawaban Kak Adit barusan. "Fatih juga nikah dihari yang sama" potong Mas Fatih yang ngebuat kami yang ada diruangan pada melongo kaget gak percaya. "Mas, kamu apa-apaan?" tanya Bunda mulai gak suka dengan arah pembicaraan Mas Fatih. "Maksudnya gimana?" tanya Mama Kak Fatih tanpa nutupin tatapan gak ngertinya. "Fatih sama Adit udah pernah janji untuk nikah barengan dan dihari yang sama, iyakan Dit?" tanya Mas Fatih sambil natap Kak Adit serius. "Memang lo mau nikah sama siapa?" Kak Adit juga menanggapi "Dengan gadis yang lagi duduk disebelah gue" jawab Mas Fatih natap teduh gue, berbeda jauh dengan tatapan Mas Fatih, tatapan yang dilayangkan Kak Adit serasa mau ngebunuh gue sama Mas Fatih hidup-hidup. "FATIH" bentak Bunda ke kita berdua. "Udah kan? Fatih sama Aiza udah dengerin rencana gila Bunda yang mau nikahin Kira sama Adit dan Fatih juga udah selesai dengan pemberitahuan Fatih, jadi kalian silakan lanjutin rencana gila kalian, Fatih sama Aiza pamit, masalah pernikahan kami, samain aja sama Kira dan Adit dan kalau Bunda keberatan, Fatih bisa ngurus pernikahan Fatih sama Aiza sendiri" Setelahnya Mas Fatih narik tangan gue keluar dari rumah tanpa mau tahu lagi dengan tanggapan Bunda, Kak Adit sendiri masih melongo kaget gak percaya sama ucapan Mas Fatih barusan, gue lagi-lagi cuma tertunduk pasrah ditarik keluar sama Mas Fatih gitu aja. "Mas, ini gak bener" ucap gue setelah gue sama Mas Fatih nyampe digerbang rumah. "Mereka yang maksa kita untuk bersikap kaya gini Dek dan Adit sendiri ngapain waktu Bunda ngomong gitu? Dia cuma natap kamu tanpa berusaha memperjuangkan kamu sedikitpunkan? Apa Adit mau nunggu kamu yang perjuangin dia? Itu dia laki-laki yang ngebuat kamu nangis kaya gini, jangan nangis untuk orang yang bahkan gak pernah mikirin perasaan dan posisi kamu" "Tapi Kak Adit pasti punya alasan untuk itu Mas" gue masih mencoba ngebelain Kak Adit didepan Mas Fatih. "Dek, dengerin Mas, laki-laki yang bener-bener tulus akan pemperjuangkan apa yang memang berharga dalam hidupnya dan Adit gak ngelakuin hal itu sama kamu" "Tapi mas_ "Untuk kali ini turutin omongan Mas, kita liat, seberapa sanggup Adit mempertahankan dan memperjuangkan kamu, Mas juga laki-laki jadi Mas juga tahu gimana rasanya disaat kita kehilangan seseorang yang berharga dalam hidup kita itu gimana" "Percaya sama Mas, kalau memang Adit yang ditakdirkan jadi jodoh kamu, Adit akan berakhir sama kamu, jadi jangan takut, karena jodoh kamu gak akan tertukar" Gue yang udah gak bisa nahan isak tangis gue cuma bisa masuk kedalam pelukan Mas Fatih dan nangis sejadi-jadinya, walaupun gue tahu kalau nangis itu gak akan pernah bisa ngerubah keadaan. Berserah pada takdir adalah pilihan terakhir gue, Mas Fatih bener, tulang rusuk kita gak akan tertukar, kalau gue gak berakhir dengan Kak Adit, mungkin memang bukan Kak Adit sebagian dari tubuh gue. Dan kalau pada akhirnya gue juga menikah dengan Mas Fatih, itu artinya memang Mas Fatihlah alasan kenapa gue ada disini, Mas Fatih mungkin adalah alasan kenapa gue bisa ada didunia ini, gue ada untuk melengkapi hidup seorang Fatih Aijaz Kasyafani. "Yaudah gak usah nangis, sekarang kita sarapan dulu, Aiza belum sarapan kan?" ucap Mas Fatih yang membuat lamunan gue buyar dalam seketika, Mas Fatih ngapus air mata gue dengan ibu jarinya dan anggukan gue jadi jawaban atas ajakan makan Mas Fatih. "Mas" panggil gue disela suapan mas Fatih. "Kenapa?" "Kalau mas nikah sama Aiza, memang Mas gak punya perempuan yang mas suka gitu yang mungkin mau Mas nikahin?" tanya gue gak enak. "Mas punya" "Kalau memang Mas punya kenapa Mas mau nikahin Aiza? Memang Mas gak mau hidup bahagia sama perempuan pilihan Mas sendiri?" "Mas udah pernah bilang kan, kebahagian adek-adeknya Mas jauh lebih penting, kalau Kira bisa bahagia dengan maksa Adit nikah sama dia, Mas juga mau ngebuat kamu bahagia dengan cara Mas sendiri" "Tapi Aiza juga bahagia kalau Mas bahagia" tambah gue. "Dan bahagianya Mas ada dibahagianya kamu" jawaban Mas Fatih yang ngebuat gue kicep gak tahu harus bilang apaan lagi. "Mas" "Apa lagi Aiza?" Mas Fatih manyunin bibirnya. "Memang Mas cinta sama Aiza?" entah kenapa pertanyaan itu cukup mengganjal dipikiran gue sekarang "Mas akan belajar untuk itu" Setelahnya, gue cuma natap Mas Fatih dengan tatapan gak percaya gue, kalau gue mikir ulang, mungkin nasib gue gak seburuk itu, karena pada kenyataannya masih ada sosok lelaki yang selalu ada disisi gue dalam keadaan apapun dan itu adalah Mas Fatih. Dan untuk Kak Adit, semua tinggal tergantung dengan seberapa keras Kak Adit mau mempertahankan dan memperjuangkan gue, Kalau memang pada akhirnya gue berakhir dengan Mas Fatih, mungkin itu adalah jalan terbaik untuk garis hidup gue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD