Nasib jomblo memang begitu, tidak ada gebetan atau pacar yang bisa diajak kencan dan sahabat seperti Andira lah yang menjadi korban kejombloanku.
Tapi aku dan Andira adalah JOJOBA= jomblo-jomblo bahagia. Tidak seperti wanita yang di luar sana, terkadang mereka meratapi nasib jomblonya di kamar sambil mewek gak jelas, tidak suka liat pasangan yang memamerkan kemesraan mereka di tempat umum. Tapi opsi kedua ini aku dan Andira banget sih, terkadang kami tidak menyukai pasangan yang seperti itu terlalu berlebihan. Atau, memang kami saja yang iri karena tidak ada pasangan? Ah, tidak mungkin.
Aku berdecak sebal saat Andira menelponku dengan country code number dari Irlandia. Akhirnya dia masih ingat sama aku juga walaupun dia jauh di sana.
"Halo..."
"Namiraaaaaaaa!!!"
Mendengar suara cemprengnya membuatku langsung menjauhkan smartphoneku dari telinga. Setelah suara cemprengnya tidak terdengar lagi, barulah aku menempelkan smartphone-ku ke telinga.
"Apaan sih, gausah pake to'a bisa kali ya." Gerutuku. Lalu mencomot potongan sosis di atas meja. Baru kusadari ternyata sosis ini lah yang setia menemani si jomblo ngenes versi high class. Siapa lagi kalau bukan diriku.
Terdengar suara terkekeh di seberang sana, "hehehe.... Maaf buk! Eh, gue mau ngomong sesuatu sama loe."
"Ngomong apa? Jangan bilang loe ketemu sama Fariz di sana."
"Apaan sih! Jangan ngungkit dia lagi deh," balasnya jutek.
"Ya, kan siapa tahu, Dir. Kalau lo jodoh sama si Fariz pasti ketemu deh di Irlandia." Balasku kalem.
Andira berdecak sebal lalu mendengus kesal karena aku mengungkit masa lalu tentang si 'Fariz' itu.
"Namira! Sekali lagi lo ngungkit tentang Fariz gue gorok lo!" Jawabnya sadis.
Gila ini anak, aku kira sifat galaknya udah hilang. Eh, ternyata sifat galaknya masih ada. Semoga aja di usia muda dia belum ada tanda-tanda kerutan. Sebagai sahabat yang baik aku harus mendoakan dia bukan? Dan juga, semoga saja jodoh dia sama si Fariz. Entah kenapa walaupun Andira selalu menjelekkan sifat Fariz padaku, tapi aku merasa mereka berdua sangat cocok. Bukan Fariz jahat hanya saja Andira selalu mementingkan egonya. Ya, gadis itu walaupun egois tapi aku sangat menyayanginya. Dan aku berharap Fariz dan Andira bisa bersatu seperti dulu lagi. Namira percaya mereka itu permasalahannya hanyalah missunderstood.
"Iya, ampun nona! Balik ke topik sebelumnya, lo tadi mau ngomong tentang apa?" Ujarku mengalihkan pembicaraan.
Andira menggerutu kecil lalu membalas ucapanku, "gue emang senang tinggal di Irlandia, secara negara ini gue idamkan sejak dulu. Tapi..."
Ada jeda sebentar, aku tetap menunggu lanjutan jedanya.
"Ternyata gue gak bebas seperti khayalan gue dulu waktu gue ingin tinggal di Irlandia. Tapi ternyata Papi mempercayakan ponakkannya kepada gue. Gimana dong? Apalagi gue juga sebal banget sama Ardigo yang sifatnya nyebelin, ngeselin plus dingin kayak gitu. Dan kau harus tahu, setiap hari kita ini beradu mulut. Dia egois dan menyebalkan."
"Ardigo?" Cicitku sambil mengernyit bingung. Ardigo siapa ya? Soalnya baru kali ini aku mendengar dari mulut Andira menyebut nama Ardigo. Dan selama aku dan Andira bersahabat, nama Ardigo belum pernah kudengar dari mulutnya. I really curious, who's that guy?
Terdengar suara helaan napas, "gue belum cerita ya sama lo, lupa gue. Ardigo itu sepupu gue. Dia diutus sama Uncle Al agar dia bisa hidup mandiri. Tapi kalau ada dia hidup gue gak bisa bebas seperti yang gue bayangkan, Naaammmm...." Rengeknya.
Aku terkikik geli, "ahaha... Uncle Aldy punya anak cowok ya? Setahu gue anak Uncle Aldy cuma Polly, yang sering main sama kita?"
Jadi Ardigo itu anaknya Uncle Aldy? Mengapa aku belum pernah bertemu dengannya? Setahuku Uncle Aldy anaknya hanyalah Polly.
"Gue juga baru tahu, Namiraaaa... Baru tahu sekarang! Gue kira juga si Polly doang anaknya Uncle Al. Sok misterius banget itu anak, kenapa juga gue baru tau itu bocah." Sungutnya di seberang sana.
Aku tahu Andira sangat kesal sekarang.
"Yaudah ajak aja dia kencan daripada kalian adu mulut." Jawabku acuh.
Emang iya kan? Lebih baik ajakin aja si Ardigo kencan daripada Andira adu mulut sama Ardigo. Siapa tahu mereka cocok dan Andira bisa move on dari Fariz.
"Sialan lo! Kami sepupuan woy! Padahal baru aja gue mikirnya buat jodohin lo sama Ardigo."
Aku tersedak bumbu barbeque dari sosis. Gila ini anak. Masa jodohin aku sama sepupunya sih? Mendengar ucapan dia barusan tentang sifat Ardigo yang dingin, jutek dan sejenisnya dia bukanlah tipe cowokku. Seriusan deh. Tipe aku itu cowok yang kalem, gak selenge'an, baik, murah senyum bukan cowok yang jutek. Hih, ngebayangin sifat Ardigo yang jutek bin dingin aja udah merinding akunya.
"Lo gila ya! Masa jodohin gue sama si Ardigo sepupu lo." Ucapku kesal.
Dikira zaman siti nurbaya apa ya pakai jodoh-jodohin segala. Ogah, ih!
"Gue gak gila kali, Namira sayaanggg! Gue seriusss!!"
"Gak mau ah, gak suka gue dijodoh-jodohin kayak begitu." Tolakku.
"Ish!" Geramnya. "Dia tampan tahuuu! Cocok kok sama elo, dia dingin, kaku. Kalau loe kan baik, agak lebay dan orangnya pecicilan. Hihihi..." Ujarnya diakhiri kikikan kecil.
Sialan! Masa aku dibilang lebay sama pecicilan. Kalau di bilang baik sih akunya gak apa-apa. Tapi kalau dibilang pecicilan dan lebay?! Rasanya ingin aku ceburin Andira di kolam empang!
"Tauk ah, males gue ngomong sama lo lagi." Rajukku.
Andira terkekeh di seberang sana. "Nami, main ke sini lah, mulai masuk kuliah lo masih tiga bulan lagi, kan? Jadi lebih baik lo sebelum masuk kuliah temani gue di Irlandia. Gue gak ada teman di sini. Kalau sama Ardigo mah kami berantem mulu."
Aku tersenyum, ternyata Andira walaupun jauh disana masih mengharapkan aku di sampingnya sebagai sahabat baiknya. I feel special.
"Iya, insyaallah ya, Dir."
"Oke sip, gue matikan dulu ya, mau makan siang sama Ardigo dulu."
"Ciyee... Yang mau nge-date makan siang." Godaku.
"Sialan!"
***
Aku duduk termangu di depan tv. Di rumah yang megah ini hanya aku, dan asisten rumah tangga. Papa dan Mama ke Brazil karena Papa harus berlayar di Brazil.
Ya, Papa bekerja di bidang pelayaran sebagai Kapten. Kalau Mama sibuk membuntuti Papa agar Papa tidak punya selingkuhan. Karena Mama takut Papa punya selingkuhan. Makanya setiap Papa berlayar Mama pasti selalu mengekor.
Papa bukannya risih Mama selalu ngikut, malah bahagia karena ada istrinya selalu di sampingnya. Mama bersikap posesif seperti itu karena banyak tetangga bilang 'dimana dia berlayar pasti di tempat pemberhentian ada cadangan'. Ya ibaratnya seperti itu. Jadi Mama takut kalau gosip tetangga akan jadi kenyataan. Ck.
Aku rindu mereka. Sangat rindu. Mama dan Papa kembali ke Indonesia bulan depan. Aku ingin bertemu dengan mereka. Tapi bagaimana? Tugas Papa di Brazil belum selesai dan aku harus sabar menanti kepulangan Papa dan Mama bulan depan.
Mungkin menghilangkan rinduku pada orangtuaku dengan cara bertemu dengan Andira di Irlandia. Ya, mungkin dengan cara begitu sedikit rasa rinduku hilang. Daripada tinggal di rumah semegah ini hanya asisten dan aku, lebih baik aku memesan tiket menuju Irlandia.
Aku merogoh smartphone-ku, lalu memencet tombol angka yang sudah kuhapal dari luar kepala.
"Halo, sayang,"
Suara teduh Mama membuatku ingin menangis saking kangen sama Mama.
Aku merindukan Mama juga Papa, hiks...
"Ha-halo, Ma." Suaraku bergetar menahan isak tangis yang sebentar lagi akan pecah.
"Nami, kamu gak apa? Kok nangis sih? Kamu kenapa, sayang?" Suara Mama terdengar panik.
"Nami kangen sama Mama, hikss..." Dan pecahlah tangisku yang susah untuk di bendung.
Terdengar suara helaan napas, "mama juga kangen sama kamu, begitupun Papa. Sabar ya sayang, tugas Papa di sini belum selesai."
Aku hanya mengangguk, walaupun Mama tidak bisa melihatnya, "iya Ma, Nami ngerti kok. Um... Nami boleh izin sama Mama dan Papa untuk pergi beberapa hari ke Irlandia, Ma?"
"Irlandia? Tinggal sama siapa?"
"Tinggal sementara di apartement Andira, Ma."
"Yaudah gak apa, Mama izinin."
Secepat itu aku mendapat izin darinya? Ah, syukurlah.
"Terima kasih, Mama,"
Setelah itu sambungan pun terputus. Aku menyeka air mataku yang jatuh dan membekas di pipi.
Setidaknya aku bisa menghilangkan sedikit rasa rinduku pada Papa dan Mama.
Aku bilang ke Andira by email kalau aku akan ke Irlandia. And hell yeah, aku juga sedikit penasaran sama pria yang namanya Ardigo itu, sepupu Andira yang baru kuketahui namanya namun belum tahu parasnya.
--Priska Savira—