tiba tiba

688 Words
Malam ini, tiba-tiba ia mengajakku makan malam. Ketika kutanya dalam rangka apa? ia hanya menjawab makan malam biasa. Aku mengenakan gaun hitam panjang kesukaanku dan Mas Aldo mengenakan jas dan berpenampilan sangat rapi sehingga nampak begitu tampan dan memukau. "Kenapa segitu rapinya, memangnya kita mau makan di mana?" "Di fine dining, sekali-kali." Ia menjawab singkat sambil merapikan rambutnya. *** Suasana restoran yang mewah dengan cahaya temaram canndelier membuatku nyaman berada di resto ala Prancis tersebut. Alunan musik dan pendar lilin menambah kesan romantis. "Waw, keren ya, restonya," cetusku membuka obrolan. "Iya, ... Kamu mau makan apa?" tanyanya. "Mmm, bingung juga, soalnya baru pertama kali, tapi ... terserah mas Aldo saja. "Aku udah pesankan makanan tadi pas reservasi online, mau menu tambahan?" tawarnya. "Gak usah, cukup itu aja." "Baiklah," Ia menyimpan kembali ponselnya di saku lalu, aku dan dia kembali terdiam dalam hening. Seperti ada sesuatu yang canggung untuk di utarakan atau dilakukan. "Ehm ... mengenai hal yang semalam, aku mohon sama kamu, tolong tidak usah membahas lagi hal-hal yang sensitif, aku gak mau kita berantem gegara hal yang gak penting ... kumohon," ujarnya sambil menatap mataku dan meraih tangan lalu mengusapnya. Aku hanya mengangguk saja walau dalam hati ini masih ada yang janggal. Namun, aku tak ingin merusak suasana makan malam dengan perdebatan yang tidak pada tempatnya. Ia merogoh saku lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru merah, lalu membukanya. "Ini, hadiah untuk wanita paling istimewa dalam hidupku ... Dewi, aku mencintaimu." Ia menyematkan cincin di jari manisku dan mengecup kening dengan mesra. Aku kehilangan kata-kata menerima perlakuan demikian manis darinya. Sangat romantis. Hatiku yang gersang seperti di siram kesejukan, bagaimana tidak, selama ini ia sudah begitu sibuk. Hubungan kami berjalan biasa-biasa saja. Kegiatan dan kesibukan harian yang membuat kami jarang barbagi kasih. Dan malam ini, ia begitu ... aku tak menduganya, ia semanis ini. Aku terharu dan membalas pelukannya. "Makasih, Sayang," ucapku. Dan ia membalas dengan kecupan di bahu dan di pipi dengan hangat, menciptakan romansa dan gairah yang manis tak terhingga. Kami makan malam sambil bercerita dan bercanda, layaknya pasangan kekasih yang baru saja berjumpa. Namun, ada sedikit hal yang aneh, ia selalu melirik dan terlihat salah tingkah selama setengah jam yang lalu. Gesturnya gelisah dan senyumnya seperti di paksakan, kadang juga ia tak fokus dengan apa yang aku bicarakan. Aku ingin mencari tahu, tapi aku harus berhati-hati. Baru saja akan bertanya padanya, tiba-tiba mataku menangkap pantulan seorang wanita yang duduk di belakangku dari gelas minuman. Kucoba perhatikan namun masih samar. Bahasa tubuh suamiku makin tak nyaman. "Bentar ya sayang, aku ke toilet dulu," pintanya. "Oke," jawabku. Kubalikkan badan untuk melihat ke arah belakangku dan ya, aku terpana seketika. Wanita yang semalam mengirim puisi ada tepat di belakangku, dengan rambut di gedung dan gaun keemasan sedang makan malam sendirian. Kami sesaat bersitatap lalu ia dengan santainya melempar senyum termanis miliknya, dan aku pun membalas. Gejolak dalam hati ini tak perlu kugambarkan. Sungguh, aku murka. Namun aku tak punya bukti saat ini. Wanita itu bangkit sesaat kemudian, menuju pintu samping. Entah kemana. Suamiku juga, sedari tadi ia belum kembali dari toilet. Firasatku merasa tak enak, aku mulai gelisah dan was-was. Maka, aku bangkit untuk memeriksa dia ada dimana. Aku menyusul ke tempat cuci tangan dan mencek toilet pria dari jauh, tapi hasilnya nihil. Ruangan itu sepi, kuedarkan pandangan ke semua tempat, memindai keberadaan suamiku. Kuputuskan keluar mencarinya, ke koridor hotel dan resto namun masih sama, nihil. Hingga aku menuju lift dan kutemukan suamiku di sebelah lift sedang ... Ia tak sendiri namun sedang.... Aku gemetar seketika, jantungku serasa berhenti berdetak, napasku memburu dan aku merasa disampahkan oleh suami sendiri. Bayangkan saja, ia di sana sedang bermesraan, saling memeluk dan mengecup, dengan mesra, dengan penuh cinta dan gelora. Sedang aku yang berdiri tak jauh darinya, dengan wajah yang dibanjiri air mata dan rasa yang tak mampu kuucapkan dengan kata-kata. Baru saja tadi ia memberiku sebuah kesan dan rasa bahagia yang tiada Tara, kini ia mnghujamku ke dasar luka, dalam waktu dua puluh menit saja. Luruh sudah, hancurlah semua cinta dan kepercayaan yang sudah kupupuk dan kubangun selama ini. Jangan lupa vote ya ❤️❤️❤️❤️/
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD