Bab 1. Salah Kamar

3166 Words
"Hayuk semangat, yuk!" Seorang perempuan dengan postur badan yang agak berisi berteriak di depan gedung yang menjulang tinggi berlabelkan AB PROPERTY. Di tangan kirinya sudah ada map yang berisi dokumen lamaran pekerjaan, sedangkan di tangan kanannya sudah penuh oleh makanan yang belum ia habiskan di perjalanan tadi. Dengan sangat percaya diri dan penuh dengan semangat yang membara beranjak mendekati gedung itu. Akan tetapi, ketika ia melihat bayangan dirinya dari kaca gedung, ia sontak terhenti. Cukup lama berdiri memperhatikan pantulan dirinya. Aneh, namun nyata. Ia menghela nafas panjang, semangatnya sedikit merosot turun layaknya rollercoaster. "Apa mungkin aku keterima kerja di sini?" Tanyanya. Memiliki berat badan 70 kg dengan tinggi badan 158 cm, membuatnya merasa kalau dirinya saat ini berada di tahap gendut. Membuatnya insecure. Padahal, ia hanya sedikit berisi saja. "Aish! Kalau aku gak keterima, aku gak jadi pensiun travelling!" Putusnya dan masuk ke dalam gedung itu. *** "Perkenalkan saya Kalma Lavina, lulusan dari universitas X pada tahun 2016. Sejauh ini, saya belum memiliki pengalaman kerja di perusahaan manapun karena saya lebih fokus dengan blog saya tentang travel. Dan sekarang, saya sangat percaya kalau saya bisa diterima menjadi staff di perusahaan ini." Kata Kalma memperkenalkan dirinya di hadapan pria rapi dengan nametag Nathan. Kalma sangat gugup saat ini, bahkan tangannya juga sampai keringat dan gemetar. "Duh, kok dia diam terus, ya? Apa karena mulut aku bau jigong atau apa nih? Diam-diam bae!" Gerutu Kalma dalam hatinya. Berusaha untuk tetap tersenyum, meski merasa kurang nyaman dengan tatapan Nathan yang kini mulai meneliti dirinya. Naik-turun dengan tatapan yang intens. "Apa karena aku gendut, terus dia gak mau terima aku gitu? Dih dia juga kayaknya gendut, tuh!" Cercanya dalam hati. Nathan berdehem, membuat fokus Kalma kini kembali padanya. "Begini, karena dalam penerimaan karyawan baru ini akan diadakan seleksi langsung oleh atasan kami, oleh karena itu keputusan tidak bisa Anda ambil saat ini." Ujarnya. "Jadi, kapan saya bisa datang seleksi?" Tanya Kalma. "Untuk yang dokumen lamarannya diterima nanti akan kami kirimkan email dan datang melakukan tahap seleksi. Dan mungkin itu berkisar dua Minggu ke depan, baru kami bisa memberikan keputusan." Jelasnya. Kalma mengangguk paham. "Kalau dua Minggu lagi, bisa nih aku ngerayain liburan sebelum benar-benar pensiun." Batinnya. "Baik, pak. Saya tunggu keputusannya dan saya berharap bisa berkontribusi di perusahaan ini." Ujar Kalma, pamit undur diri. *** Gili Trawangan, menjadi tempat pilihan Kalma sebagai bentuk perayaan terakhir kalinya ia pergi travelling sebelum benar-benar akan disibukkan dengan pekerjaan kantor, meski ia belum tahu apakah ia akan diterima atau tidak. Ia sudah sampai di Lombok, langsung pergi ke Pelabuhan Bangsal, kemudian menyewa speed boat untuk membawanya menuju Gili. Sebab ini akan menjadi liburan yang paling berkesannya, maka tidak akan ada yang namanya irit-iritan. Dia mengeluarkan semua tabungan yang ia punya selama ini demi untuk liburannya yang terakhir kalinya. Terlalu niat!. Pondok Santi Estate—menjadi tempat penginapan Kalma selama berada di Gili ini. Meski menyandang nama Pondok, namun bukan berarti penampilannya akan seperti gubuk. Bahkan itu sangat berbanding terbalik. Penginapan Kalma ini sangatlah berkualitas dan fasilitas yang diberikan juga tidak main-main. Memiliki balkon kamar pribadi dengan kolam renang yang luas, WiFi dan sarapan yang gratis, bahkan juga tempatnya yang berdekatan langsung dengan pantai dengan panorama yang indah. Tidak hanya itu saja, di Pondok ini juga terdapat halaman menghijau yang sangat luas yang bisa digunakan untuk santai-santai dan beberapa rumah kecil seperti joglo untuk healing. Masuk ke dalam kamarnya, Kalma langsung menghambur ke ranjang empuk miliknya. Kebanyakan design yang digunakan memang dari kayu, namun hal itu memberikan kesan yang sangat berbeda, dibandingkan dengan penginapan-penginapan modern yang sering ia temui pada kebanyakan traveling yang ia lakukan selama ini. "Huft.... Akhirnya sampai juga di tempat impian. Setelah ini aku tidak mau melewatkan momen meski sedetik pun." Gumamnya tipis. Namun, sensasi nyaman dari ranjang itu malah membuatnya terlena untuk terlelap. Ia mengkhianati dirinya sendiri atas apa yang ia katakan beberapa detik yang lalu. Bukannya melanjutkan kegiatannya untuk mengeksplorasi berbagai sudut tempat ini, ia malah lebih dulu terjun ke pantai kapuk. Bahkan, sepatunya belum dilepas. Mungkin dia lelah. Namanya juga hidup. *** Kalma terbangun karena getaran perutnya yang belum diisi dan sudah mendemo sejak tadi dengan tidak sabaran. Sudah sore hari menjelang petang, ia dengan malas bangun untuk membersihkan wajah bantalnya dan beranjak keluar dari kamarnya. Ia sempat bertanya-tanya pada beberapa orang tentang rumah makan mana yang dekat dengan penginapan, dan yang tentunya dibisa dijangkau dengan jalan kaki. Sebab perutnya yang sudah memberontak tidak sabaran dan ia harus segera mengisinya. "Duh, derita jadi orang gendut. Dikit-dikit makan, dikit-dikit lapar. Lapar, kenyang, tidur. Balik lagi ke lapar. Gitu aja seterusnya." Gerutunya. Akhirnya ia menemukan rumah makan terdekat. Tanpa banyak tanya, ia langsung memesan beberapa menu andalan milik rumah makan itu, dan yang tidak boleh di lupa adalah nasi putih. Sebab ia adalah orang Indonesia, dimana menggunakan jargon kesayangan, 'kalau belum makan nasi, belum kenyang!'. Tidak cukup dengan satu porsi, masing-masing dari menu yang ia pesan ia pesan dobel sehingga mejanya penuh dengan pesanannya. Maka tak heran kalau badannya menjadi berisi. "Dietnya nanti kalau udah keterima kerja aja. Sekarang mau manjain diri sendiri biar gak banyak ngeluh!" Ujarnya, dan kembali bersemangat menyuap makanannya dengan sangat geragas. *** Setelah selesai makan, Kalma pergi ke pesisir pantai untuk menikmati indahnya senja. Ia berbaring di salah satu sofa angin yang sudah disediakan begitu bebasnya. Berbaring sambil melihat matahari yang perlahan-lahan kembali ke peraduannya dengan membawa warna yang begitu mempesona. Pantulan orange yang dipadukan dengan suara ombak pantai, membuatnya begitu tenang menikmati senja ini. "Andai aku kesini sama pacar, pasti aku udah peluk mesra dia. Tapi, apalah daya. Jangankan punya pacar, teman pun kadang datang saat butuh duit aja." Gumamnya. "Badan gendut, kecil pula. Kalau ketemu pria malah maunya ngehindar terus. Gimana mau punya pacar coba?" Herannya, pada dirinya sendiri. "Apalagi standar calon suamiku berkualitas banget. Badan berotot, wajah manis, senyum yang bikin diabetes, alis tebal, gigi gingsul, perhatian, gak pelit kayak sugar Daddy, keluarganya baik, dan kalau bisa cinta aku apa adanya tanpa paksa aku buat diet. Hadeh... Mimpi aja aku sampai mampus!" Katanya lagi merenungi nasibnya yang kurang beruntung. Ke-asikan menggerutu, menyalahkan dirinya sendiri dengan mata yang tertutup dan diterpa oleh angin senja, membuatnya kelewatan nyaman. Ia bahkan tak sadar kalau kesadarannya sudah diseret kembali untuk terlelap, apalagi kondisinya dia sudah makan begitu banyak. Tambah membuatnya terlelap nyenyak. Hanya saja, jangan sampai karena terlalu nyaman membuatnya tidak sadar kalau dia sudah terseret ombak dan hanyut di tengah lautan luas. *** Kalma langsung terkejut ketika dibangunkan oleh seseorang yang kebetulan melewati sofa angin miliknya. Setelah mengucapkan rasa terimakasih pada orang itu, ia memutuskan untuk kembali ke penginapannya meski separuh kesadarannya masih tertinggal di sofa angin tepi pantai itu. Ia berjalan begitu malas-malasan hingga sampai di penginapannya. Beberapa ada yang menyapanya, namun ia hanya menanggapi mereka dengan senyuman aneh khas orang yang masih ngantuk. Akibat rasa kantuknya yang berlebihan, Kalma sampai kebingungan tentang letak kamarnya dimana. Dia bingung antara dua ruangan di sampingnya kini. Dengan kesadaran yang separuh, ia mencoba untuk menebaknya. "Cap cip cup kembang kucup. Mana kamar Kalma yang cantik!" Katanya dengan malas. Dan tangannya terarah pada kamar di sebelah kanannya. Tanpa berpikir lebih lanjut lagi, ia sudah memutuskan untuk masuk ke kamar itu. Tapi, anehnya adalah ketika ia hendak membuka kuncinya, malah pintu itu sudah terbuka. Kalma terkekeh, "ternyata aku punya tenaga dalam buat buka pintu tanpa kunci." Ucapnya sambil tertawa tipis. Ia membuka sepatunya satu per satu dan melemparnya ke segala arah. Membuka kaitan bra-nya, melepasnya dan lagi-lagi melemparnya tidak karuan. Setelahnya, ia langsung naik ke ranjang, menarik selimut dan melanjutkan tidurnya dengan nyaman. Tidak lama dari itu, Kalma merasa kalau tubuhnya sedang di raba-raba, tapi ia enggan untuk membuka mata. Ia hanya menepis tangan itu sembari menggerutu, "percuma aku bayar mahal di kamar ini kalau ngusir hantunya aja gak bisa!" Gerutunya. *** Byurrrr! Air dingin langsung menyentuh kulit. Kalma yang lagi bahagia-bahagianya di dunia mimpi harus terpaksa bangun sebab ia mendapatkan siraman air di pagi hari, tanpa ada alasan yang jelas. "Siapa yang begitu berani nyiram aku!" Kesal Kalma, mengusap wajahnya yang basah kuyup dengan selimut yang menutupi tubuhnya. "Gue!" Suara cempreng dari perempuan itu membuat Kalma sontak berhenti dan segera melihat perempuan itu. Perempuan dengan badan ramping, wajah imut ke-bule-an, dengan baju yang begitu stylish dan mewah. Bahkan yang paling mencolok adalah high heels, yang seketika membuat Kalma bergidik ngeri. "Ngeri banget sama heelsnya. Itu kalau kecolok mata bisa buta!" Batinnya. "Kenapa lo ada di kamar gue? Gue gak ngenal lo, Udin!" Kata Kalma. Dia bangun dari ranjang, memungut celananya dan memakainya tanpa malu di depan perempuan yang ia sebut sebagai Udin. Kebiasaan buruk Kalma adalah dia tidak bisa tidur kalau masih memakai bra dan celana. Sebaliknya, jika dia melepas dua benda itu, maka tidurnya sangatlah nyenyak seperti pagi hari ini. Bahkan kemungkinan untuk bangun kesiangan itu sangatlah bisa terjadi. "Udin?! Enak banget lo manggil gue dengan panggilan itu!" Sergahnya tidak suka. "Yaudah, gitu aja ngamuk! Lo ngapain di kamar gue, Udin?!" Kalma masih keras kepala dengan menyebut nama perempuan itu sebagai Udin. Dia masih tidak menyadari kalau di sampingnya kini ada seorang pria yang masih terlelap tidur. "Lo gak lihat orang yang di samping lo itu?" Tanya perempuan itu, dengan kacak pinggang yang terlihat begitu marah. Dia menunjuk ke sebelah Kalma. Kalma menoleh ke sampingnya singkat, "oh, cuma pria aja." Katanya santai. Namun , tidak lama setelahnya dia langsung tersadar, sampai membuatnya membulatkan mata sempurna. Dia kaget dan langsung menghindar. Tangannya masih menunjuk ke arah pria yang masih tertidur tanpa baju itu. "Kenapa ada bocah tua di kamar ku?!" Serunya tidak percaya. Perempuan yang tadi menyiram Kalma malah terkekeh geli. "Drama sekali si gendut ini. Padahal dia yang tidur dengan pacar gue, malah sengaja gak ngaku. Dih, pelakor zaman sekarang pinter-pinter banget aktingnya!" "Heloooo...." Katanya lagi dengan nada yang sewot di depan Kalma. Meski perasaannya sedikit tersentil dengan kata gendut, Kalma tidak mau mendebat lebih dari ini. Ia menyerobot gayung di tangan perempuan itu, dengan cepat beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air. Tidak lama dia balik, ternyata untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh perempuan itu sebelumnya. Byurrrr! Air dingin itu kini bergantian menyiram pria yang sedang tidur dengan terlelapnya. "Woi!!!" Pria itu terkejut dan bangun terpaksa ketika air yang dingin itu menyentuh kulitnya. Ia langsung tersadar saat itu juga. "Hei! Kenapa lo nyiram gue?!" Tanya pria itu pada Kalma dengan nada yang nge-gas. Kalma mengangkat bahunya tidak peduli, memberikan kode yang mengarah ke perempuan itu. "Tuh pacar lo marah. Cepat keluar dari kamar gue!" Kata Kalma dengan penuh percaya diri. "Mimpi lo! Ini jelas-jelas kamar gue. Lo kali yang keluar dari sini!" Bantah pria itu. Kalma menatap pria itu sinis. Mereka berdua seakan sedang berperang dalam diam. Cukup lama hingga ada yang menginterupsi mereka. "Coba jelaskan sama aku, apa yang terjadi dengan semua ini?! Kamu menyuruhku untuk datang pagi-pagi ke kamar mu, tapi aku malah melihatmu yang sekamar dengan perempuan lain, bahkan saling peluk. Tidak hanya itu saja, kalian bahkan sama-sama terbuka." Tanya perempuan itu pada pria yang kini masih kebingungan. "Dih, ni perempuan kayaknya cukup bisa garang juga. Wajah imut tidak menentukan ke-kaleman ya ternyata." Batin Kalma, memperhatikan perempuan itu. "Untung aku gendut." Batinnya lagi. Punten, tidak ada hubungannya, Kalma. Matanya berkeliaran meneliti seluruh ruangan ini. Tak lama ia sadar kalau ternyata ia tidak menemukan kopernya di kamar ini. "Mampus! Malu banget. Ternyata aku yang salah kamar. Bego banget, sih!" Gerutunya dalam hati, menyalahkan dirinya yang begitu ceroboh. Masuk ke dalam kamar orang lain dan menjadi pemicu keributan antar pasangan. "Tapi aku tidak melakukan apapun!" Bantah pria itu lagi. Ia bangkit dari ranjang, namun tidak lama membuat dua perempuan di kamar itu melotot tidak percaya. Ternyata, pria itu hanya memakai boxer saja. Sontak membuatnya menarik selimut untuk menutupi dirinya. Perempuan itu tampak kembali kecewa. "Aku tetap tidak akan percaya. Kamu jelas-jelas selingkuh di depanku." Katanya. Dia menunjuk ke arah bra Kalma yang masih belum terpakai dengan baik di tempatnya. "Ini apa? Bagaimana mungkin aku bisa berpikir dengan baik kalau aku menemukan kalian dalam keadaan yang seperti ini. Kamu yang hanya memakai boxer saja, sedangkan dia sudah melepas bra-nya. Bahkan aku juga melihatnya yang melepaskan celananya. Apa yang kalian lakukan sebenarnya berduaan di sini!" "Mampus! Singa betina marah." Katanya dalam hati, bergidik ngeri. Kalma yang melihat bra merahnya pun langsung memungutnya segera. Ia juga memungut sepatunya. Dengan cengiran tanpa salah, ia beranjak mendekati pintu. "Nanti aku pakai milikku. Lanjutkan saja pertengkaran kalian. Kalau kalian putus, jangan salahkan aku, ya. Aku hanya salah kamar aja." Katanya dengan santai. Ia pamit undur diri. Alih-alih meredakan pertengkaran pasangan itu, ia malah kabur tanpa beban sedikitpun. Ketika ia sampai di dalam kamarnya, ia langsung bersender di pintu. Sengaja menabrakkan kepalanya dengan pintu itu. "Sumpah, bego banget aku. Bisa-bisanya aku bikin mereka berantem hanya karena kecerobohanku sendiri yang salah masuk kamar." Katanya. Saking kesalnya, ia sampai menarik bra miliknya sampai talinya putus. Ia menatap bra-nya yang sudah rusak. Melemparnya kesal sembari berkata, "gara-gara kamu, aku jadi nanggung malu dunia-akhirat!" *** Tok.... Tok.... Tok.... "Sebentar!" Kalma dengan cepat meraih handuk di dekatnya. Segera memakainya dan beranjak membuka pintu untuk tamu yang sedang mengetuk pintu itu. Ia sampai lupa kalau belum membersihkan rambutnya yang masih penuh sama busa shampoo. Ceklek! Kalma terheran-heran. Dia tidak menemukan siapapun ada depannya, tapi ia merasa yakin kalau yang mengetuk pintu tadi tertuju jelas pada kamarnya. "Kayaknya penginapan ini beneran ada setannya, deh. Masa iya bisa ngetik pintu sendiri?!" Tanyanya keheranan, seketika membuat bulu kuduknya berdiri. BAAA! Suara keras itu seketika membuat Kalma terkejut bukan main. Sampai membuatnya latah. "Woi! Ngapain lo ngetuk pintu gue!" Tanya Kalma pada pria yang sempat berselisih dengannya. Pria itu tidak menjawabnya, malah tatapannya mengarah pada da*a Kalma. Kalma sontak melihat apa yang menjadi fokus pria itu, dan ketika ia menyadarinya, ia langsung menendang pria itu. "Cab*ul!" Brak! Langsung menutup pintu, berlari menuju kamar mandi dan melanjutkan mandinya yang sempat tertunda. "Gak nyangka banget aku bisa ketemu sama pria c***l di sini. Aku gak nyaman. Tapi, masa iya aku pulang gitu aja? Aku bahkan belum foto-foto sebagai kenang-kenangan pensiun." Ucapnya. *** Kalma berusaha untuk tidak peduli dan tetap melanjutkan liburannya di Gili ini. Ia tetap pergi mengekplorasi berbagai tempat di sini, meski beberapa kali pula bertemu secara tidak sengaja dengan pria itu. Tak ada kata damai. Kalma ataupun pria tanpa nama itu selalu mendebat di segala pertemuan tanpa sengaja mereka. 'SELAMAT! LAMARAN PEKERJAAN YANG ANDA AJUKAN BEBERAPA HARI YANG LALU DITERIMA TANPA SELEKSI SEBAGAI STAFF BIDANG PEMASARAN. OLEH KARENA ITU, KAMI MENGHARAPKAN KONTRIBUSI ANDA SECEPATNYA. TERIMAKASIH' Susunan kata itu langsung membuat mata Kalma membulat sempurna. Ia tak sengaja menerima notifikasi email yang masuk ke ponselnya saat ia sedang jalan-jalan malam di tepi pantai. "Horeeyyyyyyyyyyyy! Akhirnya aku bisa jadi orang kantoran!" Serunya kegirangan. Dia sampai tidak menyadari kalau di sekelilingnya masih ada orang yang menatapnya dengan tatapan aneh. "Aku pulang besok pagi!" Katanya lagi dengan sangat senang. Saking senangnya, ia berlari dengan cepat kembali ke penginapan. Meloncat-loncat, kadang sampai berputar-putar sembari bernyanyi tidak jelas. Dia sangat senang dan dunia seakan miliknya seorang, kini. "Woi, ndut!" Panggilan itu sontak membuat Kalma berhenti. Ia melihat pria yang sudah menjadi musuhnya beberapa hari di sini. Setiap kali bertemu, akan tercipta adegan Tom and Jerry yang saling cakar satu sama lain. Namun, sepertinya malam ini akan berbeda. Kalma malah berlari dan memeluk pria itu. Bahkan pula sampai berjingkrak, membuat pria itu mengikutinya. "Gue senang banget. Akhirnya gue keterima kerja!" Seru Kalma, masih memeluk pria itu. Bahkan kini, ia juga mengajaknya berputar. "Selamat ya, ndut!" Kata pria itu. Tapi, tidak lama kemudian Kalma langsung sadar. Dia spontan mendorong pria itu hingga sedikit terpental darinya. "Inget, kita itu MUSUH!" Tekan Kalma dan berlari menuju kamarnya. Dia tidak menyadari bagaimana reaksi pria yang tadi dia peluk. Pria itu menahan senyumnya sembari tatapan tertuju pada lorong kamar mereka. "Lucu banget. Ternyata ini rasanya dipeluk sama cewek gendut. Kenyal-kenyal gimana gitu." Ujarnya. Tidak lama, tawanya lepas. "Lucu banget, sumpah!" *** "Senangnya dalam hati, punya kerjaan baru...." Nyanyi Kalma sambil mempersiapkan dirinya untuk kerja pagi ini. Setelah mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima kerja, Kalma langsung bertolak paginya. Dia bahkan menyiapkan beberapa hal sebelum benar-benar masuk kerja, seperti kemeja, celana kerja, bahkan sampai rok span. Dia juga membeli make up dengan semua perintilannya. Sayangnya, beberapa dari hal yang ia beli itu akan berakhir percuma, sebab rok span yang ia beli malah tidak bisa naik ke pahanya. Terhenti di betisnya karena dia membeli span yang salah ukuran. Pula dengan make-up. Dia tidak bisa dandan yang dipadukan dengan segala warna dari eyeshadow, ataupun blush-on. Malah, ketika ia mencobanya, berakhir dengan look seperti badut. Alhasil, segala persiapan yang diiming-imingi akan berakhir membuatnya good looking, malah ia terlihat biasa-biasa saja. Baju kemeja dengan celana bawahannya, tanpa make up. Ciri khas seorang Kalma Lavina. Tapi, hal itu tidak membuat semangatnya seperti rollercoaster lagi. Bahkan sampai di lobi kantor pun, dia masih percaya diri. Berjalan di tengah lobi membuatnya merasa seperti sedang fashion show. "Ndut!" Sontak, seruan itu membuatnya berhenti. Sudah beberapa hari dia tidak dihantui oleh panggilan itu, tapi ini terdengar dengan jelas oleh telinganya sendiri. Ia menoleh ke kanan-kiri, tidak menemukan siapapun. Ia sengaja menampar pelan pipinya guna menyadarkan kalau sekarang dia sudah ada di Jakarta, bukan lagi ada di Gili. "Aku cuman halu aja!" Katanya mengingatkan dirinya sendiri. Kembali memasang senyum dan melanjutkan langkahnya menuju ruang HRD. Tapi, baru saja dua langkah, suara itu kembali terdengar olehnya. "NDUT!" Tidak seperti sebelumnya, kini Kalma langsung menemukan pelakunya. Pria itu berdiri di depan lift dengan setelan jas yang rapi. Kalma berlari menuju pria itu. Sampai di sana, dia langsung memberikan jambakan. "Jangan panggil gue Ndut lagi!" Katanya dengan kesal. "Awww!" "Lepas!" Kalma melepaskan jambakannya. "Lagian kenapa lo kesini? Mau ngikutin gue lagi? Please, gue emang salah udah masuk ke kamar lo waktu itu dan gue udah minta maaf. Jadi, kamu pergi aja dari tempat gue kerja. Jangan malu-maluin gue di hari pertama gue kerja." Kata Kalma dengan nada yang hampir berbisik. "Oh iya?" Tanya pria itu dengan suara yang mengejek Kalma. Kalma langsung mencubit pria itu keras hingga membuatnya kembali mengaduh kesakitan. "Lagian kenapa sih lo pake setelan jas yang kayak gini? Biar keliatan keren, gitu? Malah makin keliatan dajjalnya!" Pria itu malah tertawa. "Gue juga kerja di sini, Ndut!" "Gak percaya gue!" Bantah Kalma. "Gue jujur banget, Ndut!" Kata 'Ndut' itu kembali terdengar oleh Kalma, membuatnya ingin menarik telinga pria itu. Namun terhenti ketika ada yang menyeru mereka, padahal tangannya sudah bertengger di telinga pria itu, tinggal tarik aja sekuat tenaga. "Pak Arka!" Kalma tidak jadi menarik telinga pria itu. Tapi, tatapannya sudah sangat kesal, berbanding terbalik dengan senyuman jahil dari pria itu. "Pak, hari ini jadwal kita sedikit sibuk karena liburan mendadak yang bapak lakukan beberapa hari yang lalu. Kita per--" "Katakan padanya, siapa aku di kantor ini." Pinta pria yang kini sedang saling tatap-tatapan gemas dengan Kalma. Pria yang diminta itu pun menatap Kalma. "Kenalkan, dia pak Arka Bagaskara, pimpinan perusahaan ini." Jelasnya. Seketika, perkenalan itu membuat Kalma menganga lebar, bahkan matanya pun membulat sempurna. "Gak mungkin!" Batin Kalma menolak kenyataan kalau pria yang selama ini mendebat dengannya adalah atasannya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD