Sisi Jung Man

1138 Words
Jung Man ingin punya kebebasan seperti idol lain. Mengencani wanita saat mereka senggang tanpa jadwal atau membiarkan waktu malam berlalu dengan sosok asing tanpa ikatan. Namun, Star Hit tidak suka artis mereka terlibat perasaan pribadi selama kontrak kerja belum habis. Jadi jalan satu-satunya , stylish atau pembantu umum kadang diminta mengalah. Sudah menjadi rahasia umum kalau staf perempuan harus rela disentuh demi menjaga mood idol. Meski kadang mirip prostitusi terselebung, tapi itu tetap dilakukan agar para idol yang beranjak dewasa tidak berujung stres kerja. Sejauh berkarir, Jung Man belum tertarik untuk mengencani staf umum atau stylish. Ia memang sering menggoda, tapi tidak lebih dari itu. Ini adalah kali pertama. Entah sebuah kebodohan atau hanya hasrat sesaat saja, tapi yang jelas Kanaya berhasil menerobos pertahanannya. -- Awalnya bibir Jung Man hanya menempel saja, tapi berhubung Kanaya tidak melawan, pada akhirnya berujung lumatan. Gadis itu tidak hanya terkejut, tapi tubuhnya susah digerakkan lantaran gugup. Pada akhirnya insting biologislah yang menang. Kapan lagi ada pria sesempurna Jung Man mau kontak fisik dengannya? Sebagai perempuan normal, tidak ada salahnya menerima kesempatan emas. Lidah Jung Man masuk, merespon mulut Kanaya yang perlahan membuka. Tangan gadis itu merayap naik, menyentuh bahu lalu berakhir melingkarkannya pada leher. Alhasil, ciuman mereka semakin dalam, saling mengaitkan lidah satu sama lain. Menghisap, bertukar saliva. Ke mana harga diri Kanaya? Mungkin menguap bersama tawa b******k iblis di kanan kiri tubuhnya. Tapi yang pasti gadis sebaik apapun, akan sulit menolak pesona Jung Man. Tubuh wangi, rambut lembab juga bibir lembut pria itu adalah racun ter magic. Otot di seluruh tubuh serasa ikut menegang tiap kulit mulut mereka bersentuhan. “Cukup,” kata Jung Man tiba-tiba saja melepas ciumannya. Moment di mana Jung Man tersenyum sinis, membuat bintang di hati Kanaya jatuh semua. Hancur, berkeping-keping tanpa sisa. Dia pasti mengerjaiku. Kanaya memekik dalam hatinya, malu sekali. Ia ingin menghilang saat Jung Man pergi, seperti baru saja membuang wanita yang tidak berharga. Benar, Jung Man seorang pendendam. Siapa yang akan terima kalau dicium saat mabuk? Walau kejadiannya tidak sengaja, tapi intinya tetap sama. Pembalasan tadi sungguh terlalu kejam. Sebagai manusia, harga diri Kanaya seakan direnggut secara paksa. Ah b******k, kenapa aku harus membalas ciumannya tadi? Batinnya menelan amarah. Ia menatap pekerjaannya yang masih berserakan. Masih lama untuk pulang, padahal hatinya sudah meraung karena penuh penyesalan. Pasti Jung Man tengah tertawa keras, mengejek betapa murahnya harga diri seorang Kanaya. --- Menjelang malam, Kanaya pulang tanpa berpamitan. Jung Man sejak tadi tidak keluar dari kamarnya, mungkin malas bicara. “Sunbae, bisa tidak aku keluar dari pekerjaanku?” tanya Kanaya pada Aera di panggilan telepon malam itu. Kanaya menempuh perjalanan yang cukup melelahkan karena ketinggalan bus. Tapi kini ia sudah berada di rumah, di atas pembaringan dan bersiap untuk tidur. Saat melihat ponsel, tiba-tiba saja bayangan seniornya itu datang. Jadi ia memutuskan untuk menelepon. “Kenapa? Kalau sudah tanda tangan magang mana bisa? Nanti kamu yang rugi kalau rekam kerjamu buruk. Memangnya ada apa? Jung Man menganggumu lagi?” tanya Aera dari seberang. Hening, Kanaya tidak segera menyahut. Mungkin bingung karena tidak mungkin jujur untuk sesuatu yang memalukan. “Aku cuma tidak betah.” “Tahan saja dulu, baru juga dua hari. Aku perhatikan, hasil kerjamu bagus. Jung Man tidak komplen dan selalu tepat waktu. Jarang-jarang dia begitu.” Entah itu pujian atau hanya beban belaka. Mengurusi Jung Man tidak sesulit itu. Kalau semua idol patuh, semua pekerjaan staf akan lebih ringan juga membahagiakan. Tapi masalahnya, baru dua hari saja, Kanaya sudah terlibat skandal rahasia. “Baiklah, aku akan menenangkan diri saja.” “Kalau begitu sudah ya, kita bertemu di kantor besok.” Tut. Panggilan kemudian ditutup. Aera memang terdengar cuek dan tidak peduli, tapi percayalah, ia sendiri juga memikirkannya. Mencari pengganti asisten sungguh pekerjaan paling sulit. Jung Man tipikal simple tapi susah diatur. Kalau moodnya buruk, acara syuting atau manggung pasti berakhir tidak bagus. Tapi dua hari ini Aera cukup tahu kalau Jung Man menyukai keberadaan Kanaya di sana. Suasana hatinya lebih bagus dari hari biasa. Malam itu, Kanaya tertidur tanpa mandi atau makan dulu. Bahkan saking pulasnya saat Seo Wo masuk, ia sama sekai tidak bergerak. “Mana hamburgerku!” usik Seo Wo cemberut. Bibir kecilnya cemberut lantaran kecewa dengan janji palsu kakaknya. --- Di hari berikutnya, Aera tiba-tiba ijin sakit perut. Ia memang sedang hamil muda dan sebentar lagi mengundurkan diri. Kanaya tidak menyangka kalau pada akhirnya ia diumpankan untuk menggantikan posisi sunbaenya itu. Dari menata rambut, memilih sepatu juga baju, dikerjakan secara cepat juga tepat. Sedang dua pembantu umum di belakang bertugas mengangkat barang sponsor juga membereskan meja rias. “Tolong ambilkan aku tissu,” pinta Kanaya pada seorang staf pembantu. Di show pertamanya, Jung Man sempat tertidur karena kelelahan di ruang dance. Yang Kanaya dengar hobi gymnya membuat waktu istirahat terpangkas habis. “Aku butuh air hangat, tenggorokanku tiba-tiba kering,” ucap Jung Man tanpa menoleh. Kanaya dengan sigap mengambil termos berisi air lemon. Ia menuangkannya di gelas lalu meletakkannya di atas meja. Interaksi keduanya cukup profesional. Terlepas dari kejadian kemarin, Kanaya berusaha menjalankan pekerjaannya dengan baik. Meski di beberapa kesempatan, keduanya sering terlihat canggung. Jadwal hari ini sampai jam sepuluh malam. Ada tiga acara off air di tempat yang lumayan berjauhan. Untung saja konsepnya sama, jadi tidak terlalu banyak membawa baju ganti. “Tunggu, ada sesuatu di atas kepalamu,” kata Kanaya berjinjit. Jung Man tidak mau mengalah, ia berdiri dengan cuek sambil memainkan ponsel. Namshil yang sejak tadi melihat itu dari jauh tiba-tiba mendekat untuk mengambilkan. Sikap sok ikut campur itu membuat ekspresi wajah Jung Man mendadak kecut. “Maaf.” Namshil membungkuk lalu berbalik untuk mengurus pekerjaannya lagi. Kebetulan hari ini ia menangani lighting panggung. Tidak hanya Jung Man, Kanaya cukup terkejut tadi. Mereka hanya bicara sekali waktu itu, tapi Namshil mau membantu. “Pacarmu?” tanya Jung Man asal. Ia benci hubungan asmara di tempat kerja. Star Hit tidak melarangnya, tapi Jung Man muak. Ia iri dengan pekerja biasa yang menikmati hari mereka tanpa rasa cemas. Tapi kenapa justru sumber uang sepertinya malah dikekang? “Iya dia pacarku.” Tanpa pikir panjang, ia mengatakan sebuah kebohongan. Akhirnya ia menemukan cara agar tidak dipandang sebelah mata. Punya seorang kekasih mungkin bisa mengusir sikap usil Jung Man. “Jadi kamu mau bilang kalau ciuman dengan pria selain pacarmu itu tidak masalah?” decih Jung Man membeliakkan mata monolidnya. Tunggu, apa kemarin itu hanya sebuah permainan dewasa tanpa rasa? “Tentang kemarin, anggap saja itu tidak pernah terjadi. Sekarang kita impas, kan?” ucap Kanaya sedingin mungkin. Jung Man harus tahu kalau sikap agresifnya kemarin bukan apa-apa. “Jadi, apa aku peduli?” Jung Man tersenyum sinis. Ingin rasanya ia tertawa karena marah karena Kanaya punya pacar. Kanaya, bagaimana kalau lain kali aku menyeretmu ke atas tempat tidur? batin Jung Man menatap ujung rambut hingga kaki Kanaya dengan tatapan yang sulit diartikan. Gadis itu menggumamkan hal tidak jelas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD