TITIK TEMU
[56] Menikmati kesendirian
___________________________
Setelah beberapa hari fokus kepada hidupnya; tanpa menggunakan akun sosial medianya. Hari ini Shena pun memutuskan untuk melihat tentang perkembangan kasusnya waktu itu. Apakah akunnya masih ramai dan panen hujatan atau tidak! Setelah video kekerasan itu viral, banyak orang yang tidak dikenalnya ikut menyerang. Mengatakan tentang omong kosong karena tanpa bukti sama sekali. Dan seperti yang Shena bayangkan sebelumnya! Walaupun fans-fans banyak yang mendukung dirinya kembali, tetapi tetap saja ada segelintir orang yang menyerangnya.
Shena tersenyum dengan sinis saat menatap beberapa fans-nya yang menandai banyak postingan dari akun-akun bodong—katakan saja seperti itu karena tidak berani untuk mencantumkan identitas aslinya di Layarkaca. Mereka menggunakan kata-k********r untuk memojokkan dirinya, bahkan ada yang membuat postingan tidak pantas dengan beberapa fotonya. Shena hanya menghela napas panjang, heran dengan manusia-manusia yang bahkan tidak mengenalnya, namun berlagak seperti tukang bully yang bernyali tinggi.
Cewek itu hendak memasukkan ponselnya ke dalam tasnya sebelum akhirnya bergetar beberapa kali, lagi. Shena membuka ponselnya kembali dan mendapati beberapa pesan dari nomor tidak dikenal—seperti biasa, bukan? Nomor itu adalah milik seseorang yang mungkin sangat membenci dirinya. Shena tidak mau asal menuduh, namun itu nyatanya. Seseorang dibalik pesan itu hanya berani mengirimkan pesan kepadanya tanpa berani memunculkan diri di depannya.
Dengan nekad, Shena mendekatkan ponselnya ke bibirnya. Membuat sebuah pesan suara yang akan dia tujukan kepada orang itu. Shena sudah tidak peduli lagi, walaupun kendati sering ketakutan sendiri. Semenjak mempunyai Albi, semua rasa khawatirnya seperti hilang entah kemana. Walaupun tidak hilang semuanya, setidaknya Shena berani mengeluarkan pendapatnya atau lebih tepatnya emosinya.
"Gue enggak peduli apapun yang Lo omongin. Mau seberapa sering Lo mengancam gue, gue enggak takut sama sekali. Silakan temuin gue kalau memang Lo punya nyali." Tandas Shena lalu mengirim pesan suaranya kepada orang diseberang sana.
Setelah itu, barulah Shena masuk ke dalam mobilnya. Akhirnya Erlangga benar-benar menepati janjinya untuk membiarkan Shena bebas seharian ini saja. Tentunya Shena pergi pun tanpa Simon dan tanpa kawalan dari orang-orang Papinya. Shena bisa merasakan nikmatnya sendirian setelah bertahun-tahun mendapat pengawalan ketat dari para pengawal yang menyebalkan. Mungkin, hanya Simon yang bisa bertahan. Laki-laki itu sangat tangguh sekali menghadapi orang semacam Shena yang memang sangat menyebalkan. Karena sudah banyak pengawal yang memilih untuk mengundurkan diri atau meminta ditempatkan pada divisi lain di perusahaan daripada harus menjaga putri tuannya yang tidak bisa diatur.
Cewek itu melajukan mobilnya dengan pelan, meninggalkan rumah megahnya yang mirip seperti kastil penyihir. Dulu dia berpikir bahwa dirinya adalah tuan putri yang sedang tinggal di istana. Ternyata pada kenyataannya, dia adalah penyihir yang tinggal di dalam kastil gelap. Seperti itulah perasaan Shena. Dia benci dengan segala suasana yang pernah ada di dalam hidupnya.
Hanya membutuhkan waktu beberapa menit sampai akhirnya Shena memasuki gerbang sekolah. Baru saja masuk, mobilnya sudah menjadi perhatian banyak orang. Apalagi setelah Shena keluar dari dalam mobil—semakin jelaslah pandangan mereka tentang siapa pemilik mobil mengkilap itu. Shena menatap beberapa orang yang sejak tadi memperhatikan mobilnya. Ada yang tersenyum tipis, namun ada juga yang mencibir. Shena menghela napas panjang, video itu ternyata berbuntut panjang. Padahal sudah diklarifikasi, namun masih saja ada orang yang memojokkannya.
Shena mendengar beberapa orang yang mengatakan tentang video itu sambil berbisik-bisik, di depannya. Namun dengan santainya, cewek itu memilih menatap mereka. Shena tetap saja Shena—cewek pemberani yang judesnya minta ampun. Bisa bayangkan 'kan, dia mampu membuat banyak orang kewalahan atas dirinya, pasti tidak mudah menyingkirkan hama-hama yang membuatnya emosi?
Baru saja hendak melangkah meninggalkan parkiran. Sebuah motor yang melewatinya menuju ke parkiran motor, membuatnya kaget. Shena berjalan dengan cepat menuju ke parkiran motor, mendekati cowok itu.
"Albi," panggilnya kepada cowok yang baru saja melepaskan helm-nya.
Albi menatap Shena yang berada di belakangnya, "tumben bawa mobil sendiri? Pengawal Lo kemana?"
"Udah dipecat!" Jawab Shena dengan asal.
"Serius?"
Shena menggeleng sambil tersenyum tipis, "bercanda! Hari ini gue enggak mau dikawal. Tumben juga Papi kasih ijin."
"Jam pertama, guru ada rapat, 'kan? Temenin gue sarapan di kantin, yuk!" Ucap Albi yang saat ini berhadapan dengan Shena. "Lo udah sarapan apa belum?" Sambung Albi.
"Udah sih!"
Mereka saling berpandangan dan akhirnya sama-sama tersenyum. Ada perasaan canggung ketika bertemu, mungkin karena kejadian kemarin.
"Makasih karena ada buat gue kemarin. Gue enggak tahu gimana seandainya, enggak ada Lo!" Ucap Albi.
"Hm ... kebetulan aja gue di sana. Terus, gue juga ngerasa lega karena bisa ada disamping Lo." Ucap Shena dengan menatap Albi serius. "Gue senang karena kita bisa sama-sama, Bi. Gue merasa kalau gue enggak sendiri lagi. Ada Lo yang bakalan nemenin gue dan selalu dengerin apapun yang gue ceritain." Sambung Shena.
Albi mengangguk, "apapun yang Lo mau ceritakan ke orang lain tapi enggak bisa. Lo bisa cerita sama gue. Apapun dan kapanpun, gue akan selalu siap jadi cowok pertama yang dengerin keluhan Lo tentang dunia."
"Widih~ pagi-pagi udah pacaran aja nih berdua." Sindir Nandan yang entah sejak kapan muncul.
Albi menghela napas panjang, "Lo sejak kapan di sini? Naik apaan? Motor Lo enggak ada!"
"Biasalah, gue diantar supir soalnya." Jawab Nandan sambil menunjuk ke arah Rilo yang berjalan di belakang.
"Apaan?" Tanya Rilo yang tidak mendengar ucapan Nandan barusan.
"Enggak pa-pa! Gue cuma bilang kalau Lo ganteng hari ini." Jawab Nandan dengan tersenyum menggoda.
"Najis!" Jawab Rilo dengan ketus.
Shena diam-diam melirik Albi yang tampak bersikap seperti biasanya. Padahal semalam, cowok itu sangat terlihat rapuh dan hancur. Apakah semua orang mempunyai topeng seperti ini? Terlihat kuat dan tegar, bahkan hampir tidak terlihat mempunyai masalah, namun pada kenyataannya hatinya hancur berantakan.
"Kenapa Lo ngelihatin gue kaya gitu?" Bisik Albi ketika mereka berjalan ke dalam gedung sekolah, melewati hall untuk sampai ke kantin.
Shena menggeleng, "katanya, kita harus mensyukuri apapun yang kita punya hari ini. Jadi ... gue mencoba mensyukuri punya cowok kaya Lo."
"Lo berusaha gombalin gue?" Tandas Albi yang menoyor kepala Shena pelan. "Gue masih ingat dengan jelas di dalam memori gue, kalau Lo yang hampir bikin Rainbow cafe gulung tikar." Sambung Albi dengan menyindir Shena secara halus.
Plak. Shena memukul lengan Albi dengan cukup keras. Membuat Rilo dan Nandan spontan menoleh ke arah belakang.
"Kalian ngapain sih KDRT di sekolah?" Tanya Rilo heran.
"Diam Lo!" Jawab Albi dan Shena bersamaan.
Shena dan Albi saling berpandangan, kemudian kembali tertawa pelan.
"Stress!" Ucap Nandan dan Rilo.
•••••