TITIK TEMU
[30] Video kekerasan viral
__________________________
Nandan meletakkan sepiring batagor di atas meja, tepatnya di depan Albi yang sedang membaca buku. Tidak ada hari tanpa membaca buku yang sebenarnya sangat membosankan untuk dilihat Nandan dan Rilo. Albi seperti tidak bisa dipisahkan dari buku; pasangan yang serasi. Nandan dan Rilo menyimpulkan bahwa Albi hanya bisa bucin kepada tumpukan bukunya. Mungkin semenjak Ibunya memaksa Albi untuk bimbel tanpa henti, cowok itu memutuskan untuk belajar dengan giat agar nilainya tidak dikalahkan lagi.
Cowok itu berusaha untuk belajar apapun agar tidak ketinggalan dengan yang lain. Bukan bermaksud untuk mengalahkan siapapun yang ada di sekolah ini. Namun untuk membuat Ibunya tidak banyak menuntutnya lagi. Sudah cukup hari-hari panjang Albi untuk menuruti keinginan sang Ibu yang memintanya ini dan itu. Bahkan, untuk menolaknya saja, ia tidak mampu.
Terkadang, Albi ingin menikmati masa remajanya seperti remaja pada umumnya yang diisi dengan hal-hal seru bersama dengan teman-teman, berjalan-jalan, nongkrong sampai malam, camping di pantai, mendaki gunung, atau melakukan banyak hal yang biasanya dilakukan oleh para remaja yang menurutnya sangat menyenangkan. Tidak seperti sekarang, Albi tidak mempunyai keinginan dan pengalaman apapun. Semua hanyalah tentang belajar, belajar, dan belajar. Mana mungkin Ibunya membiarkannya istirahat walaupun beberapa jam.
"Hm ... makan!" Sentak Rilo yang sudah tidak tahan melihat interaksi antara Albi dengan bukunya yang semakin hari semakin romantis; selalu berdekatan setiap hari.
Albi meletakkan bukunya di atas meja, "iya, nanti gue makan. Ada banyak pelajaran yang harus gue pelajari mulai sekarang. Beberapa Minggu lagi 'kan udah mulai UTS. Harus banyak belajar supaya semua nilai gue stabil."
"Bukannya nilai Lo stabil, asam lambung, iya!" Ketus Nandan yang sejak tadi sudah mengunyah bakso goreng. "Makan sama belajar harus seimbang!" Sambungnya sok bijak.
Albi menggelengkan kepalanya pelan sambil menarik piring berisi batagor ke arahnya, "menurut gue, makan dan belajar Lo enggak seimbang sama sekali deh! Lo kebanyakan makan, belajar Lo kurang. Bukannya pintar, gendut, iya."
"Kena mental enggak Lo?" Sindir Rilo yang puas dengan jawaban Albi yang langsung tepat sasaran mengenai Nandan.
Nandan yang dikatai Albi pun hanya memasang wajah sebal, "walaupun belajar gue enggak seimbang, banyak cewek yang suka sama gue."
"Enggak ada hubungannya!" Sambar Albi yang memukul lengan Nandan dengan bukunya.
Nandan meringis kesakitan, "kenapa Lo demen banget sih nabok pakai buku? Bukannya pinter, sakit iya."
Albi hanya diam saja, tidak membalas ucapan Nandan yang semakin fokus dengan makanan-makanan di atas meja mereka. Jika bukan Rilo yang membelikan, mana mungkin mereka bisa makan enak terus di kantin. Ada banyak makanan yang sebenarnya bisa Albi dan Nandan beli. Hanya saja sayang jika hanya untuk makan sekali saja. Apalagi rata-rata harga makanan di kantin lumayan mahal. Mungkin karena sekolah mereka juga yang katanya lumayan bagus.
"Btw, cewek-cewek pada kemana sih?" Tanya Rilo yang melirik ke kiri dan ke kanan, mencari keberadaan Liliana, Sofya, dan mungkin ... Shena.
Albi hanya mengangkat bahunya, tidak tahu. Selama ini 'kan Albi tidak terlalu peduli dengan keberadaan teman-temannya. Jika tidak bersama dengan mereka, berarti berkumpul dengan teman sekelas cewek mereka yang lain. Albi selalu tidak ingin hidup dengan ribet, memikirkan sesuatu yang tidak penting. Walaupun begitu, Albi tetap peduli kepada Liliana dan Sofya. Namun dia tidak akan se-detail itu untuk mengetahui kemana teman-temannya. Karena sejatinya, mereka semua mempunyai kehidupannya masing-masing.
"Nemenin Shena! Enggak tahu pada nemenin di mana." Jawab Nandan seadanya. "Tapi ... kayanya Shena enggak tahu deh kalau video yang menyangkut namanya itu baru-baru ini viral di Layarkaca dan Watching. Kasihan banget sih, dia!" Sambung Nandan dengan wajah prihatin.
Albi mengalihkan pandangannya ke arah Nandan dan Rilo, "tapi ... kalau di video itu benar-benar dia? Kalian bakalan terus percaya sama orang yang sudah melakukan kekerasan kepada teman sekolahnya sendiri? Masuk akal enggak sih kalau cewek itu pindah ke sekolah kita karena ada kasus ini? Kekerasan?"
Rilo menganggukkan kepalanya pelan, "walaupun begitu, Lo yang bilang sama kita semua untuk enggak mudah mengambil kesimpulan dalam suatu permasalahan. Kita 'kan belum dengan sudut pandang Shena. Lagian korban dan pelaku enggak kelihatan wajahnya, blur! Enggak ada bukti juga kalau itu Shena. Terus ... kalaupun itu muka Shena, banyak kok jaman sekarang aplikasi yang bisa digunakan untuk edit wajah. Jaman sekarang, bocil SD aja udah canggih-canggih."
"Gimana Lo bisa bijak begitu?" Tanya Nandan kepada Rilo yang tiba-tiba berubah bijak. Namun, apa yang dikatakan Rilo memang benar.
Albi tersenyum sinis, "tapi ... gue enggak percaya sama cewek gila itu! Pasti ada yang dia sembunyikan 'kan sampai pindah ke sekolah ini."
"Udah ... jangan banyak menerka tentang orang lain yang baru kita kenal. Walaupun Shena hampir bikin bangkrut Rainbow cafe, penilaian Lo harus selalu objektif. Jangan sampai kita terlalu berprasangka yang bikin pikiran kita jadi semakin kotor. Itu yang Lo omongin juga!" Imbuh Rilo yang sepertinya mengingat semua ucapan Albi.
Albi mengangguk, "sebenarnya, Lo nge-fans sama gue? Kok jadi semua yang gue omongin, Lo hafal?"
"When Albi said..." Goda Nandan yang membuat mereka tertawa.
"Cepetan dihabisin! Bentar lagi bel, nih. Pelajaran jam pertama olahraga, ganti baju juga." Ucap Albi sambil menyuruh kedua temannya untuk menghabiskan makanan yang cukup banyak di atas meja.
Mereka buru-buru menghabiskan makanan mereka. Setelah itu mereka bertiga bergegas ke kelas, mengambil seragam olahraga. Terlihat beberapa cewek sudah selesai berganti pakaian dan menguncir rambut dengan rapi. Apalagi Shena yang cantik dengan seragam olahraga barunya dan juga rambutnya yang bergelombang dikuncir kuda.
"Shena cantik banget," ucap Nandan yang menggoda Shena.
Rilo mendorong tubuh Nandan dengan kasar, "mata Lo kalau udah lihat yang bening! Cepetan ganti dan jangan bikin Albi ngamuk-ngamuk!"
Shena bertatapan dengan Albi yang saat ini juga menatapnya. Walupun begitu, mereka tidak saling sapa sama sekali. Bukankah hubungan mereka sudah buruk sejak awal?
Albi masuk ke dalam ruang ganti untuk mengganti seragamnya dengan kaos olahraga. Nandan dan Rilo sibuk bicara dengan teman sekelas mereka yang lain. Mungkin hanya Albi yang diam saja karena kepikiran tentang beberapa hal yang sebenarnya tidak perlu dia pikirkan.
"Guys, gawat!" Ucap salah satu anak cowok yang masuk ke dalam ruangan ganti. "Kelas kita bakalan digabung sama kelas dua belas IPS-1." Sambung cowok itu heboh.
Terdengar keluhan panjang dari semua anak cowok kelas sebelas IPA-1 karena kelas olahraga mereka harus digabung. Mereka semua akhirnya memutuskan untuk datang lebih lambat. Namun yang mereka lihat ketika berada di lapangan adalah, Liliana dan Sofya yang dipegangi beberapa anak cewek kelas dua belas itu, Shena yang berada di tengah lapangan dengan dikerubungi banyak cewek kelas dua belas yang lain, sedangkan cewek kelas sebelas IPA-1 yang lain hanya menonton—tidak berani ikut campur.
Albi menatap Shena yang dilempari bola basket bertubi-tubi dari cewek kelas dua belas itu.
"JANGAN GANGGU DIA!"
•••••