01

640 Words
Trenggalek, 24 September 2019 Wajah perempuan itu mendongak, menatap sayu pada manik mata kekasihnya. Bibirnya bergerak hendak mengucapkan sesuatu. Tapi nyalinya ciut dan memilih diam beberapa menit tanpa kata. Saling memandang satu sama lain. Perempuan itu mendesah berat. "Liel," Panggilnya setelah berhasil mengumpulkan keberanian. "Ya?" Balas Adriell dengan dahi berkerut. Kedua matanya fokus menatap Alesya tanpa kedip. Mengamati setiap lekuk wajah cantik kekasihnya. "Kamu masih suka sama aku?" Setelah berperang dengan pikirannya sendiri, akhirnya Alesya berhasil mengucapkan kalimat sakralnya. Adriell mengangguk singkat "Ya Sa." Sebelumnya Alesya sangat bahagia karena cinta pertamanya terbalaskan. Dia bahkan tak menyangka akan memiliki hubungan istimewa dengan Adriell. Dia sempat berpikir dia hanya mimpi namun tenyata dia memang mengalaminya. Adriell adalah lelaki yang baik dimata Alesya lelaki yang bisa melindunginya, bertanggung jawab dan selalu ada untuknya. Terhitung hubungan mereka sampai sekarang sudah memasuki bulan ke lima. Namun seiring berjalannya waktu Alesya semakin hafal akan sifat dan sikap Adriell kepadanya. "Aku minta kita akhiri saja hubungan kita Liel." Alesya tahu tidak ada manusia sempurna didunia ini. Bagi Alesya, Adriell terlalu posesif dengannya apalagi mengenai penyakitnya. Sudah tidak ada toleransi lagi. Apalagi satu bulan belakangan ini sikapnya semakin membuatnya risih, ruang geraknya dibatasi. Ditambah lagi kejadian tak mengenakkan satu bulan lalu ketika melihat Adriell merokok bersama Fais, salah satu anggota gengnya yang bernama FAB (Fais, Adriell, Byan) Alesya tak tahan diperlakukan seperti manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa dan bisanya menyusahkan saja. Setiap waktu Adriell selalu berada di samping Alesya. Bukan karena mereka memiliki hubungan spesial, namun karena penyakit Alesya yang menyusahkan banyak orang, termasuk Adriell juga terkena imbas oleh penyakit Alesya. Tentu saja Alesya risih diperlakukan seperti itu. Belum juga cemoohan para siswa-siswi padanya yang dikatakan manja, anak Mama dan masih banyak lagi. Adriell menaikkan kedua alisnya, mencoba mencerna perkataan Alesya "Maksudnya apa?" "Kita putus Liel, terhitung dari detik ini." Alesya menengadah, berusaha tidak menjatuhkan air matanya yang sudah tergenang di pelupuk. Kemudian memutar tubuhnya membelakangi Adriell, menarik napas panjang-panjang. Alesya masih mencintainya sungguh. Namun dia tak tahan akan sikap Adriell padanya ditambah kepribadian buruk Adriell yang belum lama ini Alesya ketahui. "Aku enggak mau." Dirasakan lengan Alesya ditarik paksa hingga mau tidak mau tubuhnya kembali menghadap Adriell. Perempuan itu hanya menunduk, tak berani menatap Adriell karena cairan bening sudah mengucur deras di pipinya tanpa permisi. "Aku nggak mau!" Ucap Adriell lagi. "Aku minta putus!" Sekuat tenaga Alesya menepis cekalan tangan Adriell. Kembali Alesya memutar tubuhnya dan berjalan menjauhi Adriell. "Aku tahu kamu masih suka sama aku Sa." Langkah Alesya terhenti seketika, seperti ribuan paku berhasil menancap di kakinya. "Tapi aku nggak bisa berbuat lebih jika itu mau kamu." Suara Adriell terdengar semakin jelas dari sebelumnya, ternyata lelaki itu sudah berdiri disamping Alesya. Adriell memaksa memutar tubuh Alesya agar berhadapan dengannya lagi. Alesya hanya bergeming ketika tangan Adriell menyentuh dagunya, memaksa Alesya untuk membalas tatapan dinginnya. Lalu disusul dengan mengusap air mata Alesya dengan punggung tangannya. Detik kemudian dia meninggalkan Alesya tanpa kata. Ada rasa kehilangan seiring Adriell melangkah menjauhinya. Alesya temangu melihat kepergian lelaki yang sudah mewarnai hari-harinya selama empat bulan ini. Apa yang keluar dari mulut Alesya justru berbanding terbalik dengan isi hatinya. Setelah Adriell pergi meninggalkan Alesya sendirian di taman belakang. Air matanya justru semakin deras membasahi pipinya. Entah itu karena tidak rela hubungan mereka sudah berakhir atau perasaan sayang yang masih bersarang di hatinya. "Sa?" Alesya segera menghapus air matanya dengan terburu-buru setelah mendengar namanya di panggil. Perempuan itu menoleh dan menatap tak percaya ke arah lelaki yang baru saja memanggilnya. "Are you okay?" Byan datang dan menuntun Alesya untuk duduk di kursi taman. Alesya hanya mengangguk menjawab pertanyaan Byan. Padahal keadaannya sebaliknya. Hancur! "Gue dengar semuanya Sa." Alesya terkesiap mendengar ucapan Byan. Sejak kapan Byan datang. Padahal Alesya berharap tidak ada yang tahu jika hubungannya dengan Adriell berakhir hari ini. Batin Alesya sedikit kesal. "Sorry gue nggak sengaja." Nasi sudah menjadi bubur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD