8. Bertemu Himsa.

1021 Words
Terhitung tiga bulan setelah perceraian itu. Anjani menerima undangan pernikahan dari Fajar. Mereka akan menikah sekitar dua minggu lagi dari hari ini. Dan saat ini Anjani akan pergi mendatangi sebuah perusahaan yang sedang membutuhkan seorang Cleaning Service. Ia sudah memberikan lamaran seminggu yang lalu. Dan ia sudah diterima. Jadi saat ini Jani tinggal langsung kerja seperti yang di kabarkan oleh pihak perusahaan. Anjani sebenarnya tidak berniat untuk bekerja di saat bayinya baru menginjak enam bulan. Namun saat ini pendapatan nya sebagai penulis agak menurun. Jani tidak mau merepotkan kedua orang tuanya. Jadi jalan satu satunya adalah dengan bekerja menjadi Cleaning Service di sana. "Baiklah, selamat bekerja." ujar Lider Cleaning Service itu. Lalu Anjani pun pergi ke bagian toilet. Karena kebetulan ia kebagian membersihkan toilet itu. Namun sebelum ia masuk ke dalam bagian toilet itu. Ia melihat Ahimsa berada di sana dengan menggunakan seragam kantoran dan tengah berbicara dengan seorang lelaki yang juga memakai seragam kantoran seperti dirinya. Namun Pak Himsa ini memakai jas berwarna biru, dengan dalaman kemeja warna putih. Lalu lelaki yang satunya memakai jas berwarna hitam, dan terlihat seperti sedang mengiyakan apa yang dikatakan Pak Himsa itu. Entah apa yang mereka bicarakan. Karena Anjani segera masuk ke toilet. Selain itu, Anjani takut ketahuan oleh Editornya itu, kalau ia berada di sana. Lebih tepatnya ia merasa tidak enak sering bertemu dengannya. Mengingat waktu itu Himsa menemuinya di pengadilan agama dengan membawa banyak keperluan Andi dan Katar. Yang bahkan Fajar suaminya tidak pernah membelikan itu. Pantas saja kalau Mamahnya sampai berkata bahwa Himsa menyukai dirinya. Karena kebaikan laki laki tampan itu tidak bisa dianggap sepele. Sementara ini, Ahimsa yang tengah mengobrol dengan rekan bisnis itu. Merasa ada yang sedang memerhatikan dirinya. Sehingga ia menoleh ke arah toilet. Namun yang ia dapatkan hanya punggung seorang Cleaning Service saja. "Ada apa Pak?" tanya lelaki yang berseragam hitam itu. Dia Tedy, bawahannya Himsa. "Eh, ada penerimaan Cleaning Service baru kah?" tanya Himsa. "Setahu saya, Iya, Pak. Kenapa? apa saya perlu mengumpulkan semua Cleaning Service untuk bertemu Bapak?" "Ah, enggak perlu. Saya hanya merasa kalau dia wajahnya familiar aja." "Oh, kalau gitu. Saya pamit dulu, Pak." "Baiklah." Lalu lelaki Tedy pun pergi. Sementara ini Himsa masuk ke dalam ruangannya. Dia menatap ruangan seorang CEO yang baru saja ia tempati. Perusahaan kecap ternama yang telah ayahnya wariskan padanya, baru sebulan ini. Dia harus undur diri dari pekerjaannya sebagai Editor, karena Ayahnya yang mulai sakit sakitan. Beliau sudah tidak bisa lagi memimpin perusahaannya. Sehingga mau tidak mau, Himsa harus segera bekerja di sana dan meninggalkan pekerjaan nya sebagai Editor, meski sebenarnya ia berat. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah poto di mana Bianka dan seorang artis laki laki yang menjadi pemain utama di Film pertamanya novel yang dibuat gadis yang dicintainya itu. Ahimsa tidak marah melihat gambar itu. Karena ia tahu, bahwa saat ini Bianka sedang menghadiri suting film pertamanya. Namun yang membuatnya marah adalah ada caption di berita itu. Cinlok antara penulis hebat Bianka, dan seorang pemeran utama tampan, di novelnya! Ahimsa memutuskan untuk segera menelpon gadis itu. "Kamu di mana?" "Masih liatin suting." "Kamu baca berita enggak?" "Berita tentang apa?" "Kamu baca aja sendiri!" "Sebentar sayang. Jangan marah ya!" "Mana bisa aku enggak marah. Kalau beritanya rame kaya gitu." "Oh, itu cuma photo aku dan Dewa. Ah, mana mungkin artis hebat seperti Dewa suka sama aku. Itu hanya gosip aja sayang!" "Jadi kamu seneng kalau Artis itu suka sama kamu?" "Ikh, enggak gitu sayang." "Dari nada bicara kamu itu lo. Kamu kayanya seneng kalau Si Dewa suka sama kamu." "Ikh, ko gitu sih mikirnya. Kamu curigaan aja sih!" "Gimana aku enggak curiga. Kamu kayanya kesenengan bisa deket sama lelaki itu." "Sayang ...." Himsa memutuskan panggilannya. Ia sungguh kesal pada Bianka. "Jadi dia suka sama aktor itu?" Himsa tersenyum kecut. "Baiklah!" Himsa bangkit dari kursi kebesarannya. Ia sepertinya butuh kopi untuk menyegarkannya. Maka dari itu ia akan ke pantry saja untuk membuatnya. Meski ia memiliki seorang asisten. Tapi Himsa selalu membuat kopi sendiri. Sementara itu di pantry Anjani sedang membuat Teh manis. Ia merasa kalau dirinya sepertinya merasa haus. Dia kurang suka minuman dingin. Mengingat di sana ruangannya memang memakai AC. Jadi Jani memilih minuman hangat untuk menyegarkannya. Sebagai seorang ibu dari dua anak. Tentu saja energi Anjani memang terkuras. Selain harus mengurus dua anak, ia juga harus nulis, ketika pulang ke rumah. Beruntungnya Mamahnya selalu siap membantu dirinya. Namun tetap saja, Sebagai ibu. Anjani tetap harus menjaga anaknya dan tidak terlalu merepotkan sang Mamah. "Lelahnya!" dia memasukan gula dan teh, lalu di siram oleh air panas. Lalu di tambah air dingin setelah diaduk. Pikirannya kembali merambah pada kabar bahwa Editornya Ahimsa memundurkan diri. "Kira kira, Pak Himsa kenapa ya sampe memundurkan diri? dan dia sedang apa ya berada di sekitar sini, tadi." dia bermonolog sendiri, seraya sesekali menyesap teh manis hangatnya. "Kalau diganti sama editor lain. Kayanya takut agak kurang ramah. Aku kan kadang suka terlambat up date." tambahnya lagi. Ia sepertinya harus duduk di kursi, karena kakinya lelah sehabis membersihkan toilet beberapa menit yang lalu. Ia berjalan dengan melihat cangkir yang berisi teh manisnya. Tanpa ia melihat ke arah pintu yang di mana ada seseorang yang juga hendak masuk ke sana. Lelaki tampan dengan baju formal yang begitu menawan. Ahimsa berjalan masuk menuju patry. Sesekali melihat ke jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangan. Dengan sebelah tangan kirinya masuk ke dalam saku celananya. "Sepi banget, pada ke--" Suara cangkir jatuh ke atas lantai dapur, terdengar histeris. Juga ringisan suara perempuan di depannya seraya berjongkok meraih pecahan itu. Ahimsa mematung, kala melihat siapa perempuan yang tidak sengaja ia tabrak itu. "Jani!" Terhenti kalau mengambil puing puing cangkir itu. Anjani menemukan kedua sorot menawan itu. "Pak Himsa?" tanya nya. Melihat kedua tangan itu hendak kembali meraih pecahan itu. Himsa segera berjongkok dan meraih kedua tangannya Anjani. "Jangan diambil!" ujarnya, terdengar cemas. "Tapi, pak--" "Ayo ikut saya!" Lelaki tampan itu mengajaknya entah mau ke mana. Namun sebelum itu, Anjani dan Himsa dikagetkan dengan kehadiran Leader nya Jani. "Jani! kamu ngapa--" "Dia teman saya! Saya ada urusan dengannya!" Dan karena apa yang ditegaskan oleh sang atasan. Leadernya Anjani hanya mengangguk dan melihat Anjani di bawa atasannya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD