21. Search I

1002 Words
Rembulan terang itu menghilang. Sang surya dengan sigap menggantikan posisi rembulan kesayangannya. Burung-burung sontak berkicau nyaring. Para robot pun dengan segera melepaskan kabel pengisi baterai mereka untuk memulai hari baru lagi. "Saki!" Saki mengerjap. Semalam, sembari mengisi baterai Saki memikirkan sebuah pertanyaan. Saki berpikir, kenapa Davin tidak membunuh Ladam saja? Bukannya itu membuat dia tidak perlu membunuh dua orang tersayangnya itu. Hmm, pikiran Saki kini sedang dipenuhi akan hal itu. Dia berniat untuk menanyakan hal ini nanti pada Profesor Jula lagi. Profesor tua itu juga mengatakan, bahwa ada satu rahasia lagi yang belum ia beritahukan. Dan Saki sungguh penasaran akan hal itu. "Ya Ayah?" balas Saki berteriak di dalam kamarnya. "Teman-temanmu ada di sini, cepat kemari!" balas sang ayah berteriak juga. "Baik Ayah." Setelah menyerukan perkataan itu, Saki melangkah menuju pintu kamarnya. Dia lalu berjalan cepat ke lantai bawah untuk bertemu kedua kawannya itu. "Sup Saki?!" tanya Randra begitu melihat keberadaan Saki yang sedang berjalan di tangga. "Tidak usah berbasa-basi Ran. Ayo kita bergegas ke rumah Profesor Jula." Saki menjawab dengan ketus. Randra yang mendengar itu hanya bisa merotasikan matanya kesal. "Aku bertanya baik-baik juga." decak Randra. "Saki." Mendengar panggilan dari sang ayah, Saki menyahut dan berjalan ke arah ayahnya. "Ya Ayah?" tanya Saki. "Kau masih punya urusan dengan Profesor Jula?" tanya balik sang ayah. Saki mengangguk, tangannya mengambil cangkir milik sang ayah yang berisi minuman brown oil miliknya. Dengan pelan, Saki menyeruput cairan itu. Saki melihat ayahnya tersenyum. Dengan begitu, Saki meletakkan cangkir kecilnya dan memandang wajah sang ayah. Ayah Saki menggeleng pelan, "Tidak ada apa-apa Saki. Ayah cuma bangga akan kerja kerasmu. Itu saja." ujar ayah Saki menepuk pelan bahu Saki setelah bangkit dari duduknya. "Ayah mau mengisi baterai Ayah dulu. Kalian bersenang-senanglah." Saki mengangguk,"Saki pamit." "Ya, hati-hati!" balas ayah Saki dengan kaki yang terus melangkah di tangga rumahnya itu. "Ayo!" Mendengar ucapan Saki, Randra dan Sanka sontak melangkah keluar mengikuti Saki. Mereka berjalan beriringan menuju rumah Profesor Jula. Ketika berada di depan gerbang rumahnya, mereka tidak terkejut lagi melihat gerbang itu terbuka sendiri sebelum mereka mengucapkan sepatah kata pun. Mereka dengan tidak sabar berjalan cepat menuju pintu utama rumah profesor itu. Sekali lagi, pintunya terbuka sendiri tanpa mereka mengucapkan sepatah kata apa pun. "Prof!" teriak Saki ketika dirinya sudah berada di ruang tamu. "Ya Saki? Saya di sini, tidak usah berteriak seperti itu." Profesor Jula mengeluarkan suaranya dan keluar dari arah dapur. "Kalian datang pagi sekali. Kalian sudah tidak sabar?" tanya Profesor Jula sedikit kesal dengan kedatangan tiga kawan itu yang datang pagi-pagi seperti ini. "Haha, maaf Prof. Kita memang sudah tidak sabar dengan rahasia lainnya." Randra menyahut dengan tawanya. Profesor Jula menggeleng sambil berdecak beberapa kali. Dia mengayunkan lengannya menyuruh mereka untuk duduk di sofa panjang berwarna merah itu. "So Prof, kali ini, ada rahasia apa?" tanya Sanka penasaran. "Sebelum itu, aku mau bertanya Prof." Saki mengacungkan lengannya, dia menyela Profesor Jula yang terlihat akan berbicara. Profesor Jula menghembuskan napasnya pelan, "Bertanya apa?" "Ini tentang Davin." ujar Saki. "Hemm?" gumam Profesor Jula mengangkat kedua alisnya. "Kenapa Davin tidak membunuh Ladam saja?" pertanyaan itu akhirnya meluncur dari mulut Saki. Profesor Jula mengernyit, dia menggaruk samping lehernya sebelum menjawab pertanyaan itu. "Itu karena Ladam tidak bisa dibunuh. Dia punya senjata di bagian tubuhnya. Jika Davin membunuh Ladam, bisa dipastikan Davin yang pertamakali terbunuh. Paham?" jelas Profesor Jula. Saki mengangguk beberapa kali sambil menggumamkan ooh dengan panjang. "Ada pertanyaan lain, sebelum saya menjelaskan mengenal hal lainnya, kalian sebutkan dulu pertanyaan yang mengganggu pikiran kalian." ucap Profesor Jula meminta. "Tidak ada, aku tidak punya pertanyaan apa pun." Randra berucap menatap Profesor Jula. "Bagus. Jika tidak ada, saya lanjutkan pembicaraan yang sempat terpotong tadi." "Yes Prof, silahkan." Sanka mempersilahkan. "Hm," terdengar gumaman dari Profesor Jula. "Kalian ingin melihat dunia manusia?" Pertanyaan itu tentu membuat tiga kawan terperanjat kaget. Mereka bertiga saling melirik satu sama lain sebelum Saki mulai berbicara. "Apa maksudnya Prof?" "Apakah kalian tidak penasaran dengan manusia?" Profesor Jula balik bertanya. "Aku tentu penasaran Prof. Tapi, memangnya kita bisa melihat mereka?" Saki bertanya lagi. "Ya. Kalian bahkan bisa berbincang dengan mereka." jawab Profesor Jula lagi-lagi membuat mereka bertiga terkejut. "Really?" tanya Sanka tidak percaya. "Hemm. Untuk apa saya berbohong anak-anak." "Kalau begitu, dimana kita bisa bertemu mereka?" kali ini Randra yang mengajukan pertanyaan. "Kalian akan keluar dari sini." "Huh?" "Kalian akan pergi ke peradaban manusia. Kalian akan melewati perbatasan lalu bertemu dengan mereka." jelas Profesor Jula. "Itu .... sungguh bisa dilakukan?" Saki bertanya dengan nada tidak percaya. "Tentu. Jadi, kalian mau tidak?" tanya Profesor Jula menatap ke arah tiga kawan yang sedang terdiam itu. "Tentu saja kita mau!" Randra pertama kali menyahut dengan suara lantangnya. Sanka mengangguk, "Aku juga mau Prof!" jawab Sanka tak kalau bersemangatnya. Kini, mereka semua menatap Saki yang belum menjawab. Saki tersenyum lebar, "Tidak mungkin 'kan aku melewati hal ini semua?" "Hahahaha." Sanka dan Randra kompak tertawa mendengar jawaban yang Saki lontarkan. "Bagus! Nanti sore, kalian datang lagi ke rumahku. Akan ku tunjukkan jalan menuju wilayah perbatasan. Paham?" Profesor Jula berbicara dengan nada tegasnya. "Bain Prof! Kita akan kembali lagi nanti sore." jawab Saki mewakili kedua kawannya. "Kita permisi dulu Prof." Setelahnya, mereka melangkah keluar dari rumah Profesor Jula. Terlihat di sana, Profesor Jula tersenyum tulus melihat mereka bertiga. "Kalian yang akan membawa perubahan rupanya ..." gumam Profesor Jula pelan. *** Saki dan kedua kawannya kini sedang berada di tempat biasa mereka. Cafe Baiwin memang selalu ramai. Tapi hari ini, Saki pikir Cafe Baiwin terasa sangat ramai oleh pengunjung. "Ada apa ini?" tanya Randra memecah keheningan diantara mereka bertiga. "Hei!" teriak Sanka ke arah pelayan di sana. "Ya Tuan? Mau pesan apa?" tanya pelayan itu sopan ketika sudah berada di hadapan mereka bertiga. "Seperti biasa." jawab Saki. "Baik, apa lagi?" pelayan itu terlihat mengotak-atik tablet panjangnya. "Ada apa? Kenapa cafe ini terasa sangat ramai, akan ada apa memangnya?" tanya Saki dengan kening mengkerut. "Aah, itu, akan ada band yang sedang hits sekarang akan datang ke sini." Saki manggut-manggut, setelah itu menyuruh pelayan itu untuk segera menyediakan pesanan mereka. "Hanya sebuah band." Randra dan Sanka ikut manggut-manggut mengikuti Saki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD