1. Surat Cinta Ellen

1052 Words
"Aku tidak pernah mempermasalahkan kekuranganmu, meskipun pada akhirnya aku akan mengetahui semuanya nanti, Kau tau alasannya? Itu karena aku terlalu mencintai apapun tentangmu.."      Ellen berlari menyusuri lorong sekolah yang dua hari ini menjadi Sekolah barunya. Ellen terlambat karena kedua kakak laki- lakinya yang terus saja mengganggu sejak pagi tadi. Gadis itu terengah saat lorong Sekolah sudah sepi karna bel  berbunyi lima belas menit yang lalu. Gadis bertubuh mungil, berkulit putih dengan rambut panjang itu terlihat menyeka peluh di keningnya. Ellena Lathusya adalah nama gadis berwajah cantik yang menjadi primadona SMA Erlangga mulai dua hari yang lalu. Ellen mengetuk pintu kelasnya yang sudah dipadati siswa siswi yang duduk rapih di kursi mereka sendiri -sendiri. Di depan kelas, sudah ada bu Lasmi sebagai guru mata pelajaran Matematika. Semua siswa yang sibuk mengerjakan soal ulangan mengangkat wajah mereka saat gadis cantik berdiri dengan napas terengah di depan pintu kelas. Bu Lasmi menatap kesal  ke arah Ellen yang terlambat di jam pertamanya. Guru yang terkenal galak, tegas, disiplin dan tepat waktu. Tidak ada yang berani dengan JamPelajaran horro itu. Hanya satu siswa yang badung dan nakal, ia selalu telat dan tak luput dar hukuman Bu Lasmi. "Selamat pagi, boleh masuk?" tanya Ellen dengan wajah ketakutan melihat tatapan maut dari bu Lasmi. "Ellen..kamu ini ya! Siswa baru bisa- bisanya terlambat. Di jam pertama saya lagi! Kamu lupa ya hari ini ulangan?"  Kata bu Lasmi dengan intonasi tingginya. Ellen menundukan kepalanya takut dengan kemarahan bu Lasmi yang terlihat sangat galak. Ellen sendiri tidak pernah terlambat, dan ini kali pertamanya gadis itu terlambat berangkat sekolah. "Ellen! Kamu dengar ibuk?" Tanya Bu Lasmi lagi sambil berjalan ke arah Ellen yang masih mematung di depan pintu masuk kelas.Tangannya mengetuk-ngetuk ujung penggaris panjang ke lantai. Menimbulkan bunyi ketukan di tengah keheningan kelas.  "Dee..dengar, buk." jawab Ellen terbata- bata, menahan rasa gugub dan takut sekaligus. "Kamu saya hukum. Tidak boleh mengikuti mata pelajaran Matematika dan ulangan Matematika Bab ini. Sekarang kamu,  hormat di tiang Bendera sampai jam istirahat pertama!" Perintah Bu Lasmi yang membuat Ellen mengangkat kepalanya. "Hormat di tiang Bendera sampai jam istirahat pertama, Bu?" Ulang Ellen terkejut mendengarkan hukumannya. "Kamu nggak denger? Kurang jelas saya ngomong?" Tanya Bu Lasmi lagi membuat Ellen segera menggelengkan kepalanya. "Yaudah. Tunggu apa lagi!" Ellen menaruh tas miliknya di lantai bawah pojok kelas. Teman- teman sekelas Ellen menatap iba ke arah gadis berparas cantik yang terlihat sangat kasihan. "Yang lain diam! Kerjakan soal ulangannya!" "Yaudah, bu. Ellen pamit," kata Ellen kemudian berlalu dari sana. Ellen berjalan ke arah lapangan upacara. Keningnya berkerut saat melihat seorang siswa laki laki juga sedang berdiri menghadap tiang bendera. Cowok itu berpenampilan urakan, baju tanpa ikat pinggang, rambut acak-acakan dan sepatu berwarna hitam putih bertali.  Ellen mendekat ke arah siswa ituidan ikut berbaris di sampingnya.  Ellen meirik sekilas ke arah cowok bertubuh jakung yang mungkin setinggi kakak pertama Ellen, Elvan. Hidungnya mengendus-ngendus mendekat ke arah tubuh cowok itu. Menghirup aroma wangi yang di keluarkan dari bau tubuh cowok itu. Tidak seperti penampilannya, ternyata dia bersih dan wangi.  "Hay.." kata Ellen, mulai berani menyapa cowok di sebelahnya. Cowok  itu menengok sekilas ke arah Ellen kemudian kembali menundukan kepalanya dengan posisi istirahat di tempat. Merasa di cuekin, Ellen kembali menyapanya.  "Hay.." "Salam kenal yah, namaku Ellen. Aku kelas 11 IPS," kata Ellen dengan raut wajah cerianya. Tidak ada tanggapan dari cowok di sampingnya, Ellen menghela napasnya kemudian kembali berkata, "Nama kamu siapa?" Membulatkan matanya saat cowok di sampingnya itu menoleh lagi ke arahnya. Sangat tampan, bulu mata dan alis lebat, kulit putih, hidung mancung dan rahang kokoh. Nyaris sempurna. Ini pertama kalinya  dalam hdup Ellen melihat cowok dengan wajah nyaris sempurna. "Kelvin," jawabnya dingin. "Kelvin telat juga?" Tanya Ellen lagi. Kelvin diam, tidak bergeming. Cowok itu menyeka keringat yang membasahi wajahnya. Pagi ini cuaca cukup terik. Matahari tak lagi bersahabat dengan mereka. Ellen mulai merasa kepanasan. "Kelvin kelas berapa?" Tanya Ellen lagi. "12," jawab Kelvin singkat tanpa menoleh ke arah Ellen. "Waah brarti kakak kelas Ellen dong?"  tanya Ellen sambil mengangkat wajahnya melihat ke arah Kelvin yang lebih tinggi darinya. "Kelvin kenapa bajunya nggak di masukin? Kan  penampilan Kelvin jadi nggak rapih," lanjut Ellen sambil membelakangkan rambut panjangnya. "Serah gue," jawab Kelvin kemudian menarik paksa dasi di lehernya dan melepasnya secara asal. "Kelvin mau kemana?" Tanya Ellen lagi saat Kelvin berjalan meninggalkan tempat itu. Kelvin terus berjalan tanpa memperdulikan panggilan Ellen yang terus saja mengekorinya. Ellen mengikuti langkah Kelvin yang tiba-tiba meninggalkan hukuman mereka. Merasa berat hati sekaligus takut meninggalkan lapangan upacara. Tapi, akhirnya Ellen mengikuti Kelvin. "Ngapain lo ngikutin gue?" Tanya Kelvin sambil menatap datar ke arah Ellen yang tiba-tiba berhenti di belakangnya. "Ellen mau ikut Kelvin," kata Ellen sambil menggigit bibir bawahnya. "Nggak. Pergi sana!" Perintah Kelvin sambil membalikan tubuhnya lagi. Ellen tidak memperdulikan perintah Kelvin untuknya. Gadis itu kembali berjalan mengekori Kelvin yang menuju ke halaman belakang. Ellen mengedarkan pandangannya. Tempat ini sangat asing untuknya.  Baru pertama kali Ellen pergi ke tempat ini selama tiga hari ia bersekolah di SMA. "Jangan ikutin gue!" Perintah Kelvin tanpa menoleh ke arah Ellen yang masih menyapu pandangannya. "Ellen nggak tau harus kemana. Ellen nggak mau di hukum," kata Ellen menanggapi perintah Kelvin. "Itu konsekuensi lo telat," "Kelvin tau kalau Ellen telat dari mana?" Tanya Ellen penasaran. "Lo bilang tadi," Ellen menganggukan kepalanya kemudian berkata. "Eh iya maaf Kelvin, Ellen lupa.." katanya sambil terkekeh. "Kalau hukuman adalah konsekuensinya. Terus kenapa Kelvin lari dari hukuman? Padahal itu konsekuensinya Kelvin bikin kesalahan," lanjut Ellen dengan tangan yang saling bertautan di belakang pinggangnya. Kelvin membalikan tubuhnya menghadap ke arah Ellen dengan wajah kesal. "Bawel ya lo. Pergi sana!" Lanjutnya sambil menghela napas kasar. "Nggak mau, Ellen mau disini." "Lo nggak takut gue macem- macemin disini?" Ellen menggelengkan kepalanya. Dengan wajah polos dan lugu, ia tidak peduli dengan apa yang akan mereka lakukan setelah ini. Bernyanyi bersama, atau sekedar bercerita rasanya lebih menyenangkan dari pada harus di hukum di bawah terik matahari. "Lo tau penampilan gue brandalan? Lo nggak takut gue orang jahat?" Tanya Kelvin lagi. Ellen menggelengkan kepalanya sekali lagi. "Ellen tetep mau disini," "Yaudah. Lo disini biar gue yang pergi," kata Kelvin kemudian berlalu dari hadapan Ellen yang menatap dengan raut wajah kebingungan. "Kelvin mau kemana lagi?" Tanya Ellen tak terima di tinggal sendirian di halaman belakang Sekolah. Kelvin diam tidak menjawab pertanyaan Ellen. Cowok  itu pergi berjalan tanpa memperdulikan seorang gadis cantik yang sibuk mengejarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD