Bab 4: Asal Mula

1045 Words
Enam tahun lalu *** Kenakalan remaja adalah bagian dari pertumbuhan seorang remaja. Kebanyakan dari mereka mencari tahu apa yang membuat mereka penasaran. Begitulah tiga anak lelaki muda usia 18 tahun yang keluar malam hari. Mengambil perahu nelayan tanpa ixin. Mereka tidak berniat mencurinya. Mereka hanya ingin menjelajahi lautan bebas ketika orang-orang tertidur. "Ke mana kita akan pergi memancing? Kurasa kita sudah melajukan perahu ini terlalu jauh," ujar lelaki bernama Fattah kepada salah satu temannya bernama Budi. "Entahlah, Fattah. Aku mendengar rumor dari warga bahwa ada kapal asing yang selalu menjelajahi lautan Indonesia. Aku yakin ini hanya omong kosong," ujar Budi. Lelaki itu tersenyum nakal sambil menunjukkan dua botol Johnny Walker. "Lagipula, untuk apa kapal asing masuk ke Indonesia? Apa mereka ingin ditenggelamkan oleh ibu Susi Pudjiastuti?" Seorang remaja yang merokok berceloteh. Dia adalah Rahmat. Mereka bertiga bagaikan satu tubuh. Mereka menghabiskan banyak waktu bersama-sama nyaris setiap hari. Definisi sahabat yang sebetulnya. "Mau rokok?" Rahmat menyodorkan bungkus rokok kepada Fattah, dan lelaki muda itu menggeleng. Meskipun berteman dengan anak bandel, Fattah sama sekali tidak ikut terpengaruh oleh pergaulan bebasnya ini. "Kamu harus merokok sekali-kali, Fattah. Kita berada di tengah lautan. Tidak ada yang akan menghukummu," ujar Budi yang mengambil satu batang rokok yang disodorkan oleh Rahmat. "Aku lebih menyayangi kesehatanku," ujar Fattah datar. Anggap dia sebagai lelaki culun atau apapun yang menyerupainya. Fattah adalah anak impian semua guru. Dia anak patuh, cerdas di sekolah, dan tidak pernah membuat keonaran di sekolahnya. Kecuali dua temannya yang lain, Budi dan Rahmat. "Semua orang akan mati pada waktunya. Tidak ada hubungannya apakah ia merokok atau tidak." Budi mulai mengambil Johnny Walker dan mencicipinya. Benar-benar menyenangkan bisa menghabiskan malam di tengah lautan. Sama seperti Budi, Rahmat juga mencicipi minuman beralkohol itu. Mereka berdua tidak memaksa Fattah meneguk minuman beralkohol itu karena Fattah biasanya menolak. Fattah malah mengambil minuman soft drink, sembari menoleh ke arah lautan lepas. Suasana di sana benar-benar sunyi. Jika mereka bertiga tenggelam di sana maka tidak ada seorang pun yang akan menemukan mereka. Mungkin jejak mereka benar-benar tidak diketahui orang-orang. "Johnny Walker ini sangat nikmat, Fattah! Kau yakin tidak mau menyicipinya sedikit?" Terdengar suara kekehan Budi. Cowok itu sudah mabuk berat setelah meminum satu botol Johhny Walker tanpa jeda. "Tidak. Tetaplah fokus. Kalian berdua harus tetap sadar. Jangan sampai melompat ke dalam lautan." Fattah masih memperhatikan sekelilingnya. Deru ombak kecil tak menyuruti semangat lelaki itu menikmati pemandangan malam. Sesekali ia menoleh ke arah Rahmat dan Budi yang sudah setengah mabuk. Mereka berdua mulai membicarakan kebiasaan guru mereka di sekolah. "Aku sengaja tidak memakai lambang sekolah kita agar guru memberiku uang untuk membelinya," ujar Rahmat yang mulai menertawakan kebaikan hati gurunya di sekolah. Setiap sekolah mewajibkan menggunakan lambang sekolah mereka sebagai identitas sekolah mereka. Satu lambang biasanya dihargai 5-10 ribu rupiah. "Semua guru memang gampang ditipu. Mereka pikir mereka pintar. Akan tetapi kita-lah yang pintar." Budi menambahkan. Keduanya terkekeh. Mereka melirik Fattah yang menjadi satu-satunya orang yang masih sadar Rasanya tidak adil melihat Fattah masih biasa saja sementara mereka berdua sudah teler. "Hei, Fattah! Seharusnya kita bertiga sudah teler. Ayolah, Kawan. Ke sinilah. Masih ada satu botol minuman yang memanggilmu." Budi meracau. Sementara Fattah... Dia fokus pada sesuatu. Dia merasa melihat ada sinar merah di bawah lautan. Apa itu? Fattah mencoba berpikir sinar apakah itu? Apakah di dunia ini ada jenis ikan yang bisa memancarkan cahaya. Apakah itu ubur-ubur? Fattah mengucek matanya. Mengayuh perahu nelayan mendekati cahaya itu. "Mau kemana kau, Fattah? Ayo sini minum alkohol ini!" Budi bangkit dari duduknya. Dia melangkah mendekati Fattah sembari membuka tutup botol minuman beralkohol. Sementara Fattah masih semangat mencari tahu cahaya yang sedang ia saksikan sekarang ini. "Teman-teman! Aku melihat sesuatu yang janggal!" Sebelumnya Budi mengatakan bahwa ada rumor beredar kalau ada kapal selam asing yang selalu berselancar ke lautan Indonesia setiap malam. Itu mungkin benar karena Fattah melihat ada cahaya di bawah lautan. "Jangan mengarang kau, Fattah! Sini. Aku akan memaksamu meminum ini." Budi tertawa sendiri. Langkahnya oleng, namun berhasil mendekati Fattah. "Aku se--!" Fattah baru ingin mengatakan tentang apa yang disaksikannya di bawah laut. Namun, Budi lebih dulu menodongnya dengan minuman keras. Lelaki muda itu seolah memberi isyarat agar Fattah meneguk minuman itu. "Aku tidak bisa, Kawan." Biasanya Budi dan Rahmat tak akan memaksa Fattah. Namun kali ini Budi ingin mereka bertiga mengalami nasib yang sama. Dalam sebuah persahabatan harus ada solidaritas. "Prinsipmu atau pertemanan kita?" Kekehan yang tadi keluar dari mulut Budi, kini berubah menjadi nada serius. Fattah tidak tahu harus melakukan apa. Dia menunjuk ke arah cahaya merah yang ia lihat di bawah lautan. "Minum!" Sembari memerintah, Budi melempar botol bekas Johnny Walker ke sumber cahaya merah itu. Budi tidak melihat sama sekali cahaya itu hanya melempar ke sembarang arah agar Fattah meneguk minuman beralkohol yang diberikan. "Oke," ujar Fattah kemudian memaksa lehernya meneguk minuman beralkohol pemberian sahabatnya. Budi kegirangan saat mendapati Fattah meneguk minuman itu. Tubuhnya yang oleng masih sempat bicara sebelum tubuhnya tumbang ke perahu. "Kau memang setia, Kawan!" Saat tubuh Budi sudah terhempas ke perahu, Fattah berusaha untuk tetap sadar. Dia berusaha memuntahkan minuman beralkohol yang ia minum lalu mencuci wajahnya karena tidak ingin mabuk di tengah lautan. Mereka bisa terdampar jika ketiganya mabuk. Seseorang harus tetap sadar agar ada yang membawa mereka pulang. "Apa itu?" Fattah perlahan-lahan mengucek matanya ketika ia menyadari sesuatu keluar dari dalam lautan. Seperti sebuah monster yang menakutkan. Fattah berdiri, mengamati apa yang baru saja terjadi di depan matanya. Sebuah kapal selam muncul ke permukaan. Fattah merasa sulit meneguk air liurnya. Rumor yang dikatakan Budi sebelumnya benar. Ada kapal selam berteknologi canggih yang ia temukan di tengah lautan. Fattah masih berdiri ketika satu cahaya berwarna biru mengenai wajahnya. Pada mulanya, Fattah berpikir cahaya itu hanyalah cahaya biasa. Dia masih berdiri dengan pandangan heran ketika cahaya biru itu mengenai sebelah matanya. Cahaya itu seperti sedang mengirimkan sesuatu ke mata Fattah. Cahaya itu seperti membakar mata Fattah. "Aaaaaaaaaaaa!" Fattah berteriak karena tidak bisa menahan sakit yang menimpa matanya. Apa ini sinar laser? Infra red? Cahaya biru tadi digantikan dengan cahaya merah. Fattah terduduk lemas di atas perahu. "Aaaaaaaaaa." Dia masih berteriak sampai tubuhnya terasa oleng. Fattah pingsan di atas perahu itu. Mata Fattah terpejam. Namun, ia bisa merasakan ada bunyi beep di sekelilingnya. Sesuatu menahan matanya terbuka. Fattah tidak bisa membuka matanya. Tubuhnya terasa diangkut ke suatu tempat. . Instagram: Sastrabisu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD