Bab 2 Warisan

1145 Words
Mark mengendarai kendaraan roda dua dan dia sudah tiba didepan rumahnya. Ia berdiri lalu mengetuk pintu rumahnya. Seketika Jean muncul dan membukakan pintunya. Mark mulai mendorong motornya untuk masuk ke dalam ruangan rumahnya. Jean yang menutup kembali pintu rumah tersebut. Langsung berbalik dan mengajaknya bicara. "Jadi udah beres transfer ke banknya?" "Udah sih," "Ronny ada hubungi kamu lagi?" "Iya, kan aku yang kirim struk transfer pembayarannya ke dia," "Oh, jadi dia hubungi kamu setelah nerima foto struk transfernya ya," "Iya, dia minta sisanya juga dilunasi nanti," "Hampir saja aku lupa. Tadi kakakmu yang kedua bernama Kean datang ke rumah," "Tumben dia datang kemari, ada apa?" "Dia nyari kamu tuh, coba kamu telepon dia siapa tahu ada yang penting. Tadi sih aku bilang kamu lagi keluar," "Oke, makasih honey," Mark segera menghubungi nomor Kean dari ponsel yang sudah ketinggalan model dan tipenya. Handphone dirumah Kean berdering keras. Istri Kean mengangkat teleponnya. "Hallo? Siapa disana?" Mark cukup kaget mendengar suara yang menyahutinya dan bergeming didalam telinganya serta meneguk salivanya perlahan. Kira-kira kalau Mark jawab telepon itu apakah istrinya mau memberitahukan kepada Kean, kakaknya? duga Mark dalam hatinya. Mark sudah tahu betul karakterd dan watak istri dari Kean. Mark mencoba memberanikan dirinya untuk menjawab teleponnya. "Hallo, disini dengan Mark. Eve, ada Kean kah dirumah?"tanya Mark tanpa bersalah sedikitpun. "Ada apa telepon Kean? Sini bicara saja denganku?"paksa Eve dengan lancang Mark memutar otak dan mencari ide bagaimana agar dia dapat berbicara dengan kakaknya sendiri tanpa gangguan dan halangan dari Eve. Seketika ide hadir didalam benak pikirannya. "Ah, aku sampai lupa. Aku harus berbicara dengan Kean karena ini urusan para pria,"alihnya dengan ide brillian yang menghampirinya "Oh, ya sudah kalau begitu saya berikan teleponnya ke Kean ya?"sudahnya Ada loncatan girang bukan main didalam relung hati Mark karena ia berhasil membobol kubu pertahanan istri Mark yang sulit dirobohkan. Mark tersenyum dengan salah satu tangan memegang ponsel yang masih tersambung untuk menelepon ke kakak kandungnya. "Keannnnnnnn!!"teriak Eve keras "Aduh, ada apa sih ribut-ribut sayang?"jawab Kean dengan lembut "Ini adikmu, Mark telepon, katanya penting," "Oh, coba berikan kepadaku, mana teleponnya," "Pegang ya gawainya,"suruh Eve pelan Kean berhasil menerima ponsel tersebut dan menyapa orang yang meneleponnya. "Hallo,"sapa Kean "Kean, ini Mark,"sahutnya "Eh, Kamu?" "Ya, kemarin kata istriku kamu datang ke rumah ya?" "Iya benar," "Ada apa?"polos Mark "Aku datang ke rumah untuk mencari sertifikat rumah yang ditinggalkan oleh kedua orangtua kita,"tandas Kean dengan sangat jelas "Oh, besok saja datang ke rumah lagi,"alih Mark "Sampai ketemu besok ya," Kean menutup teleponnya. Itulah Mark, dia memiliki seribu satu cara untuk apa yang dia perlukan atau butuhkan. Keesokan harinya, Kean datang ke rumah Mark. "Jean, dimana Mark?" "Itu dia sedang memberi makan anjingnya," "Oh," Mark sedang memberi makan kedua anjingnya. Yang pertama berwarna hitam putih dengan tipe anjing pudel. Anjing yang kedua yaitu anjing golden dengan ukuran puppy. Mark sedang menaruh makanan khusus anjing dipiring besi hewan kesayangannya. "Wah, lagi kasih makan anjingmu ya,"cerianya "Iya," "Jadi gimana lanjutan yang kemarin ditelepon?"tembak Kean langsung tanpa basa-basi. "Oh, iya, soal mengenai sertifikat rumah yang besar ini aku titipkan kepada Ronny," "Kenapa? Ada hubungan apa kamu dengan dia?" "Aku terlilit hutang yang cukup besar dengannya," "Berapa?" "Seratus juta rupiah," "Besar sekali," "Lalu kenapa sertifikatnya bisa ada pada Ronny?"tanya Kean heran. "Karena aku belum bisa bayar, sertifikat jadi jaminan disana. Bila ingin menebus sertifikat rumah, maka harus membayar hutangku dulu," "Oh, begitu," "Iya," "Akan ku pikirkan dulu bagaimana caranya. Baiklah kalau begitu aku pamit pulang ya," "Silahkan,"ujar Mark memperbolehkan Kean segera berlalu dan kembali ke rumahnya. Sesudah Kean pergi datanglah Kakak lainnya ke rumah Mark. Kakak pertama Mark sudah tiada, kakak duanya yaitu Kean. Yang datang kerumahnya kali ini adalah kakaknya yang ketiga. Namanya Joseph. Joseph bertegur sapa dengan Mark serta berbagi cerita kehidupan keluarganya di serta anak cucunya yang juga berhubungan dengan adik bungsunya yaitu Florence. "Florence butuh uang," "So?" "Bagaimana kalau kita jual saja rumah ini?"saran Joseph "Nanti kamu yang bantu bicara kepada Kean ya,"sahut Mark. "Iya, tenang saya akan bantu bicara kepada dia," Jean datang dan tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. "Makasih ya, Joseph sudah mau membantu kami," "Sama-sama," Tak lama Joseph berpamitan pulang dari rumah peninggalan ibunya dan kembali ke rumahnya. Sementara Mark berjalan menuju ke kamar mendiang ibunya dulu berada. Dia membuka isi lemari tersebut dan mencari sesuatu disetiap bagian sisi lemari pakaian tersebut. "Mana ya sertifikatnya,"ucapnya sambil membongkar pakaian di dalam lemari tersebut. Mark terus mengacak-acak dan melemparkan satu persatu pakaian dari dalam lemarinya. Ia sudah hampir membongkar setengah isi lemari. Lalu tampaklah sebuah kertas yang sudah dilaminating. Kertas berlapis plastik bening itu tampak sudah usang karena termakan usia waktu dimasa silam. Mark melihat ke arah kertas tersebut berada. "Sertifikatnya ketemu,"ucapnya sambil mengambil kertas yang didominasi warna kuning biru serta tulisan tangan didalamnya. Mark segera membereskan kembali pakaian yang sudah dibongkar dan diberantakkannya ke dalam lemari dan menatanya seperti semula. "Akhirnya aku menemukan ini, harta paling berharga yang pernah aku miliki,"tuturnya Sesudah pakaian tersebut sudah dilipat dan dimasukkan serta ditata seperti sedia kala. Maka Mark berjalan keluar sambil memegang sertifikat rumah tersebut dengan erat. Kemudian Mark menyembunyikan didalam lemari kamarnya. Kebetulan Jean ada disana. "Itu kertas apa sayang?" "Ini?"tunjuknya "Iya, yang kamu lagi pegang itu lho?"pancing Jean "Oh, ini sertifikat rumah ini," "Darimana kamu mendapatkannya?" "Didalam lemari kamar mamaku," "Oh, cepat simpan, jangan sampai ada yang tahu!"dukungnya "Pasti aku simpan,"cetus Mark Mark segera menyimpan kertas berlapis plastik di dalam lemari kamarnya. "Untuk sementara aku taruh disini ya," "Baik," Mark keluar dari kamarnya. Claire tak sengaja lewat didepan rumahnya dan melihat ibunya sedang membaca sebuah kertas yang dilapisi plastik. Claire melongok dari pintu kamar yang sudah terbuka setengah. "Mama, lagi ngapain?"kata Claire bersuara sehingga mengagetkan Jean yang sedang fokua membaca pembagian isi warisan dari rumah yang besar dan luas ini. "Hmm,, e-enggak, mama hanya,,,"ucap Jean gelagapan karena dirinya kaget bukan main saat Jean memergoki dirinya membaca surat warisan yang berupa sertifikat rumah peninggalan ayah dan ibunya. Claire merasa penasaran maka ia masuk ke dalam kamar dan memperhatikan ke seluruh tubuh ibunya dan merasa ada yang janggal. Kedua tangan ibunya berada dibalik punggung seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Claire menyadari akan hal itu. Maka Claire langsung menarik kertas yang merupakan sertifikat tanah tersebut. "Oh, mama nyembunyiin ini dari aku? Sertifikat tanah dan warisan ya?" "Iya, maaf. Mama terlalu khawatir kalau adikmu tahu kan bisa bahaya," "Mama tenang aja sama aku beres semua,"kata Claire yang memegang sertifikat tersebut sambil membaca setiap bagian yang akan diterima oleh anak-anaknya "Sudah selesai bacanya?" "Bentar lagi ma," "Buruan, cepat! Mama takut ada adik kamu datang," "Iya, udah nih mah,"kata Claire yang menyerahkan kertas berlapis plastik ke tangan mamanya Jean segera menaruh sertifikat tersebut ke dalam lemari khusus dokumen yang berada tak jauh dari ranjang kamar tidurnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD