Seorang lelaki yang menjadi suruhan Mark datang ke rumah setelah dia sekian lamanya tak jumpa dengan Mark. Pria ini bernama Anton. Dia sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Anton mendekati dan duduk dekat Jean.
"Itu, Hans jadi idep sih? Alias jadi eling dan gak marah-marah lagi pake apa?"
"Mau tau? Nih, saya babacaan ini,"tunjuk Jean kepada sebuah buku tebal yang ada diatas meja.
"Hebat ya bisaan, jadi udah gak suka ngamuk dan marah lagi?"
"Sekarang udah jarang bahkan tidak pernah,"
"Bagus ya kalau begitu,"
"Ya bersyukurlah,"
Bila Jean mengingat ke masa lalu. Saat itu waktu masih siang. Hans sedang mencari tablet kepunyaannya.
"Mana tabletku,"
"Bentar ya dicari,"
"Buruan, cepat!"paksanya
"iya, tunggu,"
"Ah, lama!"kata Hans sambil melemparkan salah satu barang alat untuk menyerpis kendaraan.
Tak lama Hans terlihat mulai brutal. Dirinya membuang satu persatu barang didalam kotak besi ke lantai dan mulai berteriak sendiri dengan nada emosi dan geram sambil mengambil salah satu obeng ditangan kanannya.
"Heuh, gara-gara kalian semua!"teriaknya dengan nada marah dan mengamuk
Beberapa barang dilemparkan ke lantai. Mark dan Jean menyingkir seketika. Claire langsung berlari seribu langkah. Dia sudah berada diluar rumahnya dalam beberapa menit.
"Ya ampun, dia kumat lagi,"lirihnya sambil mengintip tingkah Hans yang semakin brutal dan seperti memberontak.
Claire mengamati perilaku Hans yang tidak menyenangkan dari celah jendela besi yang bermodel batu bata. Saat itu Jean dan Mark mendekati Hans dan berkata kepadanya,"Maafkan mama ya,"
"Maafkan papa ya,"
"Berisik, gak guna!"tepisnya kepada tangan ibunya yang seperti mau sujud kepadanya. Hans pergi dengan keadaan wajah marah dan jutek serta menyebalkan. Raut wajahnya menimbulkan atmosfer kebencian sehingga orang malas untuk menyapa dirinya. Hans terlihat sangat marah dan kesal karena mereka. Hans langsung berjalan cepat menaiki anak tangga ke lantai atas dan meninggalkan mereka.
Setelah Claire merasa kondisi aman karena Hans sudah naik ke lantai atas. Selanjutnya Claire berjalan pelan dan masuk ke dalam rumahnya. Claire menghampiri Jean.
"Tadi kenapa Hans?"
"Dia ngamuk lagi,"
"Awalnya masalah apa sih?"tanya Claire memancing penasaran.
Mark menceritakan apa yang terjadi dan apa yang diberitahukan kepadanya cukup panjang.
"Jadi hanya gara-gara tab saja,"
"Oh,"
"Kamu ada lihat gak tablet milik dia?"tanya Jean kepada putrinya.
"Mana ku tahu ma, terakhir kan ada sama dia bukan? Aku megang aja enggak?"
"Kita harus cari tabletnya agar dia gak emosi lagi dan marah,"
"Diam dulu aja. Siapa tahu nanti dia lupa ma, pa,"saran Claire
"Iya sih,"
"Sudah sekarang pada diem dulu aja, jangan ada yang ajak bicara Hans,"perintah Claire
Sore hari pun tiba. Saat itu Jean dengan Mark sedang bernyanyi sedangkan Claire sedang sibuk makan malam dan mengisi cacingnya yang sudah kelaparan.
Jean menyapa Hans dari jauh,"Hans, makan dulu,"
Jean menyapanya dengan penuh perhatian dan kasih sayang serta memanggil namanya mesra sebagai anaknya.
Hans yang sedang turun tangga melihatnya sebentar ke arah dia dan malah menanggapinya dengan wajah jutek.
"Nanti, tabnya mana,"todongnya kepada Jean sambil mendekati dirinya.
"Masih dicari,"ujar Jean
"Masa gitu aja gak ada!"emosi Hans mulai naik seperti tensi darah yang mulai meninggi apabila kebanyakan makan asin.
Jean kaget dan tak menyangka bahwa Hans masih emosi dengan dia dan suaminya. Jean dan Mark masih duduk ditempat yang sama. Hans meninggalkannya lagi dan melangkah dengan cepat. Mark memanggilnya.
"Hans, makan dulu,"ujarnya perhatian
Hans tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Dia berjalan ke ruang makan yang terdapat televisi dan mengisi perutnya disana.
Claire mendekati kedua orangtuanya kembali.
"Dia kenapa lagi sih, mam?"
"Masih ngomongin yang tadi siang. Aduh, gimana nanti kalau masih belum ketemu sampe malam,"cemas Jean
"Kan, aku bilang kita diamkan saja dia. Jangan diajak ngomong. Pada gak nurut sih jadinya kaya gitu kan,"
"Iya sih,"pelannya
Claire mengomel panjang karena kesal dengan kedua orangtuanya tidak ada yang mau mendengarkan. Jean dan Mark sama kerasnya seperti batu karang yang kokoh.
Terkadang Claire lelah menasihati kedua orangtuanya yang sudah diberikan petunjuk tetapi tidak mau menuruti dirinya dan tetap pada pengertian dirinya sendiri. Dan pendiriannya itulah yang membuat Mark selalu jatuh ke lubang yang sama. Hingga membuat Mark memiliki hutang yang sangat banyak kepada bank yang disertai bunga bank, rekan kerjanya dan juga ke rekan lainnya.
Dikala hutang sudah menumpuk. Hans menjadi kacau dan tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Hans seperti orang gila. Mark juga. Mereka tidak bisa menerima kenyataan yang sekarang. Bahwa keduanya bukanlah orang yang berada dikelas sosial papan atas.
Jean mendekati Claire.
"Mam, banyak hutang nih Claire, mama harus gimana?"
"Hmmmm....."
"Coba doa puasa,"
"Berapa hari?"
"Terserah mama papa kuatnya aja sampai kapan,"
"Oke,"
Pada malam itu Claire menulis kembali untuk Bab ketiga dalam novelnya. Kedua orangtuanya melakukan doa puasa selama tiga bulan lebih lamanya. Namun belum ada keajaiban nampak didalam hidupnya.
"Claire kok belum ada perubahan,"keluh Mamanya
"Sabar,"
Disatu sisi lain, kondisi mereka sedang keadaan susah dalam hal ekonomi. Claire bersyukur saja karena masih bisa menulis dan menghasilkan uang receh sedikitnya dan dia tetap produktif.
Ketika dia sedang menulis, adiknya tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Kemudian dia protes kepadanya dan marah serta emosi seketika.
"Ini lantai kotor dari mana ya?"omelnya mendadak kepada Claire
"Gak tau,"
Claire kaget sekaligus shock karena kehadiran Hans yang tiba-tiba didalam kamarnya tanpa diundang.
Setelah Hans puas mengomel dengan Claire. Dia pun keluar dari kamarnya Claire.
Kemudian Claire mengadu kepada ibunya.
"Mam, itu adik tadi pagi ngomelin aku,"
"Ya udah sabarin,"
"Tapi kan aku enggak salah dan gak lakuin itu,"
"Ngalah aja karena dia kan lagi sakit,"
"Aku tahu tapi gak gini juga,"
Jean banyak diam dan tak berkomentar lebih banyak.
Sesudah itu Mark, Jean serta Claire pergi keluar rumah pada sore hari dan meninggalkan Hans sendirian dirumah. Dirumah hanya ada si bibi pembantu yang menjaganya. Kemudian bibi itu terkejut saat mendengar pecahan kaca dilantai serta bantingan kursi. Dengan sigap bibi tersebut berjalan kaki. Meskipun dia sejujurnya tidak tahu jalan maka ia tetap berjalan terus menuju ke tempat tujuan para majikannya berada. Jean, Claire dan Mark yang berada didalamnya dihampiri oleh salah seorang teman mereka dan memberitahu ada pembantunya didekat pagar. Claire dan Jean turun keluar dari gedung tersebut dan menghampiri bibi itu.
"Ada apa bi?"
"Iya, Hans ngamuk lagi, tadi bibi denger ada gebrakan pintu, kursi dan pecahan kaca,"
"Kita pulang ke rumah sekarang, Claire,"ajak Jean