Hah? Menikah?

1616 Words
“Pria ini benar-benar mengerikan.” Sky mengatakan itu sambil menatap foto-foto antara dirinya dan Marcel. Ini adalah perngalaman terburuknya berhadapan dengan pria. Marcel sama sekali tidak tersentuh. Pria itu memaki setiap melihatnya, atau terkadang diam sambil menatapnya dengan tatapan membunuh. Saat mabuk, pria itu justru lebih waspada. Ia menatap salah satu foto saat pria itu mencengkeram lengannya. Ia ingat bagaimana rasanya. Seperti pria itu bisa meremukkan tulang-tulangnya dalam cengkeraman tangan besarnya. Jika ia tidak berteriak, pria itu mungkin sudah menghancurkannya. Pria itu menyerukkan sumpah serapah dan meminta untuk tidak lagi menemuinya. Pria itu adalah pria paling kasar yang pernah ditemuinya. Tidak salah jika gadis yang dijodohkannya memilih pergi. Keputusan gadis itu tepat. Tidak ada yang pantas untuk pria seperti itu. “Kamu pikir foto-foto ini cukup?” Chase bertanya karena tidak yakin. Sky menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya di kursi. “kita punya plan B. Tapi aku harap ini cukup. Aku tidak sanggup bertemu dengan b*****h itu lagi.” *** Natasha merasa bahwa ia sudah berakting dengan sangat baik. Ia menaruh foto-foto itu di ata meja saat makan malam dua keluarga. Semua orang tampak terkejut. Tapi laki-laki itu, Marcel, tampak tenang seperti biasa. Ini jelas akan sangat menguntungkannya jika pria itu sama sekali tidak membantah. Semua mata menatap Marcel tidak percaya. Mereka semua tahu bahwa pria itu sama sekali tidak pernah dekat dengan perempuan manapun. Sangat aneh melihat foto pria itu duduk bersama seorang perempuan. “Aku tidak mau menikah dengannya.” kata Natasha. Ia menuding foto itu, juga Marcel yang duduk di depannya. Ia tahu yang ia lakukan jahat. Ia memfitnah pria itu. Namun ia tidak ingin menyerahkan masa depannya pada pria seperti itu. Marcel terlalu mengerikan baginya. Hadinata, seorang pria tua, yang mempunyai ide perjodohan ini menatap cucunya lamat-lamat. Ia menghela napas patah-patah. Seperti bernapas sudah cukup berat untuk tubuh kurusnya. “Semua ini benar, Marcel?” suaranya rendah. Ia menatap cucunya yang hanya diam. Ia pikir ini adalah rencana terbaik yang sudah ia persiapkan. Ia sudah muak melihat pria itu melajang dengan segala rumor yang beredar. Ia tetap pada keputusannya bahwa pria itu harus menikah. Jika Natasha tidak ingin, ia akan mencari perempuan dalam foto itu. *** “Jeremiah. Dua puluh tahun. Semester empat teknik informatika. Ibunya merasa ada yang aneh dengan Jeremiah beberapa minggu terakhir. Ibunya mengira dia mengonsumsi narkoba. Dia meminta kita memastikan itu.” Chase menatap ketiga temannya yang tengah memperhatian foto seorang laki-laki di papan tulis, tepat di samping foto Marcel. Sky menghela napas sambil menggoyang-goyangkan pena di tangannya, “aku tidak mengerti apa yang dilakukan orangtua jaman sekarang. Mengapa hal seperti ini harus dipastikan oleh orang lain?” kata Sky, “bukankah meraka hanya perlu duduk bersama dan berbicara dari hati ke hati.” tambahnya. “Tidak semua orangtua dekat dengan anaknya.” Rocky memberi pendapatnya. Sky dan yang lainnya mengangguk. Ada banyak yang berubah dengan cara membesarkan anak di jaman sekarang. Teknologi banyak mempengaruhi. Saat ini, orang bahkan sepertinya tidak butuh orang lain untuk bersosialisi seperti orang normal. Mereka hanya perlu gawai di tangan mereka dan mereka bisa menjelajahi dunia sejauh yang mereka inginkan. Eksistensi keluarga tidak lagi seerat dulu. “Aku bisa mengambil pekerjaan ini.” Chase menawarkan diri. Sky langsung menggeleng. “Tidak ada laki-laki yang mau jujur soal narkoba dengan seorang perempuan.” kata Sky. “Marshal akan lebih mudah mendekatinya.” Sky melihat Marshal mengangguk. *** Sky selalu suka melihat hiruk pikuk orang-orang di sekitarnya. Waktu terbaiknya adalah saat malam, duduk di beranda rumah dengan secangkir kopi dan lintingan tembakau di tangannya. Rasanya menyenangkan melihat orang berlalu lalang dengan pakaian rapi sepulang kantor. Beberapa memilih masuk ke kedai kopi untuk mengobrol. Penjaja makanan di trotoar ramai pembeli. Sky pernah memimpikan hidup seperti orang-orang pada umumnya. Berpakaian rapi. Bekerja dari pagi sampai sore. Berkumpul sepulang kerja. Berdesakan di angkutan umum. Dulu itu semua terlihat menyenangkan. Namun satu kejadian dalam hidupnya membuatnya sadar bahwa ia mungkin tidak bisa hidup normal seperti orang lain. Ia terlalu takut berurusan dengan orang lain saat tahu masa lalunya sangat buruk. Seorang pasangan bergandengan melewati trotoar. Keduanya tersenyum dan tampak bahagia. Sky menyesap cangkir kopinya dan menatap mereka yang melewatinya. “Mission completed.” Sky menoleh dan melihat Chase keluar dengan cangkir di tangannya. Sky menatap gadis itu yang duduk di sebelahnya. “b*****h itu.” tambahnya. “perjodohan mereka dibatalkan. Dia akan mengirim sisa pembayarannya malam ini.” Chase mengambil sebatang rokok dari bungkusnya dan membakar ujungnya dengan bantuan pemantik api. Sky mengangguk, “aku harap b*****h itu melajang seumur hidupnya.” Ia menghisap rokoknya dan mengembuskan asapnya melalui mulut. Selama beberapa saat, hening menyelimuti keduanya. Dua pasang mata itu menatap orang yang berlalu lalang di jalan. “Kamu pernah berpikir akan melakukan pekerjaan ini sampai kapan?” Chase bertanya. Ia menatap Sky yang tampak menerawang jauh ke depan. “Sampai aku punya banyak uang dan bisa menua dengan tenang.” Mimpi Sky sederhana. Ia ingin punya cukup uang yang bisa membuatnya menua dengan tenang. Sky melirik Chase yang sibuk dengan lintingan tembakau di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Tidak perlu bertanya apa yang gadis itu inginkan. Gadis itu punya mimpi seperti gadis-gadis pada umumnya. Menikah dan membangun rumah tangga yang bahagia. Sky selalu berpikir kalau Chase pantas mendapatkannya. Ia berharap kelak gadis akan bisa mewujudkan mimpinya. *** Meski melakukan pekerjaan yang agak berbeda dari orang kebanyakan, Sky terkadang menghabiskan waktu seperti orang pada umumnya. Kalau sedang senggang, ia pergi keluar. Masuk ke toko buku dan berkeliling dari satu rak ke rak lainnya. Ia menghabiskan waktu di kedai kopi dengan buku di tangannya. Sky tidak punya banyak teman sehingga ia selalu pergi ke luar seorang diri. Begitu juga dengan tiga temannya. Mereka hanya bersama dalam pekerjaan dan selebihnya sibuk dengan urusan masing-masing. Jam menunjuk pukul sembilan malam saat Sky masih ada di kedai kopi. Kedai semakin ramai. Matanya menatap ke pintu yang mengayun terbuka dan menunjukkan beberapa sosok pria bepakaian hitam-hitam. Sky berdecak dan kebingungan. Hal sama yang juga dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Namun mata Sky membulat saat menyadari bahwa gerombolan orang-orang itu menghampirinya dan tanpa aba-aba menarik tangannya dengan paksa dan membawanya keluar. Sky berteriak, meronta sekuat tenaga. Ia menatap orang-orang yang menghujam ke arahnya seraya meminta pertolongan. Namun tidak ada yang bergerak. Semua orang hanya melihatnya dengan raut wajah kebingungan. “Berengsek,” Sky memaki saat tubuhnya di dorong masuk ke dalam mobil lalu dihimpit oleh dua orang di kanan kirinya. “Siapa kalian?” Sky setengah berteriak. Namun dua orang di sebelahnya, juga supir yang menyetir mobil tak menjawab. Sky menghela napas kasar. Ia menyadari bahwa tasnya entah ada di mana. Ia jelas tidak akan bisa melawan dua orang pria berbadan kekar di sisinya. “Aku bisa memberikan kalian uang.” kata Sky akhirnya. Mencoba melakukan penawaran. Ia melirik ketiga orang di sekelilingnya yang masih saja terdiam. Ia menganggap bahwa tujuan mereka bukan uang. Ia akhirnya mencoba lebih rileks karena tahu ia tidak punya jalan keluar saat ini. Sky akhirnya diam. Ia tahu ia punya banyak musuh. Ada banyak orang yang sudah ia hancurkan dan ada banyak orang yang mungkin ingin membalas dendam padanya. Ia hanya perlu duduk tenang untuk melihat siapa orang itu. Mobil itu melaju dan melewati sebuah gerbang yang sangat tinggi. Sky melirik melalui jendela. Mobil melewati sebuah halaman yang sangat luas sebelum berhenti di depan sebuah rumah. Kali ini, orang-orang itu bersikap lebih baik. Mereka membuka pintu dan mempersilakannya untuk keluar. Sky mengikuti salah seorang dari mereka. Langkah kakinya membawanya ke dalam rumah. Sky melirik seklilingnya dan terkagum-kagun dengan desain interiornya, juga lampu-lampu yang menggantung di langit-langit rumah. “Silahkan.” Sky hampir saja menabrak punggung pria di depannya jika tidak mendengar itu. Sky terdiam di tempatnya. Ia merasa seluruh tubuhnya kaku. Di depannya, ada sebuah keluarga yang menatapnya dengan berbagai macam tatapan. Sky merasa berada di realitas yang berbeda dari yang bisa ia tinggali. Ia bingung kenapa dirinya ada di sini dan pada siapa seharusnya ia bertanya. Ia menatap mereka satu persatu hingga tatapannya jatuh pada seseorang pria yang menatapnya dengan dingin. Ia kini akhirnya tahu ia berhadapan dengan siapa. “Silahkan duduk.” suara itu membuat Sky berusaha mencari-cari si pemilik suara. Ia menatap seorang kakek yang mengulurkan tangannya pada sebuah sofa kosong di sana. Bagai robot, ia menurut dan duduk di sana. Sky menarik napas panjang dan menatap kakek tua yang memintanya duduk. Di samping pria tua itu, ada lima orang yang menatapnya penasaran. Sky kebingungan harus mulai bertanya dari mana. “Kami mendapatkan foto-foto ini.” Seorang pria di samping pria tua itu mengeluarkan beberapa foto dirinya dan Marcel. Foto-foto yang ia berikan untuk menjebak Marcel dan membuat kliennya bisa membatalkan perjodohannya. Perasaan Sky mulai tak enak. Ia bingung apa yang harus ia jelaskan. Jika ia tidak mengakui, itu namanya mengkhianati kliennya. Namun ia tidak mungkin mengaku saat pria dalam foto yang sama, Marcel, tidak mengakuinya. Bagi Marcel, ia pasti hanya w*************a yang telah mengahancurkan perjodohannya. Sky memilin jari-jarinya dan berusaha mengurai segala perasaan gelisah. “Ini tidak seperti yang kalian pikirkan.” Ia pikir itu kalimat terbaik yang bisa ia ucapkan sementara sambil terus berpikir. “Kami tidak ingin berbasa-basi. Kami ingin kamu menikah dengan Marcel.” Pria tua itu mengatakan itu dengan sangat enteng, seperti tengah membicarakan acara gosip di televisi. “Hah? Menikah?” Jika Sky sedang makan, ia yakin ia akan menyemburkan semua isi mulutnya saat itu juga. Ia menatap pria tua itu yang mangangguk. Seorang wanita yang tampak cantik itu tersenyum ke arahnya. Seperti mereka sudah mengenal dekat sejak lama. Tatapan Sky lalu jatuh pada Marcel yang tampak tenang. Jika normalnya orang hanya bisa meludah dengan mulutnya, pria itu adalah satu-satunya yang bisa meludah dengan matanya. Melalui tatapan pria itu, ada banyak hal yang bisa Sky tangkap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD