Black Card

1135 Words
Sky tidak pernah merasa tidurnya sepulas ini selama hidupnya. Ia merasa tubuhnya segar bugar saat membuka mata. Ia menepuk-nepuk sisi ranjangnya. Ini mungkin karena ia terlalu lelah, atau juga karena ranjang yang ia tiduri sangat mahal sehingga mempengaruhi kualitas tidurnya. Ia menatap langit-langit kamarnya dan tersenyum. Kemarin, acara penikahan itu dilangsungkan. Hal yang membuat Sky tidak mengerti kenapa ada orang yang mau repot-repot menggelar pernikahan sebegitu mewahnya. Sky benci harus pura-pura tersenyum, pura-pura bahagia, dan mengenal keluarga itu lebih dalam. Itu adalah beberapa jam yang sangat menguras seluruh tenaganya. Selain mobil, apartemen mewah untuk ditinggali, keluarga itu juga memberikan kartu kredit juga kartu asuransi untuknya. Ia turun dari ranjang dan mengambil jubah tidur untuk menutupi gaun tidurnya. Ia keluar dari kamar dan menyadari bahwa ruang tamu itu kosong. Seperti dugaannya, apartemen pria itu mewah dan berada di pusat kota. Mereka menempati kamar berbeda dan ia jelas tidak keberatan. Ia pergi ke dapur dan terenyak melihat sudah ada sarapan di atas meja. Matanya memindai sekeliling hingga akhirnya ia melihat Marcel keluar dari kamarnya. Pria itu sudah berpakaian rapi dan menenteng jas dan tas kerjanya. “Selamat pagi,” Sky menyapa. Tapi tidak ada satu patah kalimatpun yang keluar dari mulut pria itu. Marcel mendekat dan melihat sekilas ke arahnya lalu duduk di salah satu kursi. Sky masih berdiri di belakang salah satu kursi kosong lainnya dan melihat pria itu hendak memulai sarapan. Beberapa detik yang menurut Sky sangat lama, pria itu tidak juga membalas sapaannya. Pria itu bersikap seolah-oleh ia tidak ada di depannya. Sky mengalah, ia duduk di sana dan mengikuti gerak pria itu untuk sarapan. Mereka makan masih dengan suasana hening yang menyelimuti. Sky tahu ia harus mulai membiasakan itu. “Aku perlu akses untuk masuk ke sini.” Sky akhirnya mengatakan itu di sela-sela makannya. Ini adalah sarapan terbaik yang masuk ke dalam mulutnya dan membuatnya sekali lagi menyadari bahwa ia tidak akan menyesali keputusannya. “Kartu akses hanya dua, yang satu aku berikan pada asisten rumah tangga.” kata Marcel tanpa menengadah. Ia masih fokus pada isi piringnya. Sky sekarang tahu dari mana asalnya masakan yang ada di atas meja. “Kamu lebih mementingkan asisten rumah tangga daripada aku?” Sky menghentikan makannya dan menatap Macel dengan delikan tajam. Marcel tersenyum sinis, “tentu saja. Asisten rumah tangga itu memasak, membersihkan apartemen, mencuci baju dan yang lainnya. Sedangkan kamu?” lagi, Marcel meludahi Sky dengan tatapanannya. Seakan keberadaan wanita itu sama sekali tidak lebih penting dari asisten rumah tangganya. Di antara semua kesempurnaan dalam hidup yang baru saja Sky mulai, ia hampir melupakan siapa yang ia hadapi. Sky menegakkan tubuhnya dan berusaha tidak terintimidasi oleh tatapan pria itu. *** Bangun dari ranjang mahal yang empuk, makan pagi dengan makanan enak, tinggal di apartemen mewah yang selalu bersih dan rapi membuat Sky begitu semangat menjalani harinya. Ia kembali ke rumahnya dan melihat Chase dan Marshal di dapur. Chase sedang sarapan dan Marshal mengaduk kopi hitamnya. “Wajahmu bahagia sekali.” Chase mengatakan itu saat Sky duduk di depannya. “Mau kopi?” Marshal bertanya. Sky mengangguk dan mengambil tahu goreng yang ada di atas meja. “Selama keuanganku baik-baik saja, aku akan bahagia.” kata Sky. “Apa mereka memberikanmu uang juga?” Chase menelan isi mulutnya lalu menanyakan itu dengan wajah penasaran. Sky menggeleng. Marshal bergabung dan menaruh satu cangkir berisi kopi di depannya. Ia mengucapkan terima masih. “Tidak. Tapi mereka memberikanku black card.” Sky mengeluarkan dua buah kartu dari dompetnya. Satu black card dan satu lagi kartu kredit berwarna silver. Mulut Chase membulat tidak percaya. Ia tidak menyangka bahwa hidupnya temannya bisa berubah dalam satu malam. “Pakai ini untuk keperluan di luar.” Sky memberikan satu kartu kreditnya pada Chase yang langsung menerimanya dengan senyum. “Pria itu bagaimana?” Marshal bertanya. “Dia jelas tidak berubah hanya karena menikah.” jawab Sky setelah menyesap kopinya. “tapi aku akan menunjukkan kalau aku tidak akan kalah.” Mereka masih di dapur saat Rocky datang dan bergabung dengan mereka. Selesai dengan sarapan, mereka masuk ke ruang kerja mereka dan mulai membedah pekerjaan yang akan mereka lakukan hari ini. “Ini sudah hari ketiga dan kita belum dapat informasi apapun. Aku dan Rocky akan menyadap ponselnya.” kata Chase. Mereka membicarakan Pria dengan perut buncit yang diduga selingkuh karena insting istrinya. Sky mengangguk. Ia mengambil lembaran kertas di tangannya dan berdiri. “Target baru. Manager Audit. Istrinya tahu ia berselingkuh. Dia ingin kita membuat hubungan suaminya dan simpanannya hancur.” kata Chase sambil menempel foto di papan tulis. “Maksudnya… dia mau kembali pada suaminya yang sudah berselingkuh?” Marshal melihat Sky mengangguk. “Dia bilang dia ingin suaminya kembali padanya. Dia ingin memperbaiki pernikahannya. Dia punya tiga anak yang ia pikir membutuhkan kasih sayang ayahnya.” Sky menjelaskan. “Bukankah itu beresiko? Maksudnya, selingkuh itu penyakit. Memilih memperbaiki hubungan bukan berarti pria itu tidak akan selingkuh lagi.” kali ini Rocky yang memberi pendapat. “Harusnya begitu. Tapi wanita ini ingin anaknya merasa bahwa keluarganya baik-baik saja. Dia tidak peduli pada perasaannya sendiri.” Sky menjelaskan. Pekerjaan ini membuat mereka berempat bertemu dengan banyak pemikiran dari klien-kelin mereka. Ada yang mereka pikir terlalu baik, namun juga ada manusia berengsek dan egois. Dengan itu, mereka mencoba memahami permintaan klien. “Mereka berdua, suami dan selingkuhannya bekerja di Sentral Olympic.” Sky memberitahu. “Bukannya itu perusahaan suamimu?” Rocky bertanya dan melihat Sky mengangguk. Wanita itu mendekat lagi ke mejanya dan duduk di kursinya. “Karena Chase dan Rocky masih harus mengintai si buncit, aku akan melakukan ini dengan Marshal.” kata Sky. “rencananya sederhana, Marshal hanya harus mendekati si selingkuhan hingga mereka berdua bertengkar dan mengakhiri hubungan.” Sementara Sky, Marshal dan Rocky masih di ruang kerja, Chase pergi ke kamarnya. Ia perlu bersiap-siap. Tiga hari memantau Si Buncit membuatnya bisa membaca wajah pria itu. Meski mereka belum bisa memastikan pria itu benar-benar selingkuh atau tidak, ia tahu pria itu memang sepertinya agak mata keranjang. Ia memakai crop top yang di padukan dengan rok mini, lalu menggulung rambutnya untuk memakai rambut palsu pendek. Ia memoles sedikit wajahnya dan memilih lipstick berwarna merah. Setelah memakai sepatu dan mengambil tas, ia kembali ke ruang kerjanya. Sky selalu takjub melihat penampilan Chase. Baginya, gadis itu bisa menjadi apapun. Gadis manja, dewasa, cupu, seksi dan yang lainnya. Penyamaran gadis itu tidak pernah gagal di matanya. “Lakukan dengan cepat. Aku bahkan benci meski hanya melihatnya dari jauh.” kata Chase pada Rocky, yang langsung terkekeh pelan. “Kamu yakin dia benar-benar selingkuh? Bagaimana kalau tidak?” kata Mashal. “Aku percaya pada insting seorang istri.” kata Chase, “insting perempuan tidak boleh diragukan. Insting mereka seperti anjing.” Saat Chase mengatakan itu, Rocky sudah berdiri dan mengambil kunci mobilnya dari dalam laci. Mereka berdua pergi dari hadapan Sky dan Marshal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD