Chapter 2

1047 Words
Part 2 Adit atau Rama? Sosok laki laki itu sepertinya sangat familiar denganku, namun siapa dia aku benar-benar lupa. Rambut gondrong di ikat kebelakang dan berkacamata itu mengingatkanku pada seseorang, Rama. Mungkinkah dia Rama? Mantan kekasihku yang pernah menorehkan luka di hatiku dulu? Ah, mungkin cuma mirip saja. Rama kan rambutnya tidak pernah gondrong, dia selalu memotong cepak rambutnya, dia juga tak pernah memakai kacamata. Dan tak mungkin juga dia masih lajang, bukankah dulu kata Mamanya dia akan di jodohkan dengan anak teman lamanya. Tak mungkin lah pokoknya itu Rama. "Kak, kok bengong sih?" kata Vania sambil menepuk pundakku, sontak aku pun kaget. "Eh maaf ya. Ayok mari silahkan masuk," kataku mempersilahkan Vania dan laki laki itu masuk. "Gita, ini ada Tante Vania datang loh," teriakku memanggil putri kesayanganku yang sedang menonton televisi. Dia memang sangat dekat sekali dengan Vania, maklum sejak Gita lahir, Vania selalu bersamanya. Tak jarang Gita lebih memilih tidur bersama Vania. "Tante, Gita kangen banget loh sama Tante. Nanti bobok disini kan?" kata putriku sambil memeluk Vania. Saat Gita memeluk Vania, entah mengapa laki-laki itu, terus menerus mengamati Gita seakan-akan menelitinya. "Tante juga kangen banget sama Gita. Maaf ya sayang, malam ini Tante nggak bisa menginap, minggu depan saja ya," katanya sambil mencium pucuk rambut Gita. "Yah, Tante nggak asik nih. Kalau begitu aku lanjutin lihat barbie aja deh," kata Gita, biasa dia selalu merajuk saat Vania tak menginap. "Ye ngambek yahh?? Kebetulan banget kamu lagi nonton film barbie, nih tadi Tante beliin kamu boneka Barbie lho. Tapi nggak boleh ngambek lagi lho," kata Vania sambil memberikan dua buah boneka barbie pada Gita. Gita pun mengangguk dan segera mengambil boneka-boneka itu kemudian dia kembali masuk ke ruang tengah. Laki-laki yang wajahnya mirip Rama itu, masih terus mengamati Gita, hingga dia sudah tak terlihat lagi. Kenapa sampai sebegitunya dia melihat putriku. "Silahkan di makan snacknya Mas, maaf tak ada camilan lain. Seadanya saja ya Mas," kataku mencoba membuka obrolan dengannya, namun hanya dibalas dengan anggukan dan senyum simpul. Senyum yang tak asing bagiku. "Tuh kan, gara-gara Si Gita, sampai lupa ngenalin cowokku ke Kakak. Mas Ridwan belum pulang juga ya Kak?" "Belum Van. Paling juga sebentar lagi sudah pulang. Sebentar ya aku mau shalat magrib sebelum waktunya habis. Kamu sudah shalat Van?" tanyaku. "Sudah Mbak tadi." Aku pun berlalu dari mereka. Kulihat dari ekor mataku, laki laki tadi sempat mencuri pandang padaku, ah benar-benar membingungkan. Setelah shalat aku pun segera kembali menuju ruang tamu, Vania mungkin tak tahu kalau aku datang, dia terlihat bergelayut manja pada cowoknya. Hemmm memang benar benar harus cepat menikah nih! "Ehem ehem." Aku pura-pura batuk, dan Vania pun kaget langsung melepaskan diri dari pacarnya. "Eh, sudah selesai ya Kak shalatnya." kata Vania sambil salah tigkah sepertinya. "Bagaimana kuliahmu Van?" "Baik kok Kak. Nunggu Mas Ridwan kelamaan ya. Ya sudah aku kenalin deh, ini pacarku Kak, lebih tepatnya calon suamiku. Namanya Mas Adit." Ternyata namanya Adit, Alhamdulillah berarti dia bukan Rama kan, mantanku dulu. Memang sangat wajar sekali kalau di dunia ini banyak sekali orang yang wajahnya mirip. Si Adit tersenyum kepadaku sambil menganggukan kepalanya. "Mas Adit, sudah benar-benar seriuskah dengan adik ku?" "Aku serius Kak. Aku ingin segera menikahinya," jawabnya sambil tersemyum, namun ada sorot berbeda dari matanya, kurasa. Suara itu, suara berat itu, mirip sekali dengan suara Rama. "Apakah Mas Adit sudah siap menghadapi sifat adik ku yang mungkin masih kekanak-kanakan, secara umurnya kan masih sangat muda. Apa sudah di pertimbangkan lagi," "Aku sudah memikirnya matang-matang Kak. Aku mencintainya, aku tak ingin merusaknya, jadi aku ingin segera menghalalkanya. Dan masalah sifat itu kan bisa di ubah pelan-pelan, tak jadi soal bagiku," katanya. "Apakah sudah mengenalkan Vania ke keluarga Mas Adit?" "Belum. Tapi segera, aku menunggu restu dulu dari keluarga Vania," "Kalau aku sih, terserah Vania saja. Tapi aku sebenarnya juga masih belum bisa merelakan kalau Vania nikah muda. Apalagi kalian kan baru sebentar kenalnya," "Kak, percaya deh sama kami. Kami ini serius dan saling mencintai. Restui hubungan kami ya. Pliss," Vania memohon kepadaku. Suara motor terdengar dari depan, itu Mas Ridwan. Aku sudah hapal sekali suara motor suamiku itu. Dia pun langsung masuk ke dalam rumah. "Assalalmualaikum. Wah ada tamu nih, Tante Vania sama siapa nih?" kata suamiku sambil menyalami Vania dan Adit. "Waallaikumsalam. Duduk dulu Mas. Vania sudah nunggu dari tadi lho. Ini pacarnya si Vania. Katanya mereka ingin menjalin hubungan yang lebih serius," kataku ketika suamiku itu duduk di sebelahku. "Hubungan yang lebih serius? Menikah maksudnya?" tanya suamiku sepertinya agak heran. "Iya Mas, kami ingin segera menikah," jawab Vania. "Oh begitu. Mas ini namanya siapa ya? Aslinya mana?" tanya suamiku pada Adit. "Aku Raditya Rama Airlangga Mas. Asli Surabaya." jawabnya sambil menoleh ke arahku. Aku sungguh kaget saat dia menyebutkan nama panjangnya, ya dia adalah Rama, mantan kekasihku, nama yang sama hanya beda panggilannya. Dia masih terus melihat kepadaku tanpa sungkan pada Vania dan Mas Ridwan, seakan dia tahu keraguanku dan ingin meyakinkan kalau dia benar-benar Rama yang dulu. Aku menundukkan kepala, masih bingung, harus seperti apa. Dan mencoba menghindari tatapan matanya. Melihatnya kembali, membuat luka lama yang teramat dalam ditorehkanya itu kembali terasa, dia yang hilang bak ditelan bumi selama tiga belas tahun, kini kembali, sebagai calon suami adikku. "Aku panggilnya Adit ya. Usia kamu berapa Dit saat ini? Sudah lama kah dekat dengan Vania?" tanya suamiku lagi. "Usiaku saat ini tiga puluh empat tahun Mas. Dan kami sudah dekat sekitar tiga bulan. Aku benar benar serius ingin menikahi Vania. Aku janji tak akan menyia nyiakannya. Aku pun secara finansial sudah siap berumah tangga Mas," "Oke oke, kami ini sangat sayang pada Vania, jadi kami menyerahkan seluruh keputusan padanya saja. Ngomong ngomong nih kamu dan istriku seumuran lho. Kenapa kamu nggak nikah dari dulu? Apa masih mengejar karir nih?" "Jujur nih Mas. Aku memang trauma dengan wanita sebenarnya, dulu saat masih kuliah, aku pernah merasa down sekali karena ditinggal oleh perempuan, padahal kami juga sudah berjanji akan segera menikah, ternyata dia malah mencampakkanku. Sejak saat itu, aku tak lagi mau mengenal cinta. Dan akhir-akhir ini Vania kembali bisa membuka hatiku," katanya. "Oh seperti itu. Tapi seandainya nanti kamu ketemu lagi dengan mantanmu itu setelah menikah dengan Vania, apakah akan ada acara CLBK? Karena sepertinya kamu masih memendam rasa padanya," tanya suamiku lagi. Dari perkataan Rama tadi, aku tahu bahwa wanita yang dimaksudnya, adalah aku. Dan benar juga kata Mas Ridwan, sepertinya dia masih menyimpan rasa padaku, meski sudah ada Vania. Apa yang seharusnya kulakukan saat ini, aku bingung apakah aku tetap diam saja, dan membiarkan mereka menikah? Atau aku harus bercerita yang sebenarnya pada suamiku tentang Rama, aku tak ingin hal hal tidak diinginkan terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD