Terperangkap

1564 Words
Pagi itu, sesosok pria berjalan dengan langkah lebar masuk ke dalam mansion mewah miliknya. Satu langkah memasuki pintu mansion, pria itu sudah di sambut dengan jejeran bawahan dan juga pelayan yang menunduk hormat padanya. Sorot matanya begitu tajam menusuk apapun yang dia lihat. "Selamat datang, Tuan Zaro!" Sapa seluruh bawahan pria itu sambil menunduk hormat. Pria yang tak lain adalah Zaro Noriusta Xander, yang memiliki wajah rupawan dan hidup sempurna itu ternyata memiliki jiwa kejam dan sadis. Di usia ke-29 tahun dia telah menjabat sebagai ketua Mafia pemilik wilayah bagian timur dan barat mengantikan kepemimpinan Saga Xander, ayahnya. Zaro sangat di puja karena bakat dan juga kepintarannya membuat organisasi gelap yang dia pimpin semakin maju berkembang dari sebelumnya. Kekejaman Zaro mengalahi ayahnya dan popularitasnya yang semakin di kenal, membuat anggota mafia lain memilih bergabung dengan LA DEMONSTA. Ialah nama organisasi mafia milik Zaro. "Dimana Gadis itu?" Tanya Zaro pada Roand, kepala pengawal setia dan juga sebagai sekretarisnya. Roand selalu berdiri di samping tuannya menunggu dan menjalankan perintah. "Gadis itu sudah berada di penjara bawah tanah, Tuan." Jawab Roand dengan kepala terdunduk. "Bagaimana dengan kamera itu, apa sudah kalian temukan?" tanya Zaro kembali kali ini tertuju pada bawahannya. "Kamu masih berusaha mencarinya, Tuan, maafkan kami." Anggota Mafia memakai kaca mata hitam berucap dengan getir nada takut. "Tidak berguna! Cari sampai dapat, jika tidak ... Kalian sudah tahu apa yang akan kulakukan!" Bentak Zaro menatap tajam pada semua bawahannya. Kecuali Roand, sekretaris Zaro. Dia hanya diberi tugas untuk membawa gadis yang di tangkapnya tadi malam untuk di bawa ke ruang bawah tanah. "Baik, Tuan. Akan kami susuri tepi jalan kota tempat di mana gadis itu berlari tadi malam." Salah satu anggota mafia berbadan kekar dan plontos berucap serius. "Aku tidak peduli! Yang ku inginkan benda sialan itu menghilang dari bumi ini, jangan sampai ada yang menemukannya! Pergi dan cari sampai dapat!" Kata Zaro geram. Semua bawahan mengangguk mantap dan segera berlalu dari hadapan Zaro. Mereka harus bekerja lebih jeli mencari kamera milik Kana. Ternyata gadis itu sangat lihai menyembunyikan kamera yang memotret bukti kejahatan mereka. Entah dimana itu, karena para suruhan Zaro masih belum menemukannya. "Kalau begitu, biarkan aku turut mencari benda itu, Tuan." Pinta Roand dihadiahi tatapan tajam milik Zaro. "Tidak, kau tidak perlu ikut campur, ikut aku." "Baik, Tuan." Roand tentu saja setia mengikuti apa kata Tuannya. Setelah mengatakannya, Zaro dan Roand berjalan menuju mansion bagian sayap kiri bangunan, tempat di mana para tahanan di kurung di ruang bawah tanah. Tidak banyak percakapan yang terjadi di antara mereka, sebelum memasuki pintu bergaya kuno dengan ukiran bunga teratai di pintu kayu. Di depan pintu terdapat dua anggota Mafia yang menjaga. Sejenak mereka menuduk hormat pada dua orang berkedudukan tinggi di organisasi Mafia La Demonsta, sebelum membukakan pintu. Cittt .... Pintu terbuka seiring decitan ensel yang telah tua namun masih kuat, berbunyi nyaring mengisi ruang senyap dan temaran tersebut. Cahaya matahari yang masuk hanya bersumber dari dua fentilasi kecil di tengah ruangan. "Silahkan, Tuan." Dua penjaga itu mempersilahkan Zaro dan Roand masuk. Dua pria itu pun masuk ke dalam ruangan, berjalan lurus melewati penjara yang berjejer saling berhadap-hadapan. Hingga kedua pria itu berhenti pada penjara besi di tengah ruangan yang pagar besinya terkunci. Di dalam penjara, ada seorang gadis yang tengah berdiri dengan dua tangan terantai di atas kepala. Gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Kana Marsalah, kini masih asik dengan mimpi tanpa terusik oleh keadaannya. "Buka pintunya." Kata Zaro dengan tatapan dingin lurus memandang wajah gadis tertidur di hadapannya. Pintu pun terbuka setelah Roand membuka gembok kunci penjara tersebut. Mereka berdua masuk ke dalam sana. "Berapa lama gadis mata-mata ini tertidur?" Tanya Zaro tetap mamandang Kana. "Sejak semalam dia tertidur. Mungkin kelelahan karena terus memberontak dan berteriak, Tuan." Jawab Roand ikut memandang Kana. Tak lama, Zaro kembali berucap. "Pemalas! Berikan aku segelas air!" Perintah Zaro pada Roand. Tak lama, sekretarisnya itu datang dengan membawa segelas air penuh dalam gengamannya. Byurrr.... "Uhuk ... uhuk ... uhuk ... " Gadis bermanik hitam itu terbangun dan langsung terbatuk akibat air yang menampar wajah dan masuk ke dalam rongga hidungnya. Kana tersedak air yang disiramkan Zaro secara sadis ke wajahnya. Sedangkan Roand, hanya menyaksikan tanpa ada rasa kasihan melihat Tuannya berlaku kasar pada wanita. Hati Mafia beku dan tak berperasaan, apalagi untuk orang yang telah melakukan kesalahan. Tidak ada kata kasihan dalam kamus mereka! "Wah, sudah bangun. Bagaimana mimpinya Tuan Putri, apakah indah?" Pertanyaan Zaro yang lebih pada bentuk sindiran untuk kana. Sedangkan Gadis bertubuh mungil yang masih berpakaian sama seperti tadi malam lengkap dengan hijabnya, berusaha mengumpulkan nyawa dan mengingat jelas memori tadi malam. "Kamu ...," Seketika mata Kana membulat melihat jelas Sosok Zaro yang tersenyum sinis padanya, "Aaaakkhhh, Penjahat! Lepaskan aku, lepaskan aku!" jerit Kana kemudian ketika telah sadar sepenuhnya. Tangannya memberontak ingin lepas dari rantai yang mengikatnya. Tak cukup hanya itu, kedua kakinya ikut melakukan perlawanan menendang ke arah Zaro dan Roand, tapi sayang kakinya terlalu pendek. "Dasar pria kejam!" Kata kana menatap tajam pada dua pria di depannya. Mati-matian Kana ingin menghapus memori mengerikan tadi malam dari benaknya, namun tetap tidak bisa. Zaro semakin melebarkan senyum smirknya mendapati makian dari gadis bertubuh mungil tapi ternyata pemberani. Kana masih saja terus memberontak dan berteriak kesetanan meminta di lepaskan. "Lebih baik hentikan dramamu, Gadis mungil. Aku muak melihat kepolosan gadis sepertimu yang ternyata seorang mata-mata? Cih!" Mata Kana melebar dengan amarah yang tiba-tiba membuncah di dadanya. Apa yang pria itu katakan? Dia seorang mata-mata? Oho, sebutan yang bagus! "Enak saja, aku hanya ingin melaporkan kejahatan kalian pada polisi. Beraninya menyiksa pria tua hingga ingin membunuhnya! Kalian tau itu dosa besar!" Sembur Kana berapi-api. Tidak ada ketakutan di bola matanya, yang ada hanya rasa marah yang menguasai tubuhnya. Zaro menatap sengit Kana. Hm, menarik. Ternyata gadis ini bukan gadis lemah. Mari kita lihat seberapa hebatnya dia melawan. "Roand, suruh gadis itu buka mulut dimana kamera yang dia sembunyikan!" Perintah Zaro. "Baik, Tuan Zaro." Roand segera melaksanakan titah tuannya. Dia maju selangkah ke arah Kana, sedangkan Zaro memilih duduk di sebuah kursi kayu tak jauh dari dua objek di hadapannya. "Paksa gadis itu bicara." Tegas Zaro kembali. Dia memperhatikan Roand dan Kana yang saling menatap sengit secara bergantian, Zaro seperti menonton sebuah pertunjukan hebat. Tunjukan sampai di mana keberanianmu gadis kecil? Bukankah semua gadis di dunia ini sama, mereka lemah dan tidak berguna! "Nona, aku beri peringatan dahulu pada Anda. Aku akan bertanya tiga kali, namun jika anda masih belum menjawab, jangan salahkan aku jika aku melakukan sesuatu yang buruk pada Anda." Jelas Roand dengan sorot mata datar. Apa yang akan terjadi padaku? kalian akan melakukan apa! Ya Allah, tolong hambamu dari para Penjahat gila ini. Tangan Kana bergetar, namun masih mempertahankan keberanian lewat mimik wajahnya yang menantang. "Kalian penjahat! Lepaskan aku!" Lagi-lagi kana menjerit. Niatnya ingin menedang bawahan pria kejam itu malah terhenti ketika Roand telah menahan kaki Kana. "Sebaiknya Anda bersikap baik, jika tak ingin terluka Nona Kana." Ujar Roand melepas kaki Kana. Senyum tipis mengerikan itu timbul di wajah tampan Roand. Dari mana dia tau namaku?! Pertanyaan tersebut menganggu pikirannya. Sebenarnya aku ingin menertawakan wajah pucatmu Nona, tapi ada yang lebih penting dari itu. Tapi dalam hati Roand tertawa. Pria yang duduk di kursi mengejek Kana lewat lirikan matanya yang sinis. Zaro bisa menangani gadis itu yang telalu mencampuri urusannya sendiri, tapi dia bukan orang penyabar seperti Roand. Dia bisa berlaku kejam tanpa peringatan. Belum saatnya Zaro turun tangan. "Satu, dimana kamera itu?" Sepertinya Roand telah memulai aksinya. "Tidak akan kuberitahu!" Kana menjawab memalingkan wajah. "Dua, Dimana kamera itu, Nona?" Masih bersabar. Tangan Road memegang jas bajunya di mana pistolnya tersimpan. "Aku bilang tidak akan kuberitahu! Tindakan kejam Kalian harus di laporkan ke polisi!" Jawab Kana. Wajah itu memerah di selingi deru napas yang tidak teratur. "Roand, tunjukan keahlian kita, jangan terlalu sungkan pada wanita." Ucap Zaro yang ternyata telah berdiri di samping Roand. "Baik, Tuan." Roand mengerti maksud dari tuannya, diapun mengeluarkan pistol dari saku baju dan menodongnya ke arah Kana. Ya Allah ... Apa sekarang waktunya aku menyusul Ayah dan Ibu pergi? Aku tidak mungkin memberi tahu satu-satunya bukti yang akan menegakkan kebenaran di muka bumi ini. Yang jahat harus musnah agar tidak menindas yang lemah. Kana memejamkan matanya erat menyambut kematian yang sebentar lagi akan datang padanya. "Tiga. Kesabaranku telah habis Nona, dimana kamera itu?" Pistol itu tepat menempel di tengah dahi Kana. Itu adalah perntanyaan terakhir Roand. "Tunggu." Namun, ucapan Zaro menghentikan Roand dan Kana yang tadi menutup mata kembali membukanya. "Aku punya satu pilihan untuk gadis ini," Kata Zaro. Tangannya ingin menyentuh wajah Kana namun gadis itu segera mengindar. "Jangan menyentuhku! dan apa yang kau katakan, satu pilihan? Apa yang bisa ku pilih jika opsinya hanya satu!" Jeritnya nyalang. Kana bukan orang bodoh, dia yakin satu pilihan itu pun bukan hal bagus dan menguntungkan untuknya. "Haha, Good Girl. sepertinya kau bukan gadis yang bodoh. Benar, aku mengajukan satu pilihan yang harus kau terima, tanpa ada penolakan." Zaro menghindar kala kaki Kana hampir menyentuhnya. Dia tertawa melihat usaha gadis pemberontak yang pemberani itu hanya melakukan perlawanan yang sia-sia. "Apa maksudmu, Hah! Lepaskan aku!" "Satu pilihan itu adalah Menikah denganku!" Sontak dua pasang mata itu menatap Zaro terkejut. Menikah? "Dasar pria tidak waras! Aku tidak mau! Lepaskan aku, lepaskan!" Jeritan Kana makin menjadi-jadi, namun diabaikan Zaro. "Roand, lepaskan calon istriku dan beri dia kamar khusus serta lengkapi seluruh kebutuhannya!" Titah Zaro sebelum pergi meninggalkan ruang penjara tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD