SEBUAH KEPUTUSAN

1239 Words
Aku menuruni anak tangga, berjalan menuju meja makan. Ku melihat Mama dan Papa yang sudah bisa bercanda seperti biasanya. "Selamat pagi Pa, Ma," Kata ku mencium pipi Mama dan Papa. "Selamat Pagi sayang...." Mama dan Papa mencium kedua pipi ku. Aku tersenyum menanggapinya, mood Mama sudah baik terlihat dari raut wajahnya yang sudah mulai segar. Tak ada wajah pucat dan juga tak ada tatapan kosong. Aku kembali memikirkan rencana gila ku semalam, setelah mimpi buruk itu aku tak bisa tertidur lagi. Akhirnya ku putuskan untuk mencari informasi tentang mimpi ku di internet. Dan setalah memahami arti mimpi tersebut, ide gila itu muncul di dalam otak ku. Ku lirik Mama dan Papa, mereka nampak menikmati sarapan. "Ma, Pa...." panggilku ragu, keduanya menengok ke arahku. "Kenapa sayang nasi gorengnya kurang?" tanya Mama yang akan menyendokan nasi goreng lagi di piringku. "Eh, bukan itu Ma..." ucapku cepat sebelum Mama benar-benar memberi ku nasi goreng. "Aku mau sekolah di sekolah Tiara yang dulu," ucapku membuat Mama dan Papa diam. "Enggak!" ucap Mama tegas, aku tau Mama pasti tak mengizinkan ku untuk sekolah di sekolah Tiara. Aku berjalan memeluk Mama. "Mama kan tau, kematian Tiara tidak wajar Ma. Kita sebagai keluarga tidak boleh melihat jenazah Tiara. Kita juga gak tau secara pasti kenapa Tiara meninggal. Sera ingin membongkar kematian Tiara, " ucapku mencoba menjelaskan niat baikku kepada Mama. Mama terdiam, Papa juga masih diam. "Sera cuma mau keadilan buat Tiara. Sera mau Tiara tenang di sana." Aku menceritakan mimpi ku tadi malam, membuat Mama menangis. "Sera gak tau kenapa Tiara minta tolong sama Sera. Ma, Izinkan Sera buat nolong Tiara...." rengek ku kepada Mama. Mama menghapus sisa air matanya, Kemudian beliau memeluk ku. "Mama gak mau kamu bernasib sama sama Tiara. Cukup Mama kehilangan Tiara jangan kamu, sayang," ucap Mama masih memeluk. "Mama percaya 'kan sama Sera, Sera bisa jaga diri Sera. Mama juga tau kan kalau Sera juara MMA tahun lalu. Sera yakin Sera bisa......" ucapku menyakinkan Mama. Aku memang juara MMA tahun lalu, Tahun ini aku tidak di boleh kan Mama maupun Papa untuk mengikuti MMA di Inggris, karena tahun lalu pun aku menang dan juga tepar di rumah sakit selama 5 hari. Tiara pun sempat menjenguk ku di rumah sakit waktu itu. Huh aku jadi teringat kepada Tiara, sungguh aku merindukan sosok Tiara. "Mah boleh ya," ucapku lagi Mama menghela nafasnya berat. "Kamu janji bakal jaga diri kamu dengan baik?" ucap Mama aku menganggukkan kepala ku antusias. Mama mengusap wajahku. "Mama Izin kan. Kamu harus bisa mengungkap misteri kematian Tiara....." ucap Mama aku tersenyum menatap lalu memeluknya. "Sera janji bakal jaga diri Sera. Sera sayang sama Mama...." ucapku Mama membalas pelukanku. "Kamu tenang saja Sera Papa akan suruh salah satu anak buah Papa buat ikut kamu...." ucap Papa yang sedari tadi diam. Aku pun mengangguk mengiyakan ucapan papa. Tiara aku janji akan menolong kamu. Aku akan mengungkap kematian kamu. Batin ku. **** Hari ini aku akan pindah ke sekolah Tiara. Aku meminta Papa untuk menutupi identitas ku sebagai kembaran dari Tiara. Untung saja wajah ku dan Tiara tidak mirip, jadi lebih mudah untuk melakukan penyamaran. Setelah koper-koper ku di masukan kedalam mobil, aku memeluk Mama. Mama masih saja mengkhawatirkan aku. "Sera, Mama cuma bisa berdoa yang terbaik buat kamu sayang. Jaga diri kamu baik-baik," ucap Mama aku mengangguk. "Mama jangan khawatir kan Sera. Sera kan, Sera bisa jaga diri Sera," ucapku menenangkan Mama. Setelah memeluk Mama kini aku memeluk Papa. "Papa sudah mengirim salah satu anak buah Papa. Namanya Langit Birru, besok kamu pasti bertemu dengannya," ucap Papa. Aku mengangguk masih memeluk Papa. "Aku pamit Ma, Pa," ucapku masuk kedalam mobil, dari jendela Mobil aku melambaikan tangan kepada Mama dan Papa yang sedang berpelukan. *** Aku masih menatap bangunan tua di depan ku. Bangunan dengan arsitektur khas belanda, ini adalah asrama putri. Di sini tidak begitu ramai mungkin karena hari yang sudah mulai malam. Aku melihat wanita bertubuh gempal itu berjalan ke arahku. Ia tersenyum ramah. "Serania Agesha, murid baru pindahan dari Inggris?" tanya wanita itu membuat ku mengangguk. "Mari ikut saya, saya asisten kepala asrama putri di sini," ucap wanita itu berjalan lebih dulu dari ku. Kami menyusuri lorong-lorong asrama yang mencekam. Aku sedikit melirik jam di pergelangan tangan ku, pukul 7 malam dan disini sudah sepi? Ini sangat aneh. "Kita sudah sampai, ini ruangan Bu Lita kepala asrama putri. Mari masuk Bu Lita sudah menunggu kamu sedari tadi," ucap wanita yang tidak ku ketahui namanya itu. Aku hanya mengangguk, lalu masuk kedalam ruangan itu. Di dalam ruangan itu, aku melihat wanita cantik nan anggun yang ku taksir umurnya sekitar 24 tahun itu tersenyum menatapku. "Serania Agesha, silakan duduk... " ucap wanita itu ramah. Aku pun duduk di kursi yang telah di sediakan. "Perkenalkan namaku Thalita Diera. Kepala asrama putri disini...." ucapnya membuat ku kaget. Tadi, aku sempat membayangkan bahwa ketua asrama disini adalah seorang yang sudah tua. Tapi ini? Wanita cantik nan muda yang bahkan mungkin lebih muda dari asistennya tadi. "Kamu mendapat kan nomor 225. Di lantai 4," ucap Bu Lita. Aku mengangguk. "Ini ada beberapa peraturan yang harus di patuhi...." Bu Lita memberikan secarik kertas kepada ku. Aku menatap kertas itu membaca peraturan demi peraturan yang tercantum di dalamnya. Di bagian awal peraturan memang tidak ada yang aneh, hanya saja 3 peraturan dari bawah membuat ku melongo diam sembari berpikir keras. 18. Dilarang keluar asrama pada pukul 18:30 sampai dengan 20:30 19: Khusus malam Jum'at kliwon di larang keluar kamar. 20: Jangan sesekali berjalan sendiri di lorong asrama lantai 3 pada malam hari. Aku hanya menelan ludahku kasar saat membaca ke tiga peraturan tersebut. "Serania Agesha apakah kamu bisa menaati peraturan tersebut?" tanya Bu Lita Aku mengangguk ragu. "Baiklah saya akan mengantarkan mu menuju kamar mu. Ayo....." ajak Bu Lita aku hanya mengikuti beliau dari belakang sembari menarik koper besar milikku. Kami naik lift langsung ke lantai 4. Bunyi lift sudah berbunyi aku dan Bu Lita memasuki lorong asrama yang benar benar sunyi. Bahkan aku sempat berpikir apakah ada orang di asrama ini? Tak terasa kami sudah sampai di depan kamar nomor 225. Bu Lita membuka kamarku, menyalakan Lampu dan aku masuk kedalam kamar itu. "Ini kunci kamar kamu, kamu sudah baca peraturan yang saya beri tadi , kan? Jadi patuhi peraturan tersebut......" ucap Bu Lita menepuk bahu ku dua kali. Lalu beliau pergi dari kamarku. Aku mengunci pintu kamar setelah Bu Lita pergi. Menatap sekeliling kamar baru ku. Ada sebuah ranjang yang hanya cukup untuk satu orang, sebuah sofa, televisi yang ada di dinding atas, meja belajar, lemari kayu, lemari es mini, dan juga karpet berbulu. Fasilitas di asrama ini tak perlu di ragu kan. Kamar mandi pun ada di dalam jadi tidak perlu khawatir untuk keluar masuk kamar untuk mencari kamar mandi. Aku membereskan pakaian ku, menaruhnya didalam lemari yang telah di sediakan. Setelah selsai membereskan semua barang-barang ku. Aku merebahkan tubuhku di ranjang. Suara ponsel di sebelah ku memecah keheningan. Mama vidio call aku. 'Sayang kamu sudah sampai kamu baik baik saja kan." "Sudah Ma, Sera baru aja selsai beresin barang-barang," ucapku kepada Mama. Ku lihat Mama tersenyum. Alhamdulilah kalau begitu, Kamu istirahat ya nak. Jangan lupa ganti baju cuci muka lalu tidur. Kan kamu besok masuk sekolah. "Iya Mah, nanti setelah ini Sera ingin Mandi deh terus tidur badan Sera capek..." "Ya sudah kalau begitu, Mama matiin dulu ya. By by sayang." Aku tersenyum, sambungan vidio Call pun di matikan. Aku berdiri mengambil handuk dan baju Tidur lalu pergi menuju kamar mandi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD