3. Diputuskan Secara Sepihak Itu Menyakitkan

1409 Words
Sejak meninggalkan Indonesia lima belas tahun yang lalu, Rafel benar-benar menutup diri dari keluarganya dan juga menutup akses atas informasi apa pun yang berasal dari tanah airnya itu. Dia sama sekali tidak ingin tahu lagi apa yang terjadi di negara itu apalagi pada keluarga ayahnya. Sekalipun dia memiliki teman-teman yang berasal dari negara yang sama bahkan menjadikan salah satu teman baiknya sebagai kekasih lima tahun yang lalu, ia tetap tidak merasa tertarik pada apa pun yang terjadi di negara kelahirannya. Sesuai janjinya pada mendiang ayahnya, Rafel akan berdiri di atas kakinya sendiri tanpa bantuan sedikitpun dari keluarga Naratama. Dan dia telah membuktikan janjinya itu. Kini Rafel telah menjadi orang sukses meski di negeri orang. Dia bekerja sebagai senior arsitek di sebuah perusahaan arsitek terkemuka yang ada di Swiss. Dia bahkan tercatat sebagai salah satu sepuluh arsitek paling berpengaruh dalam rancangan bangunan yang tidak hanya di kawasan Swiss saja, melainkan di seluruh kawasan Eropa Barat. Rafel menghentikan aktivitasnya dalam menggerakkan mouse mendengar ringtone ponselnya. Laki-laki itu menatap sekilas layar ponsel dan segera meraih benda pipih itu setelah melihat nama penelepon yang tertera di layar. “Hallo?” sapa Rafel setelah menerima panggilan tersebut. “Raf? Kamu sedang sibuk sekarang?” jawab penelepon. “Nggak terlalu. Ada apa Helena? Aku akan meninggalkan kesibukanku kalau kamu yang menelepon,” jawab Rafel. “Paling bisa kalau ngerayu.” “Aku cuma merayu orang yang spesial di hatiku aja, kok.” “Iya, iya percaya. Aku mau bicara serius sama kamu.” “Ya, katakan saja. Dari tadi juga aku serius.” “Iya, kamu benar. Ini soal hubungan kita, Raf.” Diam sesaat. Rafel mencoba menebak hal apa yang hendak dikatakan oleh Helena. Dia bahkan mencoba mengingat hal terakhir yang mereka bicarakan sebelum kembali berbicara di telepon seperti sekarang ini. Tidak ada sesuatu hal yang patut dicurigai sebagai pemicu Helena tiba-tiba berkata ingin berbicara serius dengannya, Rafel lanjut membalas ucapan kekasihnya di telepon. “Ya, Helena? Kenapa dengan hubungan kita? Everything oke?” tanya Rafel dengan nada bicara tenang seperti biasanya. “Oke, kok.” “Lalu kenapa tiba-tiba kamu ingin membicarakannya, Helena?” Kembali hening. Tidak seperti biasanya ada jeda dalam percakapan mereka. Pasti akan ada pembicaraan lanjutan ketika sebuah topik pembicaraan telah mencapai jalan buntu. Rafel memang menjadi banyak bicara hanya dengan orang-orang yang sefrekuensi dengannya, dan itupun tidak banyak. Salah satunya Helena. Kini Rafel memutuskan Helena yang mengambil alih pembicaraan ini. Ia tidak ingin menyela dan hanya menjawab ataupun bertanya ketika dibutuhkan saja. “Aku pikir kita lebih baik mengakhiri hubungan ini, Raf.” Hanya kalimat singkat itu yang terdengar di speaker ponsel Rafel. “Tolong bilang sekali lagi apa yang baru saja kamu katakan, Helena,” pinta Rafel, masih dengan nada bicara yang terjaga intonasinya. “Aku pikir lebih baik kita mengakhiri saja hubungan ini, Raf.” Helena menurut. “Something wrong?” tanya Rafel. “Ada, tapi aku belum bisa menceritakannya sama kamu sekarang.” “Why?” “Aku belum siap untuk menyampaikannya sama kamu. Tapi yang jelas aku ingin hubungan kita berakhir cukup sampai di sini saja, Rafel.” “Ada yang salah dari aku? Atau aku membuatmu kesal? Aku membuatmu marah dan kecewa? Kenapa, Helena? Jelaskan saja. Aku akan menerima penjelasanmu dan akan mengubah kesalahanku kalau memang itu mengganggumu dan hubungan kita.” “Nggak ada yang salah dari kamu, Raf. Aku yang salah. Harusnya kita mengakhiri hubungan ini sejak aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia?” “Bukannya kita sudah membicarakan soal ini, ya? Kamu ingat janjiku kan? Tahun depan aku akan menghadap pada orang tuamu untuk meminangmu. Aku cuma minta kamu untuk bersabar sampai aku menyelesaikan semua pekerjaanku di bulan sebelas tahun ini. Jadi aku bisa merayakan natal dan tahun baru bersamamu dan keluargamu.” “Maafkan aku, Raf. Keputusanku sudah bulat untuk mengakhiri hubungan kita.” Rafel mengembuskan napas kasar tepat di depan speaker ponselnya. Ia sama sekali tidak mengerti pada jalan pikiran kekasihnya itu. Beberapa tahun terakhir hubungan mereka tampak baik-baik saja, jauh dari perdebatan apalagi pertengkaran. Memang akhir tahun kemarin Helena tiba-tiba memutuskan pulang ke Indonesia untuk seterusnya. Perempuan itu diminta untuk tinggal di tanah air oleh kedua orang tuanya. Padahal Rafel sudah menyiapkan banyak hal indah di Swiss untuk kehidupan masa depan mereka berdua. Rafel tentu saja merasa berat melepas Helena kembali ke tanah air tanpa dirinya. Namun akhirnya Rafel mengalah karena Helena telah memenangkan hatinya. Gadis itu berjanji akan menunggu kedatangan Rafel untuk memintanya secara resmi pada kedua orang tuanya. Sehingga setahun terakhir Rafel benar-benar mempersiapkan diri untuk kesiapannya menghadap pada kedua orang tua Helena. Rafel begitu mencintai gadis itu. Dia rela melakukan apa pun agar tidak kehilangan tambatan hatinya itu. Karena Helena adalah satu-satunya orang yang paling mendukung dan menerimanya apa adanya di saat-saat terpuruknya ketika diusir dari keluarga besarnya. Helena tidak memandang Rafel dari status sosialnya. Meski Helena tidak pernah memperkenalkan Rafel secara resmi pada kedua orang tuanya sebagai kekasih, hal itu tidak menjadi halangan berarti bagi Rafel untuk tetap mencintai Helena. “Ya, tapi kenapa? Minimal itu jelaskan kesalahanku, Helena? Kamu nggak bisa semudah itu mengakhiri hubungan kita yang udah berlangsung sekian lama tanpa alasan seperti ini. Hal ini sangat menyakitkan buat aku.” “Aku nggak pengen menyakiti kamu lebih dalam lagi, Raf. Maafkan aku.” “Helena… Please!” “Mulai sekarang jangan pernah hubungi aku lagi dan semoga kita tidak bertemu lagi dengan alasan apa pun di masa yang akan datang.” Tak ada jawaban dan kemudian panggilan telepon yang dimulai oleh Helena, berakhir juga darinya. Rafel mencoba menghubungi kembali gadis itu. Namun sia-sia karena yang terdengar dari speaker ponselnya hanyalah nada sibuk dan operator yang mengatakan bahwa nomor yang sedang ditujunya sudah tidak aktif. Hal itu tentu membuat Rafel gelisah dan nyaris frustrasi. Dia mengusap kasar wajahnya setelah meletakkan ponsel di atas meja. Tentu saja hal ini semakin membuatnya curiga dan merasa ada hal tidak beres, hal besar yang sedang coba disembunyikan oleh Helena darinya. Namun Rafel tidak bisa menebak sedikitpun klu-nya. Atau sebenarnya dia yang tidak berani berasumsi karena ketakutannya kehilangan Helena yang begitu besar. Segera Rafel menghubungi teman-teman Indonesianya yang lebih dulu kembali ke tanah air dan tentu saja masih menjalin komunikasi dengannya. Dia meminta teman-temannya untuk mencari tahu soal Helena. Kebanyakan teman-teman akrab Rafel lebih kenal baik pada latar belakang Helena yang memang berasal dari keluarga terpandang, ketimbang latar belakang keluarga laki-laki itu. Rafel benar-benar merahasiakan soal dirinya yang merupakan cucu laki-laki pertama dalam keluarga Naratama yang terusir. Tidak ada satupun dari teman-temannya yang tahu soal itu karena Rafel sendiri telah mengganti nama belakangnya dengan nama belakang ibunya sesaat sebelum terbang ke Swiss sepuluh tahun yang lalu. Dia menghilangkan nama Naratama sebagai nama belakangnya dan menggantinya dengan nama belakang ibunya menjadi Rafel Andamas. Dia membuat kartu tanda pengenal, paspor hingga visa dengan nama itu. Hingga tidak ada satupun dalam lingkungan barunya di Swiss yang tahu bahwa nama aslinya adalah Rafel Naratama. Bahkan Helena sekalipun. Yang Helena tahu soal Rafel hanyalah Rafel berasal dari keluarga sederhana, seorang anak dari mandor proyek bangunan dan seorang ibu yang bekerja sebagai guru TK di Jakarta. Namun kini kedua orang tuanya telah tiada. Helena menerima dengan tulus apa pun yang ada di dalam diri Rafel. Hal itu yang membuat hubungan mereka berjalan baik selama hampir lima tahun terakhir. Lalu kini tiba-tiba gadis itu meminta untuk mengakhiri hubungan indah yang telah mereka jalin dengan penuh perjuangan begitu saja. Tentu saja Rafel tidak terima begitu saja. Dia bahkan tidak tinggal diam membiarkan Helena mengempasnya seperti debu. Beberapa hari kemudian Rafel mendapat kabar dari salah seorang temannya yang diminta bantuan untuk mencari informasi soal Helena. Informasi yang mereka dapatkan adalah kabar Helena akan menikah dengan seorang laki-laki yang sampai detik ini masih dirahasiakan informasi pribadinya. Yang bisa diberikan oleh temannya soal calon suami Helena adalah laki-laki itu berasal dari keluarga kaya dan terpandang melebih keluarga Helena. Hati Rafel menciut mendengar kabar itu. Rafel percaya pada informasi yang diberikan oleh temannya itu. Sekarang alasan apa lagi yang bisa diberikan oleh seorang kekasih yang tiba-tiba memutuskan mengakhiri hubungan yang baik-baik saja? Hanya ada dua masalah, ada laki-laki lain atau kekasihnya mengalami orientasi seksual. Dan Rafel lebih yakin pada pilihan pertama. Akhirnya Rafel memutuskan mencari tahu sendiri siapa laki-laki yang akan menikahi Helena dengan caranya sendiri. Ia memutuskan kembali ke Indonesia dalam waktu dekat. Dia segera menghubungi asistennya untuk mengatur keberangkatannya ke Indonesia. Rafel tidak ingin menunda waktu. Bila perlu dia akan mencegah pernikahan itu akan terjadi dan menggagalkan siapapun laki-laki yang akan menikah dengan kekasihnya itu. ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD