Bab 6.1 : Hubungan Bullshit is Really Like a s**t!

1397 Words
 Manusia itu makhluk sosial, semua butuh kasih sayang, butuh temenan, butuh ada komunikasi dengan orang lain. Itu semua membentuk suatu hubungan. Sayangnya sering kali rumit. Semua hubungan itu bikin pusing, bukan cuma hubungan lo dan dia aja - kevriawan 2020   = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =    Bab 6 : Hubungan Bullshit is Really Like a s**t! Sejak beberapa bab sebelumnya gue sudah membahas perihal manusia adalah makhluk sosial yang enggak mungkin banget untuk hidup sendirian. Selain karena manja (read: alay), manusia juga tidak bisa melakukan apa - apa sendirian. Karena pada dasarnya manusia lemah dan sangat manipulatif. Oleh karena itu manusia membutuhkan makhluk lain. Baik sebagai korban maupun sebagai bahan pembelajaran. Bahkan gue enggak heran kalau pada akhirnya manusia juga membutuhkan bantuan sesamanya, lalu setelah mendapatkan apa yang dia mau … baru deh, setelah itu habis manis sepah dibuang. Haha, ampas! Tapi, kenyataannya memang begitu, kan? Coba hitung, sudah ada berapa manusia ampas yang berlalu di hidup lo, wkwk.   Oke, mari langsung saja kita mulai masuk ke pembahasan asik soal hubungan ini. Menurut Wikipedia, hubungan (bahasa Inggris: relationship) adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Hubungan dapat dibedakan menjadi hubungan dengan teman sebaya, orang tua, keluarga, dan lingkungan sosial. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi. Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin dekat pihak-pihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi.   Kurang lebih seperti itu yang dibilang sama Mbah Wiki. Artinya secara sederhana Mbah Wiki ini mau menjelaskan bahwa enggak ada manusia yang tidak memiliki hubungan. Kalau begitu mari kita bahas satu per satu ya genks. Sebagaimana kita tahu yang namanya hubungan ini pasti dua arah, ada timbal baliknya dan biasanya melibatkan perasaan. Ya, memang namanya perasaan ini gak harus, kudu, wajib, mesti yang warnanya merah muda bernama cinta. Namanya perasaan ini macam - macam, dan biasanya didapatkan respon yang berbeda terhadap apa yang kita rasakan dari orang yang berbeda. Nah, loh, bingung kaga tuh, haha.   Pertama, kita akan membahas dari yang paling luar dulu, yaitu hubungan dengan masyarakat dan sosial. Sementara ini kita tahu banget bahwa Indonesia memiliki 250 juta jiwa, yang mungkin beberapa ratus jutanya adalah kaum remaja, alias millennials kayak lo dan gue. Kaum - kaum yang memasuki usia tanggung dan masa transisi ini memang lagi dalam fasenya ngeri - ngeri sedap, gitu, kan. Pokoknya apa saja yang bisa membantu dirinya menemukan jati diri, pasti akan dijajal. Tapi, ya namanya hidup, enggak seru kalau hanya ada satu rasa. Dari sekian banyak jenis manusia yang kita temui setiap hari, ada yang namanya hubungan sosial. Yaitu bagaimana cara lo menghadapi secara keseluruhan orang - orang yang lingkarannya paling luar. Mungkin lo enggak kenal, atau bisa jadi hanya bertemu beberapa kali karena suatu kesempatan dan kepentingan yang bersinggungan.   Misalnya ketemu tukang parkir saat lo belanja ke minimarket, atau ke tempat - tempat umum lainnya. Atau bertemu penumpang lain di dalam Transjakarta dan KRL dalam kota. Atau sesuatu lainnya yang kurang lebih seperti itu perumpamaannya. Di sini mungkin lo akan menemukan berbagai jenis karakter orang, dan sebagai anak muda yang beretika, lo harus menunjukkan sopan santun kepada mereka.   “Kak, boleh ya minta tolong bangku prioritasnya.”   Ini adalah salah satu ucapan khas yang penuh tata krama dan sopan santun dari kondektur bus transjakarta. Jadi, ceritanya bus yang gue tumpangi ini penuh. Semua bangku terisi, walaupun masih ada space berdiri. Karena jarak gue dari rumah ke kampus cuma makan waktu sekitar dua puluh sampai tiga puluh menit, so gue berdiri juga kagak kenapa - kenapa, kan … jadi lah gue naik. Bus pun berjalan sesuai rute, dan sampai di dua halte berikutnya, gue melihat ada sepasang kakek nenek lanjut usia, dan terlihat mereka sudah cukup renta, ikut berdiri di space yang tersedia. Sementara itu di kursi prioritas ada dua orang cewek yang sedang main ponsel. Seorang pura - pura dengar lagu terus tidur, sementara yang satunya cekikikan enggak jelas, mungkin sedang chat.   Sebagai anak muda dan millenials yang beradab, seharusnya tanpa perlu ditegur oleh sang kondektur, begitu melihat lansia ini masuk ke dalam bus. Tanpa diminta dulu mereka sudah wajib berdiri dan memberikan kursi, dan bukan malah pura - pura b**o. By the way, hati - hati lho, ya, buat kalian yang agak suka pura - pura b**o. Entar giliran jadi b**o beneran, baru deh tau rasa, haha!   “Kak, sorry, boleh ya kursi prioritasnya untuk Kakek dan Nenek ini.” Merasa diabaikan, sang kondektur bicara lagi.    Gue cuma melirik sekilas, tapi jelas sekali mereka agak enggak ikhlas untuk memberikan bangku tersebut. Mungkin ya mereka pikir itu kosong, dan lagi pula mereka duluan yang naik. Enggak salah sih, tapi masalahnya adalah itu bangku kan jelas - jelas ada tulisannya prioritas, yang mana sudah pasti bukan diperuntukan buat cewek - cewek mager yang cuma asyik main hp. Hal ini sudah pasti bakalan mengindikasikan bahwa mereka memiliki kecerdasan sosial, atau interaksi sosial yang buruk. Jangan tanya gue ini salah siapa, karena cewek enggak pernah salah. Jangan juga tanya gue mereka sekolah di mana, karena nanti gue dikira kepo atau naksir. Juga jangan tanya gue kenapa attitude mereka bisa sejelek itu, karena gue kagak kenal sama dua orang itu.   Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang superior, dan tentu saja egois. Mungkin sikap yang barusan itu .. lo bisa menyalahkan egoisme mereka yang masih menggebu - gebu. Ada berbagai macam jenis orang. Ada sebagian yang kudu kenal deket atau jadi sohib banget baru mau bantu. Ada sebagian lagi yang adalah tipe - tipe suka basa - basi, dan biasanya ramah. Ada pula beberapa diantara mereka yang suka bersosialisasi, alias baik sama siapa aja. Tapi enggak menutup kemungkinan juga bahwa akan ada orang yang mau dekat atau enggak kelakuannya sama - sama menyebalkan. Satu dari seratus, gue yakin kalian pasti menemukan orang sejenis ini. Kalau lo cukup beruntung, mungkin belum nemu aja, dan bukannya enggak ada.   Oke, selanjutnya kita akan naik tingkat, yaitu mengenai hubungan dengan lingkungan sekitar. Di sini biasanya sih yang paling akrab dan dekat itu lingkungan rumah, lingkungan sekolah atau kampus. Sebenarnya ini yang paling signifikan menurut gue adalah lingkungan rumah sih, hubungannya itu ya sama tetangga, emak - emak nyinyir dari rumah atau RT sebelah, atau kenyinyiran lainnya. Untuk yang lingkungan sekolah dan kampus gue rasa nanti akan ada sectionnya sendiri di bagian teman sebaya. Gue rasa itu lebih cocok. Sekalian juga gue pengin julid si Juki. Kawan ampas tapi emas. Oke, jadi fixed, ya, buat lingkungan ini gue akan bahas bagian tetangga aja.   “Bu, si Jono udah skripsi belum, sih? Semester berapa sekarang?”   Pertanyaan ini terlontar ke Emak gue saat kami sedang jalan - jalan naik motor keliling kompleks. Ngapain? Nyari tukang sayur. Sebagai anak yang baik gue sering enggak bisa menolak kalau Emak sudah merajuk, merengek, dan meminta untuk diantar keliling komplek buat mencari keberadaan Mamang tukang sayur. Orang yang bertanya ini asalnya dari RT sebelah, masih satu komplek sih, cuma memang temu gosipnya ya pas lagi belanja sayur kayak begini.   “Baru semester awal, Bu, masih jauh skripsi mah. Si Jono baru masuk kemarin, kok.” Emak gue menjawab kekepoan si Ibu itu, sementara gue mengeluarkan ponsel, kemudian membuka ML lalu mengajak teman grup ikut war.   “Ealah, baru masuk? Kuliah di mana emangnya?” Ibu itu bertanya lagi, dalam batin gue menjerit, sumpah ngapain sih ini emak - emak ribet bae. Gue mau kuliah di Mars, Venus, Jupiter, atau di bulan sekalian bareng alien juga bukan urusan situ, kan, Bu?   “Oh, Univ Maju Mundur Syantik.” Emak gue tetap menjawab sambil mencemol - cemol kangkung.   “Kok ke sana, sih, Bu? Univ itu kan jelek. Katanya banyak ayam kampusnya.” * * * * * to be continued * * * * *  Ps. sorry genks hari ini telat update, hiks. By the way, kalau kalian merasakan sama seperti apa yang Jono rasakan, boleh banget langsung di tap LOVE nya gaes. Atau bisa juga kalau kalian mau add cerita ini ke library atau perpustakaan. Supaya kalau next time saya update, kalian enggak ketinggalan beritanya, hihiw~ Oke deh, kalau gitu see you in the next chapter ya!   Bye ....   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD