Bab 3.1 : Lingkungan Pertemanan Ala Sinetron

1095 Words
enggak ada yang melarang lo temenan sama siapa aja. masalahnya adalah enggak semua teman itu bagus buat kesehatan, saran gue ... mulai bedakan mana emas mana ampas. sip, paham ya? - kevriawan 2020 = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =  Bab 3.1 : Lingkungan Pertemanan Ala Sinetron   Sepanjang hidup yang rasanya kayak jalan kenangan ini … gue belum pernah sekali pun menemukan teman yang benar - benar teman. Ya, memang yang paling bagus dari semuanya itu ya kita berjalan dan berdiri di atas kaki kita sendiri. Tapi, manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kita enggak bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Secerdas apapun lo, serajin apapun lo, setajir apapun lo, atau bahkan seberkuasa apapun lo, kalau masih mau hidup sebagai manusia, dan bukan batu, maka lo harus mengakui bahwa kita masih membutuhkan orang lain. Di dunia ini segala hal sebenarnya saling bergantung satu sama lain tanpa kita sadari.   Contoh kecilnya adalah bunga yang bergantung pada serangga kecil yang menghisap madunya untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak. Serangga itu akan hinggap, lalu menjatuhkan serbuk sari pada putik sehingga terjadi pembuahan. Buseh, IPA banget, yes bahasa gue haha. Atau hal lainnya adalah, matahari butuh bumi supaya ada orang - orang yang menyadari bahwa dia bersinar. Persis kayak lo butuh bucinnya doi agar orang - orang tahu kalian saling mencintai. Kalau enggak, hal paling sederhana aja, deh. Sebagai sesama pejuang kelulusan, kita saling membutuhkan untuk berbagi contekan. Betul, apa betul? Uhuy!   Tapi gue tahu juga terkadang enggak semua hubungan itu baik. Enggak semua yang saling bergantung satu sama lain itu menghasilkan ending yang manis. Atau menghasilkan output yang positif. Misalnya kalau anak SMA yang doyan nyusu gantung sama pacarnya, outputnya pasti MBA. Eh, ya, skip. Kita lagi enggak bahas gituan haha, kan bisa repot gue kalau nanti ada yang tegang, eh!   Jadi, yang mau gue katakan adalah betapa toxic sudah hubungan yang terjalin di masa kini. Gue enggak ngerti lagi, kenapa sih orang - orang mulai pada doyan dan hobi banget nge-drama. Apa mungkin ini karena serangan kisah cinta Marimar dan Fernando Hose? Atau karena Dulce Maria dan Ciripa? Eh, apa Rosalinda, ya? Uhuy, ternyata gue udah tuir. Hampa sama tontonan Emak. Tapi jujur, gue sering banget gagal paham sama orang - orang yang suka banget memperpanjang urusan. Membesar - besarkan masalah.   Ibarat, nih, masalah aslinya itu cuma sebesar upil. Cara menghadapinya cukup ditempelin aja di kolong meja, eh, maksudnya cukup dibersihkan pakai tisu. Tapi orang ini bukannya mengambil tisu buat bersihin, justru malah itu upil di satuin ke lilin play doh, habis itu di unyel - unyel sampai tercampur rata, dan disatukan dalam bulatan yang lebih besar. Nah, ribet kagak lo pada bacanya, wkwk.   “Harusnya lo usaha, dong. Kan lo tau di mana rumahnya si Jeje. Kalau gue, sih, udah duluan bareng teman SMA.” cewek berambut panjang lurus hasil smoothing-an dan berkaca mata itu menatap tiga temannya yang mukanya bingung.   Ini ceritanya di kelas gue lagi ada sekelompok anak cewek yang slek. Padahal nih, udah satu semester mereka selalu kemana - mana bareng. Malah kayaknya kalau gue enggak salah ingat, sudah dua semester on the way ke tiga semester. Mereka cukup akrab gue lihat, dan biasnaya selalu duduk bareng. Tapi, ya … namanya temen karbitan. ada kalanya ketika ombak menerjang, berdirinya belum tegap. Jadilah tergulung dalam ketidakpastian badai drama pertemanan.   “Iya, sorry, kita beneran bingung harus gimana. Maaf juga gue telat ngucapinnya.” salah satu dari tiga cewek itu membela diri dan kubunya.   Apa, sih, masalahnya? Herman saya!   “Parah, ya kalian. padahal jeje selalu ingat ulang tahun kalian, kan?” cewek berkacamata itu mulai drama asia jilid dua. “Gue tahu, kemarin libur. Tapi minimal ngucapin pun kalian enggak ingat. Bikin grup buat surprise pun harus gue, dan apaan, tuh! Enggak suka gue pas lo bilang ‘ah, akhirnya ni grup ada juga’---seolah lo sok peduli padahal enggak.”   “Astagfirullah!” seseorang malah beristigfar. “Gue enggak tahu kalau kalimat itu bakal seserius ini.”   Sumpah, sumpah. Ini sebenarnya masalah mereka apaan, sih?   “Gue kecewa sih, lo semua lupa ulang tahun Jeje. Habis itu enggak peduli, dan malah sok bilang grup surprise enggak ada dan harus nunggu gue yang buat. Teman macam apa kalian?”   Anjay, mereka berantem cuma gara - gara tiga orang ini kagak inget ulang tahun salah satu anggotanya? Baper maksimal, nji! ---- eh, tapi gue juga pernah baper sih. Jangan ngatain, jangan ngatain, jangan ngatain! Ini masih gue lihatin, belum gue sleding.   “Terus jujur, ya, selama ini gue enggak nyaman. Gue bukan mau nuduh lo enggak punya duit atau gimana. Tapi seriusan gue males banget karena lo selalu minjem - minjem tip-ex ke gue. Seenggaknya tip-ex kan lo bisa beli, jangan minjem terus. Tip-ex gue boros jadinya.” cewek yang di sebelah ‘korban’ bernama Jeje itu sekarang mempermasalahkan tip-ex yang di pinjam - pinjam.   Oh my Lord … di mana lagi, ya, kan gue bisa menemukan persoalan anak kuliahan se-epic ini. Berantem cuma gara - gara lupa ngucapin ulang tahun, dan enggak ikhlas tip-ex nya di pinjam. Buset, dah, ini cewek. Apa kabar kalau dulu dia jadi temen SMA gue, yak? Sebotol tip-ex joyko yang merah, hot tapi polos itu … digilir ramai - ramai buat anak satu kelasan. Kadang rolling juga ke kelas sebelah. Ini orang terlalu kaya atau terlalu medit, sih?   Kejadian ini nyata, genks!  Benar -benar terjadi di kehidupan nyata. Asli, original, no tipu - tipu club. Ini yang gue sebut dengan lingkungan pertemanan ala sinetron. Gue enggak tahu sejak kapan yang namanya sinetron itu ada. Tapi kata Emak, sinetron jaman doeloe itu enggak secanggih atau sehalu sekarang. Dulu, film seri Indonesia cukup apik, hanya berkisar antara 10 sampai 15 episode lalu tamat. Persis kayak drama koriya saat ini. Akan tetapi, perkembangan zaman membuat jumlah episode itu kian hari semakin memanjang. Kayaknya rekor ini dipecahkan oleh sinetron tersanjung, tapi gue kagak begitu paham juga, sih. Intinya, sampai sekarang sinetron menjadi momok yang menjijikkan dan menggelikan. Salah satu baskom pencuci otak anak - anak, yang mungkin efeknya lebih kencang dari pada micin.   Gue pernah membaca suatu buku, tapi jangan tanya judulnya karena gue sendiri juga lupa itu buku apa dan karangan siapa. Intinya, di dalam sana ada teori yang berasal dari Aristoteles mengenai unsur - unsur dan kaidah pertemanan. Cie, uhuy, prikitiew! Oke skip.   * * * * *  to be continued * * * * *  By the way, kalau kalian merasakan sama seperti apa yang Jono rasakan, boleh banget langsung di tap LOVE nya gaes. Atau bisa juga kalau kalian mau add cerita ini ke library atau perpustakaan. Supaya kalau next time saya update, kalian enggak ketinggalan beritanya, hihiw~ Oke deh, kalau gitu see you in the next chapter ya!   Bye ....   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD