Fasha Adhiyaksa : Part 2

1591 Words
"Cakep amat...." Ferril geleng-geleng melihat kemunculannya. Fasha hanya melirik sebentar. Tak tersentuh dengan pujian Ferril. Hahaha. Lelaki itu memang selalu berkomentar dengan segala penampilannya. Lalu tak lama Ferril bersiul ketika salah satu tamu datang dengan rok pendek. Fasha menoyor kepalanya sambil melewatinya kemudian masuk ke dalam lift lain. Ia sudah hapal dengan gaya Ferril yang memang seperti itu. Di mana pun ada perempuan yang menurutnya wow terlepas dari cantik atau tidaknya, matanya akan berkeliaran. Makanya sampai detik ini, Fasha masih belum percaya kalau Ferril benar-benar serius dengan satu perempuan. Belangnya terlalu diperlihatkan. Anehnya, perempuan-perempuan masih saja mau tertipu. Ia setuju dengan sikap Echa yang lebih memilih untuk menolak dan mengabaikan dari pada sakit hati menghadapinya. Hahaha. "Ada banyak komplain dari klien, Bu." Agni muncul. Perempuan itu langsung memberondongnya dengan berbagai masalah. Padahal ia baru saja masuk ke dalam ruangannya. Fasha diam dan menyimak semua hal itu. Kemudian melemparnya pada karyawan yang lain. "Tapi yang ini kepengen Ibu yang datang langsung." "Atas nama siapa?" "Pak Nuraga yang waktu itu." Ia agak mencicitkan suaranya. Agak-agak was-was. Karena lelaki itu memang agak ganjen sih. Si bujang tua yang usianya sudah hampir empat puluh tahun. Jelek dan sok kecakepan. Padahal mukanya jauh dari standar tapi tak sadar diri. Dan bukan satu-dua klien Fasha yang seperti ini. Terlebih mereka tahu kalau Fasha itu cantik. Namun terlalu sulit mendekati Fasha karena terlalu banyak orang yang akan ikut campur. Selain Pandu, ayahnya pasti akan turun tangan lebih dulu. Iya kan? Fasha tampak berpikir sesaat. Untuk menghadapi lelaki seperti ini sebetulnya gampang. Biasanya mereka lemah. Namun Fasha khawatir dijebak. Memang sih belum pernah ada kejadian sampai sana. Namun tetap khawatir bukan? "Kita urus nanti." "Tapi beliau minta segera, Bu." Agni bukannya mengotot. Ia hanya malas mendengar terornya yang tak kunjung berhenti. Fasha menarik nafas dalam. Ia mulai berpikir lebih keras. Ia sama sekali tak perduli jika harus kehilangan klien model begini. Namun yang jadi masalah, kalau ada apa-apa, nama perusahaannya yang ia pertaruhkan. "Dia gak mau ke sini?" Agni menggeleng. "Tetap menyuruh ke rumah." Ia sudah tahu apa makna dibalik itu. Lelaki ini memang harus diberikan pelajaran. "Ya sudah, sebentar," ia perlu waktu untuk merencanakan sesuatu. Kemudian segera menelepon Ferril. Cowok itu sempat mengoloknya. Katanya dandanannya hari ini selalu menor. Padahal tadi, ia bilang cantik kan? Emang dasar sableng! Namanya juga Ferril. Jangan pernah dipercaya. Ahahaa. "Lo kosong nanti siang?" "Mau ngapain nih?" "Ntar gue kirim alamatnya." Ferril mengangguk-angguk. Mengiyakan saja. Sepertinya akan seru. Setelah itu, Fasha memberitahu Agni untuk melapor pada Nuraga kalau ia akan datang jam dua siang di sana. Lelaki itu tentu saja sangat sumringah. Tujuannya memang jelas. Tak jauh dari urusan ranjang. Ia hanya penasaran dengan apa yang ada dibalik tubuh Fasha itu. Menurutnya, Fasha itu cantik, anggun, elegan, dan tampak dingin. Sehingga sulit sekali untuk disentuh. Model sepertinya memang belum akan kapok kalau belum mendapat pelajaran. Dan Fasha sedang menyiapkan pemberhentian kontrak. Ia tak perduli jika dituntut maka ia akan menuntut balik. Lihat saja. Ini bukan persoalan kekuasaan sebagai anak konglomerat. Namun lelaki model begini harus dibuat tamat riwayatnya agar berhenti merendahkan perempuan. Menjelang jam makan siang, Fasha keluar dari ruangannya. Agni sudah hapal dengan jadwalnya. Gadis itu tersenyum lebar karena Pandu baru saja muncul dari lift. "Aku hendak mengajak makan di bawah." Suara itu terdengar manja. Jelas jauh berbeda disaat ia harus mengirim perintah kepada para bawahannya yang kini saling menahan senyum dan saling bersenggolan bahu. Sudah biasa dengan nada manja itu jika urusannya dengan pacar tercinta. "Aku pikir kamu masih kerja di depan laptop. Tadinya mau ketemu Ayah kamu dulu." Fasha mengalungkan lengannya. Tentu gembira sekali dengan kedatangan lelaki ini ke kantornya. Meski hanya sekedar makan siang bersama yang begitu singkat. "Kamu sibuk hari ini?" Fasha berdeham. Mereka sudah duduk berdua. Hanya makan sederhana di kantin kantor ayah Fasha. Ferril tak terlihat. Entah ke mana cowok itu. Biasanya gemar mengganggunya dan Pandu. "Lumayan. Ada banyak hal dan urusan genting yang harus ku urus." Pandu mengangguk-angguk. "Aku juga sepertinya harus dinas lagi." "Kapan?" "Mungkin dalam waktu dekat." Fasha mengangguk-angguk. Itu hal yang sudah sangat biasa. Mereka memang terjepit kesibukan. Biasanya kalau Pandu pergi lalu Fasha juga akan pergi ke daerah lain yang membuat keduanya semakin terpisah jauh. Berhubung jauh, itu memang bukan sesuatu uang istimewa lagi. Dan lagi, cara Pandu berpacaran dengannya ya selayaknya pasangan pemuda-pemudi dewasa yang arahnya bukan lagi menghabiskan banyak waktu berdua. Mereka sudah sama-sama mengerti dengan kesibukan masing-masing. Jadi tak ada yang perlu marah jika harus berpisah lama karena jarak, waktu, dan kesibukan. Usai makan, keduanya beranjak. Sejujurnya Fasha selalu sedih disaat-saat seperti ini terjadi. Karena waktu terasa berjalan begitu cepat. Terasa sangat singkat. Apalagi Pandu harus kembali lagi ke gedung DPR. Ia menghela nafas saat melepaskan lelaki itu ke parkiran dan hanya melihat mobilnya yang sudah bergerak menjauh. Namanya juga mencintai, pasti ada rindu yang menyelinap di hati. Iya kan? @@@ "Apa yang harus kita lakukan?" Suara Ferril bergema di dalam mobilnya. "Gue udah cek semuanya. Dia punya banyak pengawal. Ada banyak hal mencurigakan. Obat-obatan yang dia beli terkait dengan kehilangan kesadaran." Ferril mengangguk-angguk. Ia mendengar dengan sangat serius. Sejujurnya, mobilnya bergerak tak jauh dari belakang Fasha. Bukan hanya ia yang turun. Ardan yang tak tahu apa-apa juga ikut terseret. Padahal cowok itu hanya mampir sebentar di kantor ayahnya Fasha tapi malah terbawa sampai sini. Mereka hendak memasuki sebuah kawasan elit di Jakarta. Rumah salah satu klien Fasha yang baru saja request kematian. Ya menurut Fasha itu adalah sebuah permintaan untuk mati. "Tapi kalau dilihat geraknya, menurut lo apakah dia akan menggunakan spray?" "Terlalu berisiko, Kak. Dia juga bakalan pingsan. Kalo kayak gitu ceritanya, gak ada yang sadar di antara kalian. Terus buat apa dia ngelakuin itu sementara targetnya jelas bukan itu. Itu malah jadi hal bodoh." Fasha mengangguk-angguk. Benar juga. "Nanti lihat aja, apa yang dia tawarkan di atas meja. Dan kemungkinan gerak-gerik orang lain." "Oke." "Dan lo yakin dengan kita bertiga?" Ferril jadi sangsi. Fasha tertawa. "Kirim yang lain." Ferril mendengus. "Harusnya bilang dari tadi." "Biasanya lo pintar." Ia mendesis mendengar itu. Dengan terburu-buru Ferril memerintahkan banyak tukang pukul dari kantornya. Yeah, selain menjadi detektif, mereka juga bergerak sebagai tukang pukul. Begitu datang, Fasha baru memasuki kawasan elit itu. Tentu saja tidak sendiri. Ia membawa rombongan. Di belakangnya, ada mobil Ferril, Ardan dan satu mobil box besar yang berisi tukang pukul itu. Yang membuat gaduh adalah Ferril sengaja menempel sirine di mobilnya sehingga terdengar seperti rombongan polisi yang datang. Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar yang tentu saja mendadak gaduh. Para tetangga juga ikut memperhatikan. Penasaran dengan apa yang terjadi. Namun malah perempuan cantik yang keluar lebih dulu. Pintu gerbang langsung terbuka secara paksa dan Fasha berjalan memasukinya dengan banyak kawalan. Datang sendirian ke sini akan membuatnya menyesal konyol. Ia memang jago silat tapi bukan berarti bunuh diri. Seberapapun hebat kemampuannya, yang ia hadapi bukan hanya satu laki-laki. Dengan perhitungan itu, Fasha membawa lebih banyak rombongan. Keren kan? Ia sudah terbiasa dan sangat sering melakukan ini. Mengamuk di rumah klien juga sudah pernah. Apalagi yang berlagak kaya dan tak mau membayar jasanya setelah merepotkannya setengah mati. Itu namanya benar-benar mencari mati bukan? Dan begitu sang pemilik rumah keluar dengan panik, Fasha langsung melempar dokumen kontrak itu. "Gue bisa hancurin rumah lo ini dengan tenaga mereka." Itu ancaman dan Fasha mengatakannya dengan terlalu berani. Memangnya Fasha tak tahu kasus lelaki ini? Ia sudah banyak meniduri wanita. Dari yang rendahan hingga papan atas. Ada yang mungkin sukarela. Ada yang terjebak dan Fasha tak mau konyol juga bodoh seperti itu. Makanya ia melakukan ini. Baginya, pekerjaan semacam ini juga perlu kecerdasan bukan hanya dalam mendesain juga dalam hal strategi. Cewek memang harus punya nyali tapi otak juga harus digunakan. Perasaan harus dikesampingkan. Ketakutan jelas ada. Bagaimana pun Fasha adalah perempuan. Setomboy apapun ia dulu, ia sadar kalau ia juga punya keterbatasan. Yeah keterbatasan dibalik semua kelebihan yang ia punya. Kelebihan sebagai orang yang berwajah cantik dan kaya memang sering digunjing. Sebagai perempuan cantik, ia tahu kalau banyak lelaki yang membicarakannya dengan sembrono. Ia tak bisa menghentikan mulut dan pikiran mereka semua. Namun satu-dua orang yang sudah sangat keterlaluan harus mendapat ganjarannya. "Tanda tangan bodoh!" Ia berteriak. Ferril tersenyum. Lelaki itu bersandar di kap mobil kerennya. Menonton acara konyol ini. Fasha memang tampak emosi karena tidak suka dengan sikap lelaki ini sejak pertama kali. Meski ia berusaha untuk profesional. Ia berjanji setelah ini, jika bertemu dengan klien model begini, ia akan langsung menghajarnya sampai mati agar tak ada korban perempuan lain lagi. Kontrak pembatalan itu ditandatangani dengan terburu-buru. Salah satu pengawal Fasha mengambil alih kontrak itu. Sebelum pergi..... "Inget kata-kata gue. Lo abis setelah ini," tuturnya tajam. Fasha tidak main-main. Ia akan memainkan permainan seru yang membuat lelaki ini bertekuk lutut dan berhenti mendekatinya. Memohon ampun memang s*****a yang lelaki itu keluarkan. Namun Fasha sama sekali tak tersentuh. Karena ia tahu, lelaki itu belum akan kapok kalau belum merasakan akibat dari perbuatannya. Fasha membalik badan dan saat membalik badan itu lah, lelaki itu memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Fasha. Ferril langsung berlari dan menghajar mereka semua. Fasha juga melawan meski harus melepas heels-nya. Pertarungan itu riuh dan ditonton Ardan yang geleng-geleng kepala. Ia bergerak menelepon pihak kepolisian terdekat dan juga tim khusus dari kantor. Lelaki ini sepertinya memang terlalu berani. Terakhir.... "Opaaa!" "Terjadi sesuatu?" "Biasa, Opa. Atas nama Nuraga." Opa sudah langsung paham dan mengiyakan. Ardan menghela nafas. Ia malah masuk ke dalam mobil dan tidur siang sampai urusan ini selesai dan mereka bubar. Hihihi. Dan di antara banyaknya lelaki itu, Fasha adalah satu-satunya perempuan di sana yang menghajar lebih dari sepuluh lelaki berbadan kekar meski harus mengenakan roknya. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD