Aisyah memandang kesal pria yang mengenakan setelan jas lengkap dan kini berdiri tepat dihadapannya, sudah hampir lima belas menit berlalu tapi pria itu masih saja berada disini. Apa dia tidak merasa pegal karena terus-terusan berdiri ditambah kedua tangan yang berada didalam saku celana bahan warna navy yang tengah dia kenakan? Dalam hati Aisyah mencibir melihat gaya sok cool yang pria itu tujukan padanya. Mau setampan ataupun sekaya apapun pria dihadapannya Aisyah tidak perduli karena pria semacam itu sama sekali bukan pria idamannya, yang diidam-idamkan olehnya adalah seorang pria memakai baju koko beserta peci dan sarung kemudian dia berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Betapa adem ayemnya hatinya jika orang seperti itu menjadi suaminya, dia pasti akan menyambut dengan bahagia saat suaminya pulang dari masjid.
Menurutnya pria gila bernama Pandu ini hanyalah ingin bermain-main dengannya, pria mana coba yang serius mengatakan cinta diawal pertemuan mereka? Sepertinya hanya pria gila ini saja. Dia benar-benar merasa sangat kesal apalagi sedari tadi pria itu memandangnya dengan intens, bukankah tidak baik memandang seseorang yang bukan mahramnya? Sepertinya pria dihadapannya ini memang tidak tau aturan hukum yang telah Allah tentukan. Sudah selesai urusannya mengapa tidak segera pergi saja? Dia sudah benar-benar merasa muak melihat senyum tengil yang terlihat sangat menyebalkan.
"Bapak tidak berangkat kerja?" tanya Aisyah yang sebenarnya ingin mengusir Pandu secara halus, dia sih sebenarnya ingin mengusir secara kasar tapi nanti dia kena omel oleh Uminya karena dirinya yang tidak sopan pada pelanggan.
"Ciee kamu perhatian ya sama aku? Kamu pasti takut aku terlambat mengais rezeki untuk kehidupan indah kita nantinya kan? Kamu tenang saja, masuknya masih satu jam-an lagi." Pandu melirik jam dipergelangan tangannya kemudian tersenyum begitu manisnya kearah Aisyah.
Pria ini ya benar-benar, tidak tau apa kalau sebenarnya dia ingin mengusirnya? Kenapa tidak pergi-pergi juga? Mana kegeeran sekali. Meskipun didunia ini hanya ada satu pria saja, dia tidak akan pernah mau dengan pria semacam ini. Lebih baik dia sendiri seumur hidup daripada dengan pria yang kini sedang tersenyum menyebalkan dan itu terlihat sangatlah mengesalkan, ingin dia melempar kue-kue yang sudah tertata rapi ini diwajah sok gantengnya itu. Wajahnya memang tampan tapi kelakuannya itulah yang membuat Aisyah tak menyukainya, menurutnya Pandu itu tipe pria pengganggu plus penggoda para wanita.
"Urusan Bapak sudah selesai kan disini?" tanya Aisyah setelah menghela nafasnya beberapa kali, berusaha menyebarkan hatinya dari makhluk menyebalkan bernama Pandu.
"Belum," jawab Pandu membuat Aisyah mengernyit.
"Loh bukannya tadi Bapak sudah memesan kue dan mengatakan akan mengambilnya nanti siang?" bingung Aisyah.
"Urusanku untuk terus mencintaimu tidak akan pernah selesai sebelum aku mengucapkan ijab kabul didepan Ayahmu dan para saksi." Sontak saja Aisyah mendengus mendengarnya, dia pikir pria ini memang benar-benar punya urusan penting disini sehingga tak jua pergi dari pandangannya. Ternyata dia hanya ingin mengganggu dan menyulut emosi Aisyah saja, benar-benar pria yang kurang kerjaan sekali.
"Kalau Bapak tidak ada urusan lain, silahkan pergi dari sini! Karena akan banyak pelanggan yang akan datang kemari. Kehadiran Bapak akan mengganggu mereka, oh ya dan satu hal lagi. Kalau ingin menebar pesona, bukan disini tempatnya karena saya tidak akan pernah mempan akan godaan dan bujuk rayu Bapak." Aisyah berujar ketus yang malah dibalas tawa renyah dari Pandu, pria itu sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan ketus Aisyah justru dia semakin ingin memiliki gadis unik seperti ini hanya untuk dirinya sendiri.
Sangat jarang sekali Pandu bertemu dengan seorang gadis yang langsung menolaknya begitu saja, padahal penampilan dan wajahnya sudah mumpuni dan seharusnya menjadi idaman bagi semua kamu hawa. Tapi gadis dihadapannya ini berbeda, bukannya melonjak gembira karena dia menyatakan cinta pandangan pertamanya namun dia seakan menghindarinya dan bahkan tanpa tedeng aling gadis yang dia ketahui bernama Aisyah ini malah mengusirnya. Terlihat sekali kalau Aisyah tidak menyukainya, tapi Pandu yakin dia pasti bisa meluluhkan Aisyah. Wanita mana yang tidak akan luluh dengan pesonanya? Dia yakin sekali kalau gadis dihadapannya pun akan klepek-klepek karena cintanya.
"Kamu mengusirku?" tanya Pandu dengan nada kesalnya.
"Iya, sekarang lebih baik Bapak pergi saja. Pesanan Bapak bisa diambil nanti siang," ucap Aisyah datar.
"Ya sudahlah, lebih baik aku pergi saja. Nanti siang aku akan kembali dan kamu harus membalas cintaku, ya Sayang?" Pandu mengedipkan sebelah matanya kemudian beranjak pergi.
"Dasar orang yang tidak sopan, pergi itu bukannya kasih salam kek. Lah ini main nyelonong aja, sama kayak masuknya tadi. Pasti tuh cowok gila titisan jailangkung, datang tak dijemput pulang tak diantar." Aisyah menggerutu kesal sekaligus lega karena akhirnya pria gila itu benar-benar pergi.
"Siapa lagi ini?" Tanpa melihat siapa yang menelfon, Aisyah segera mengangkatnya.
"Hallo, assalamualaikum..."
"Akhirnya kamu mengangkat telfonku setelah kemarin kamu mengabaikannya, hallo Sayang?" Mendengar suara yang tak lagi asing ditelinganya, Aisyah membelalak ketika melihat siapa si penelpon yang tak lain adalah Pandu si pria gila.
"Assalamualaikum," ucap Aisyah mengulangi salamnya.
"Eh iya, maaf... kelupaan terus aku ini"
"Assalamualaikum..." Lagi, Aisyah kembali mengulangi.
"Waalaikumsalam, lagi-lagi lupa hehehe .... " cengir suara disebrang sana.
"Hukum menjawab dan mengatakan salam bagi umat islam adalah wajib, salam saja kelupaan bagaimana dengan shalat Bapak? Saya benar-benar tidak habis pikir. Oh iya, kenapa menelfon saya? Saya sedang sibuk dan tidak ada waktu untuk berbicara dengan Bapak." Pandu malah terkekeh mendengarnya.
"Apa salahnya kalau aku menelfon calon istriku sendiri?" Sepertinya pria itu memiliki bakat membuat orang kesal, pikir Aisyah.
"Saya bukan calon istri Bapak dan tidak akan pernah mau menjadi hal itu, Bapak bisa mencari orang lain yang suka Bapak permainkan. Saya bukan wanita yang mau-mau saja dipermainkan oleh Bapak," tukas Aisyah tajam.
"Siapa bilang aku ingin mempermainkanmu? Bukankah aku sudah bilang kalau aku mencintaimu? Apa itu tidak cukup?" Aisyah memutar kedua bola matanya malas mendengar hal itu.
"Sudah ya Pak kalau tidak memiliki keperluan lain saya tutup telfonnya, waktu saya terlalu berharga untuk menghadapi ocehan tidak bermanfaat dari Bapak." Baru saja Aisyah akan mematikan telfonnya, suara Pandu kembali mengintrupsi.
"Eh jangan ... aku ingin bilang kalau aku minta tambahan satu kue lagi dengan bentuk dan hiasan yang sama." Pandu segera berujar sebelum Aisyah benar-benar akan menutup telfon darinya.
"Dari tadi kenapa tidak langsung to the point seperti ini? Kan lebih enak. Ya sudah kalau begitu, assalamualaikum." Tuuut... Tanpa perlu menunggu jawaban Aisyah langsung menutup telfonnya, dia tidak mau mendengar pria gila itu mengoceh tak jelas jika dia lama-lama tak mematikan telfonnya.
Pandu tersenyum sambil memandangi layar ponselnya, dia yakin dia pasti akan mendapatkan cinta gadis itu dan menjadikannya miliknya. Meskipun baru bertemu dia sudah merasa mantap dan menjatuhkan pilihan pada gadis bernama Aisyah Vitriana, tipe gadis idamannya yang dia harapkan bisa menjadi istrinya. Melihat sahabatnya yang sudah menikah dan memiliki istri cantik serta shalihah membuat Pandu juga ingin seperti itu, dia sudah tertarik saat awal pertama melihat Aisyah. Dia yakin rasa tertarik ini bukan hanya sebatas penasaran saja, melainkan sudah menuju taraf yang tidak bisa dia jelaskan sudah sampai mana.
Karena dia yang terlalu fokus memikirkan Aisyah, dia tidak sadar kalau mobilnya sudah terparkir rapi di area parkiran kantor. Bahkan Pandu hampir saja menabrak mobil Richard yang sedari tadi terparkir rapi karena dia yang tak fokus pada jalanan. Richard yang baru saja keluar dari mobilnya tertawa kencang melihat sahabat sekaligus sekretarisnya itu mengaduh kesakitan karena menabrak belakang mobilnya, eits itu bukan kesalahannya ya tapi salah Pandu sendiri yang tidak memperhatikan jalan.
"Sejak kapan ini mobil ada disini? Enggak ganteng lagi nih lutut gue," gerutu Pandu sambil menendang mobil dihadapannya dan itu membuat Richard melotot.
"Heh ngapain lo salahin mobil gue? Salah lo sendiri tuh enggak perhatiin jalan." Tentu saja Richard merasa kesal karena Pandu malah menyalahkan mobilnya dan bahkan menendangnya, mobil itu sama sekali tidak salah tapi orang yang menabraklah yang salah. Mobil itu sedari tadi diam, Pandu lah yang menabrak benda diam itu.
"Salah mobil ini lah, sejak kapan ada disini? Perasaan gue tadi enggak ada ya ini mobil!" kesal Pandu.
"Dari zaman penjajahan Belanda juga mobil gue sudah ada disini, lo aja yang enggak nyadar. Apa sih yang lo pikirin? Gue perhatiin dari tadi cengengesan mulu kayak orang stres." Tentu saja Richard merasa heran karena meskipun sahabatnya ini banyak gesreknya dia sangat teliti saat berjalan, tak seperti hari ini yang menabrak mobilnya yang sedari tadi hanya diam.
"Lo tau enggak Bos?" tanya Pandu sambil tersenyum manis.
"Enggaklah, orang lo belum ngasih tau gue." Benar juga ya? Kenapa dia jadi lola begini? Pandu menggaruk belakang kepalanya sambil menyengir.
"Iya ya, gue belum ngasih tau Bos. Gini Bos, gue itu-..." Perkataan Pandu terhenti ketika dengan cepat Richard memotongnya.
"Sudah ayo masuk, ini sebentar lagi masuk loh." Tentu saja Pandu langsung mendengus mendengarnya.
"Dengerin omongan gue dulu kek Bos, asal potong aja." Meskipun menggerutu, Pandu tetap mengikuti langkah Richard.
"Dasar Bos enggak pengertian, gue mau curhat juga kok main ditinggal?" kesal Pandu pada Richard yang sudah memasuki lift.
"Eh tunggu kali Bos, jangan main tutup aja. Gue belum masuk," ucap Pandu yang dengan cepat memasuki lift sebelum lift itu benar-benar tertutup.
"Makanya jalan tuh yang cepat, lambat banget kayak siput." Pandu menggerutu kesal dikatakan lambat seperti siput, padahalkan dia jalan secepat kijang memang dasar Richard saja yang sepertinya ingin cepat-cepat menghindar darinya.
"Bos, lo enggak mau dengerin cerita gue?" tanya Pandu saat Richard sudah menekan tombol lift tujuan mereka.
"Apa? Pasti masalah cewek lagi kan?" tebak Richard malas, dia sudah tau sekali apa yang akan Pandu ceritakan pasti tidak akan jauh-jauh dari kaum hawa.
"Tau aja sih Bos," cengir Pandu yang membuat Richard mendengus.
"Gue sudah kenal lo berapa tahun sih? Pasti gue tau lah, dari dulu kan omongan lo enggak jauh-jauh dari pacar lo. Pantesan cuma gue yang masih tahan sahabatan sama lo," ucap Richard yang dibalas kekehan Pandu.
"Lo juga kan sama aja kali Bos kayak gue, eh tapi sekarang sudah beda ya? Iya deh iya, yang sekarang sudah punya istri pasti beda ya? Aura-auranya gimana gitu." Mendengar hal itu Richard sok melakukan gaya membenarkan jasnya, dia tersenyum jumawa pada Pandu.
"Iya lah seharusnya lo jadiin gue panutan, gih sana nikah. Jangan terus-terusan main cewek enggak baik." Tentu saja Pandu langsung mendengus, sok-sokan berbicara demikian padahal dulunya kelakuan Richard tak ada bedanya dengan dirinya.
"Iya iya yang sudah menikah dengan gadis shalihah pasti beda," cibir Pandu. Ah iya mendengar kata shalihah yang dia ucapkan sendiri membuat Pandu kembali mengingat Aisyah, sedang apa ya gadis itu sekarang? Pasti dia sedang membuatkan kue yang tengah dia pesan. Dia jadi tidak sabar menunggu waktu siang agar dia bisa bertemu dengan gadis itu lagi, sudahlah cantik shalihah pula. Pemandangan yang benar-benar meneduhkan matanya, membuat dia kecanduan untuk mengagumi ciptaan Allah yang maha indah itu.
"Dih sekarang malah senyum-senyum, gila kali ya lo!" Senyum Pandu luruh mendengar celetukan Richard yang tak berperasaan itu.
"Jahat lo Bos, sekretaris sendiri dikatain gila. Bisa-bisa gue berhenti aja nih jadi sekretaris lo," kesal Pandu.
"Ya jangan lah, gue masih butuh lo." Sudah tau butuh kenapa suka sekali memperlakukannya dengan tak wajar? Jika dia tidak memiliki kesabaran hati yang bahan, sudah pasti dia berhenti dari pekerjaan yang lebih cocok untuk seorang wanita. Ini semua gara-gara sahabatnya ini yang tidak mau memiliki sekretaris berjenis kelamin wanita sehingga dia yang menjadi sasarannya, padahal jika dia mau dia bisa berhenti dan tidak akan jatuh miskin karena dia memiliki toko baju yang sudah memiliki tiga cabang.
"Makanya Bos, lo harusnya baik-baikin gue supaya gue betah disini."
"Kesenangan di lo nya dong," cibir Richard.
"Itu harus, hukumnya wajib. Menyenangkan hati orang lain itu dapat pahala loh Bos," ucap Pandu.
"Sejak kapan lo ngerti arti pahala segala?"
"Sejak Bos Richard nikah sama Adek Nasywa lah," balas Pandu santai.
"Gue enggak suka ya dengar lo menyebut istri gue seperti itu." Richard memandang Pandu tajam, yang hanya dibalas dengusan kasarnya.
"Possesive amat sih Bos? Nasywa enggak akan berpaling sama gue meskipun gue manggil dia Adek, eh tapi kalau dia mau gue mah hayuk aja. Eh tapi enggak jadi deh, gue udah punya gebetan baru." Pandu kembali meralat perkataannya ketika melihat bayangan wajah cantik Aisyah yang menari-nari didalam lautan bola matanya.
"Pasti selera lo enggak beda sama cewek-cewek berbodi seksi, dadanya gede sama pakaian mininya itu." Tentu saja Pandu langsung melotot mendengarnya.
"Sembarangan ya si Bos nuduh gue kayak gitu, bukannya dulu situ ya seleranya kayak gitu?" Richard langsung terdiam mendengar ucapan Pandu yang bisa disebut sindiran.
"Kalau Nasywa tau gimana ya reaksi dia kalau si suaminya ini suka jajan sembarangan," ucap Pandu lagi yang mengundang kekesalan Richard karena pria itu sudah membahas masa lalunya yang tidak perlu dibahas.
"Awas saja ya kalau sampai lo ngomong, gue tenggelamin lo kelautan Afrika sana!" ancam Richard yang membuat Pandu membelalak.
"Jauh amat? Kenapa enggak sekalian tenggelamin gue ke kolam renang paling mahal sedunia Bos? Kan lumayan tuh bisa merasakan nikmatnya berendam di kolam termahal." Kalau saja ini bukan area kantor, sudah Richard pukul kepala Pandu.
"Sudah, ayo keluar. Kita ada meeting, awas saja kalau kegesrekan lo itu keluar." Richard mengatakan hal itu seperti Pandu tidak tau tempat saja, padahalkan kelakuannya hanya keluar saat-saat tertentu saja. Dia tau kok mana waktunya serius dan mana waktunya bercanda, benar-benar ya si Bos ini.