Kabar yang diterima Pandu cukup mengejutkan juga sedikit menggores hatinya, dia mendapatkan sebuah undangan pernikahan dari Nala. Dia sudah tersenyum dan berpikir kalau Nala lah yang akan menikah, namun begitu membaca siapa nama yang tertera di sana jelas saja menimbulkan luka di dalam hatinya. Sang pujaan hati yang selalu dia gadang-gadang menjadi istrinya malah telah dilamar oleh orang lain, ternyata dia kalah start oleh si pelamar itu. Yang lebih menyakitkan lagi adalah ternyata pria yang akan menjadi pendamping sang pujaan hati itu bernama Raihan, apakah itu berarti dia adalah orang masa lalu Aisyah? Diary milik Aisyah masih berada di dalam kuasanya. Dia tak berniat sama sekali mengembalikan diary itu pada sang pemiliknya, niat hati ingin mengembalikan ketika harapan itu terkabul. Tapi nyatanya harapan itu tak akan pernah mungkin menjadi kenyataan, bagaimana bisa pria itu melamar Aisyah sedang dia sama sekali tidak tau? Tau-tau Nala memberikannya sebuah undangan ini.
"Nala harap Kak Pandu bisa ikhlas ya menerima ini semua? Biarkan Mbak Aisyah bahagia bersama orang yang dia cintai, Nala juga berharap setidaknya semoga Kak Pandu bisa hadir di pernikahan Kak Aisyah. Shuut ... tapi jangan beritahu kalau yang memberikan undangan itu adalah Nala ya Kak? Sebenarnya Mbak Aisyah kurang setuju kalau Nala mengundang Kak Pandu." Ucapan Nala kala memberikan undangan padanya masih terpatri dengan jelas di ingatannya, empat kata yang jelas Pandu ingat. Orang yang dia cintai, ya siapa lagi kalau bukan Raihan? Orang yang dicintai Aisyah.
"Lo kalau nyetir bisa benar enggak sih?" ucap Richard kesal ketika mereka hampir saja menabrak sebuah mobil yang melintas.
"S-sorry gue lagi banyak pikiran, makanya agak enggak konsen nyetirnya. Kali ini gue pasti konsen kok," ucap Pandu membuat Richard menatap pria itu dengan tatapan penuh menyelidik.
"Lo enggak usah menatap gue sebegitunya, lama-lama gue colok juga nanti mata lo" sungut Pandu kesal sambil kembali menjalankan mobilnya, kali ini dia usahakan untuk konsen meskipun keadaan hati memang sedang tidak baik.
"Lo yang sebenarnya kenapa? Apa ada yang lo pikirin?" tanya Richard akhirnya karena dia merasa ada yang berbeda dari sahabatnya itu yang biasanya selalu saja konyol namun kini berubah menjadi sedikit pendiam.
Pandu menghela nafas mendengar pertanyaan Richard, sebenarnya tak ada yang bisa dia tutupi dari Richard. Sudah lama mereka bersahabat hingga mereka tau seluk-beluk masing-masing, dia tidak akan pernah bisa bersandiwara karena dia memang bukan termasuk orang yang bisa menyembunyikan perasaan senang atau sedihnya dengan mudah. Bisa dibilang dia mudah ketebak, semua itu dapat dilihat dari ekspresi wajahnya dan perubahan sikapnya.
"Lo tau perempuan yang sering gue ceritain sama lo?" tanya Pandu balik, karena Richard tau Pandu dalam mode galaunya akhirnya tanpa banyak debat atau ejekan seperti biasanya dia memilih mengangguk. Kali ini dia harus menjadi pendengar yang baik, karena saat ini bukanlah saat untuk bermain-main.
"Dia besok mau nikah," sambung Pandu dan hal itu berhasil membuat mata Richard membelalak.
"Hah!? Kok bisa? Kata lo dia juga single, kok secepat itu dia nikah? Bukannya lo belum lamar dia ya? Terus dia nikah sama siapa? Atau jangan-jangan dia mau nikah sama lo dan lo baru ngasih tau gue kalau besok lo nikah?" Rasa-rasanya Pandu ingin sekali menyumpal mulut Richard dengan kaus kakinya yang tak pernah dia cuci selama satu minggu itu, mulutnya itu benar-benar ember kalau sudah kepalang penasaran.
"Kalau dia nikah sama gue besok, seharusnya gue enggak berangkat kerja hari ini dan hari-hari sebelumnya. Seharusnya wajah gue jadi bersinar kayak di kasih berlian, emas dan permata." Pandu mengatakan hal itu dengan wajah datarnya dan hal itu disambut gelak tawa Richard.
"Sumpah! Lo enggak usah masang wajah datar kayak gitu lagi, enggak cocok sama tampang lo yang kelewat konyol." Richard masih menertawakannya hingga membuat Pandu cemberut.
"Lo sebenarnya sahabat gue bukan sih? Perasaan gue lagi galau gini malah lo ketawain, benar-benar sahabat yang enggak ada akhlak ya lo!?" Kesal juga lama-lama punya sahabat yang kelewat nge-bos ini.
"Sorry ... sorry ... gue benar-benar enggak bisa nahan tawa gue soalnya, seorang Pandu galau hanya karena seorang wanita? Mana ditinggal nikah pula sama dia. Hahaha ... sama sekali bukan Pandu yang gue kenal," ucap Richard yang masih saja meledakkan tawanya.
"Rocker juga manusia, sama kayak gue yang hanya manusia biasa. Punya rasa sedih, bahagia, dan galau melihat dia akan hidup bersama orang lain, kok hidup gue miris amat ya? Sekalinya jatuh cinta kenapa malah ditinggal nikah begini? Padahal gue sama sekali belum maju loh." Richard menghentikan tawanya, tapi tak sepenuhnya karena dia masih saja terkekeh geli dengan Pandu yang merengut seperti anak kecil.
"Udahlah Ndu, lupain aja dia. Banyak kan yang enggak tahan sama tebaran pesona lo? Tinggal lo pilih aja sebagai ganti si Ai-Ai lo itu." Sepertinya Richard salah berbicara hal itu, buktinya kini Pandu malah menyeringai jahil.
"Lo sekarang sadar kan kalau gue itu memang ganteng, makanya banyak yang naksir sama gue." Rasanya Richard ingin sekali menggeplak kepala Pandu yang kelewat gesrek ini, dia sedang berbicara serius padahal dan dengan tidak tahu malunya dia malah berkata penuh percaya diri yang kelewat tinggi hingga ketinggian itu melebihi menara Eiffel.
"Lo bisa serius enggak sih Pandu? Perasaan dari tadi lo bercanda mulu, gue lagi serius ini loh mau ngasih petuah ke lo." Pandu mencibir mendengarnya, petuah? Petuah apa yang Richard maksud? Dia tidak peduli karena yang dis pedulikan hanya bagaimana cara membawa Aisyah kabur agar besok gadis itu tidak jadi menikah dengan si Raihan itu.
"Gue enggak butuh petuah dari lo Bos, yang gue butuhkan adalah Aisyah. Boleh enggak sih kalau malam ini gue culik dia terus bawa kabur ke luar negeri? Gue kawinin aja dia secara paksa." Mendengar perkataan ngaco bin ngasal bin tidak pakai akal itu membuat Richard secara refleks menggeplak kepala Pandu, untunglah sedang lampu merah jika tidak sudah bisa dipastikan kalau besok akan ada berita tentang tewasnya dua orang di dalam mobil pribadi karena si temannya itu menggeplak teman yang sedang menyetir. Kan tidak lucu sama sekali? Viral kok membawa mati, Richard kan masih ingin hidup bahagia bersama Nasywa serta anak-anaknya kelak yang sebentar lagi akan lahir.
"Mana boleh begitu, itu namanya lo berdosa besar. Dan ingat ya bahasa lo itu kudu dijaga juga, kawin ... kawin ... memangnya kucing? Nikah dulu uy!" sentak Richard pada Pandu yang masih mengusap kepalanya yang terasa sakit karena dipukul terlalu kencang oleh si Bos itu.
"Terus gue harus apa Bos? Membiarkan pujaan hati gue nikah sama orang lain gitu? Jujur aja gue enggak rela," ucap Pandu sedikit histeris yang malah terlihat sangat lebay sekali.
"Mau enggak mau lo harus ikhlasin lah, berarti si Ai-Ai lo itu bukan jodoh lo. Yakin aja lo pasti akan dapat penggantinya, ikhlasin ya Bro." Richard menepuk bahu Pandu agak kuat.
"Terus ini gimana? Gue besok harus gitu datang ke nikahan dia? Kalau gue nangis di sana gimana? Gue enggak rela dia nikah sama orang lain." Richard berdecak, sebenarnya Pandu ini pria atau wanita sih? Kenapa rempongnya melebihi seorang wanita yang ditinggal menikah pas lagi sayang-sayangnya. Ah bahkan mungkin Pandu ini lebih para daripada mereka semua, benar-benar Richard tidak habis pikir kenapa dia bisa betah bersahabat dengan Pandu.
"Lo enggak usah lebay gitu Ndu, gue yakin lo kuat menghadapi kenyataan kisah percintaan lo yang ternyata berakhir di tinggal nikah." Benar-benar memang Richard ini, dia belum pernah merasakan hal seperti ini makanya dia dengan entengnya berbicara demikian.
"Lo harus datang, buktikan kalau lo juga bahagia melihat dia bahagia. Yakin aja jodoh enggak akan kemana, gue yakin lo pasti dapat penggantinya, siapa tau jodoh lo adalah salah satu tamu di sana kan? Jodoh enggak ada yang tau kan? Sebagai pria gentle lo harus datang." Perkataan Richard memang benar adanya, dia memang harus datang. Itu pun untuk terakhir kalinya dia melihat Aisyah, mungkin lusa dan hari-hari berikutnya dia tidak akan pernah mungkin melihat Aisyah ataupun mendatangi dia lagi karena status gadis itu yang sudah menjadi istri orang lain. Ah mengingat hal itu kenapa hatinya menjadi mellow begini ya? Jujur saja dia masih merasa tidak rela dengan kenyataan ini.
* * *
Suasana kediaman rumah Aisyah sudah begitu ramai oleh para undangan yang hadir, ya hari ini adalah hari pernikahan Raihan dan Aisyah. Sama halnya dengan para mempelai wanita lainnya rasakan, Aisyah pun merasakan kegugupan itu. Dimana ada rasa cemas, takut dan khawatir menjadi satu. Entah bagaimana rasa itu dengan tiba-tiba hadir menghinggapi hatinya, perasaannya jadi acak campur aduk. Resah dan gelisah ketika sudah mendekati hari H memang wajar karena banyak sekali para mempelai wanita lainnya merasakan hal ini, namun aneh bagi Aisyah karena justru risau itu dia rasakan hari ini bukan hari-hari sebelumnya.
Gadis itu telah selesai didandani dan berganti pakaian dengan kebaya berwarna putih gading pun juga hijab yang senada dengan kebayanya, terlihat sangat cantik sekali dengan polesan make up yang mungkin akan membuat semua orang pangling melihat penampilannya yang biasanya sederhana kini terlihat begitu cantik. Bahkan Nala yang tiba-tiba memasuki kamar Aisyah pun menatap takjub Kakak sepupunya yang terlihat berbeda dengan polesan make up itu, gadis berusia delapan belas tahun itu mendekati Aisyah membuat Aisyah yang sedari tadi melamunkan hal yang membuatnya risau pun beralih tatap menghadap Nala yang kini tersenyum lebar.
"Mbak Aisyah cantik banget loh hari ini," puji Nala tulus yang dibalas senyum tipis Aisyah.
"Ciee yang sebentar lagi mau jadi istri," ledeknya yang membuat Aisyah merengut. Meskipun menuju ternyata Nala itu tak jauh-jauh dari hobi yang suka sekali mengejeknya, benar-benar Adik sepupu yang menyebalkan.
"Jangan cemberut gitu dong Mbak, udah mau jadi istri juga. Kasihan loh nanti suami Mbak dapat wajah judesnya Mbak terus," ucap Nala membuat Aisyah mengernyit tak mengerti.
"Maksudnya?" tanya Aisyah tak mengerti.
"Maksud gue, Mbak ini loh cemberut mulu. Ini kan hari pernikahan Mbak, masa wajahnya kayak lagi memikirkan sesuatu gitu? Harus happy dong Mbak," balas Nala yang membuat Aisyah tersenyum.
"Lo belum aja ngerasain gimana diposisi gue, kalau nanti lo udah ngerasain awas aja ya nanti gue yang akan meledek lo duluan. Serius loh, ini gue benar-benar merasa grogi, terus ada rasa cemas dan gelisah yang bercampur menjadi satu." Mendadak Aisyah merasakan rasa cemas itu, tapi apa alasannya? Dia sama sekali tidak mengerti.
"Nanti kan gue juga akan merasakannya Mbak, sekarang Mbak duluan nih yang merasakan. Risau dan cemas itu udah biasa bagi para mempelai wanita yang sebentar lagi akan di ijab sah, Mbak aja yang baru pertama kali." Aisyah mencibir.
"Sok tau lo." Nala berdecak.
"Taulah Mbak, orang gini-gini gue juga sering baca-baca artikel yang begituan. Eh maksud gue enggak sesering yang Mbak pikirkan ya? Gue baca aja ini karena Mbak yang mau nikah, kan sebagai sepupu yang baik gue itu harus cari tau tentang hal ini supaya bisa menghibur Mbak Aisyah yang lagi risau begini." Nala langsung menyela dengan panjang ketika melihat pelototan Aisyah.
"Ingat ya lo itu masih kecil, awas aja kalau baca artikel yang macam-macam." Mendengar ancaman Aisyah membuat Nala mencibir.
"Umur kita cuma selisih dua tahun Mbak, lagian Mbak lebay banget sih? Umur gue juga udah delapan belas itu udah cukup kali kalau mau tau artikel pernikahan. Mau artikel tentang malam pertama juga kan enggak masalah ya gue baca? Umur gue kan udah cukup."
"Oh jadi sepupu gue ini mau ya nyusul gue nikah juga? Makanya dia suka bacain artikel aneh-aneh begitu. Oke deh nanti gue kasih tau Bunda supaya lo dinikahin juga secepatnya, daripada otak lo mikirin hal yang enggak karuan kan?" Sontak saja Nala melotot, ancaman Aisyah sungguh menakutkan sekali baginya.
"Jangan coba-coba ya Mbak, meskipun lo menikah muda tapi gue enggak mau mengikuti jejak lo. Gue belum siap ah sama hal t***k-bengeknya itu," ucap Nala yang dibalas tawa renyah Aisyah.
"Kenapa lo kayaknya takut banget kalau gue benar-benar mau ngomong sama Bunda masalah hal itu? Jangan-jangan lo takut nikah ya karena ditinggalin mantan lo nikah? Ah iya gue lupa lo kan pacaran sama orang yang udah tua, makanya dia nikahnya cepet." Nala mendengus ketika Aisyah kembali membawa-bawa nama mantannya, dia memang pernah pacaran tapi itu pun hanya sekali dengan orang yang Aisyah singgung itu. Kisah cintanya itu memang cukup tragis karena dia yang ditinggal menikah oleh sang mantan.
"Nah udah kedengaran itu kata sah-nya, ciee yang udah sah menjadi istri. Semoga bahagia selalu ya Mbak? Sebentar lagi calon suami, eum maksud gue suami Mbak datang. Ciee yang lagi grogi banget, gue tinggal ya Mbak? Bentar lagi suami Mbak datang tuh." Aisyah ingin menyela namun Nala sudah lebih dulu meninggalkannya yang kini sedang dilanda rasa gugup yang luar biasa, dia kini menundukan wajahnya hingga pintu terbuka dan dia dapat mendengar deru langkah itu.
Dia tau langkah itu semakin mendekat ketika ujung sepatu yang Raihan kenakan ada tepat dihadapannya, dia tak berani mendongak karena merasa sangat malu. Meskipun dia memang mencintai Raihan tapi tetap saja hari ini adalah hari sakral mereka, tentu saja rasa gugup itu pasti mendera hatinya.
"Assalamualaikum, istri." Mendengar suara itu membuat Aisyah mendongak hingga dia dapat melihat senyum manis penuh kebahagiaan itu tercetak dengan jelas.
***
Siapa yang kangen kisah ini ayo angkat kakinya ....
Alhamdulillah bisa up lagi melanjutkan kisah cerita ini, jangan lupa follow, tap love dan komen ya untuk menyemangati author ....
Salam
SJ