Sandra dan Diet

2028 Words
Sandra langsung syok di tempatnya berdiri. Dia bahkan menutupi mulutnya supaya tidak menjerit dan membubarkan moment yang mungkin rahasia bagi Abram. Dia bisa melihat Abram berpelukan erat sekali dengan cowok berjas hijau lumut. Mereka terlihat sangat akrab sekali karena berpelukan lama dan yang semakin membuat Sandra melotot melihat kejadian itu adalah saat cowok ber jas hijau lumut itu menepuk b****g Abram. Mata gue ternodaiii!!! Saat itu juga Sandra tanpa sadar memekik karena terkejut sehingga pelukan Abram dan cowok yang Sandra curigai sebagai 'kekasih' dari manajernya itu terurai. "Bukanya kamu sudah masuk ke kamar?" Dalam hati Sandra sudah menggerutu karena pertanyaan Abram. Memang nggak boleh gue keluar kamar, hah?! Pasti karena elo ketahuan keciduk kan sama gue? Sayangnya gue udah liat semua! Ingin Sandra mendecih karena Abram seolah tidak menginginkan dia di tempatnya saat ini. Tapi mana bisa dia berbuat begitu, Sandra sekali lagi harus sadar dia cuma kacung. "Eh.. iya, Pak.. saya cuma mau ke mini market sebentar...," tadinya Sandra memang ingin ke mini market membeli obat tidur yang lupa dia bawa dalam kopernya. Tapi malah dapat pemandangan yang sangat seru untuk digosipkan, sayangnya dia sudah ketahuan oleh si objek gosipnya. "Siapa cewek ini, Bram?" cowok ber jas hijau lumut yang berdiri di sebelah Abram tiba-tiba ikut berbicara. Setelah Sandra melihat dengan jelas wajahnya, ternyata cowok itu punya wajah yang cakep seperti oppa korea. Kulitnya bahkan lebih putih dari Sandra, dari pakaiannya yang slim fit bisa Sandra tebak kalau cowok itu punya tubuh tegap yang kekar. 11 12 lah sama Abram kalau diperhatikan, tinggi mereka berdua juga sama. Tapi tunggu, pertanyaan dari cowok itu tentang dirinya, kok seolah sedang cemburu sama Abram yang kenal Sandra sih? Nggak mungkin bener 'kan dugaan gue? Batin Sandra merasa ngeri kalau benar tenyata Abram ini.. gay.... "Dia Sandra, bawahan gue." Dengan tenang—tapi yang Sandra lihat Abram sedikit kikuk—menjawab pertanyaan cowok di sebelah nya. "Bawahan elo? Maksudnya posisinya di bawah waktu di ranjang elo?" celetuk cowok itu. Sandra melotot, Abram langsung menempeleng kepala cowok di sebelah nya. Tapi cowok itu cuma cekikikan. Dan lagi-lagi Sandra rasanya ingin menembus lantai yang dipijakinya ketika cowok itu menabok p****t Abram. Mata gue ternodai lagi, Ya Tuhan.... "Em... Pak.. sa-saya permisi dulu." Lebih baik dia segera kabur dari situasi ini. Tanpa menunggu tanggapan dari Abram, Sandra langsung membalikkan tubuhnya dan cepat-cepat menuju lift. "Dia Sandra yang itu 'kan? Bening banget anjir... gebet ah...." Sekali lagi Abram melakukan kekerasan yang langsung menargetkan kepala cowok ber jas hijau lumut di sebelah nya. /// Sandra senang dengan pekerjaannya sekarang. Mulanya di masa-masa baru bekerja menjadi kacung corporat, dia bekerja paling lama satu setengah tahun, dia tahu itu sama sekali nggak baik buat resumenya. Tapi entah kenapa dia tidak bisa betah dan nyaman di tempat kerjanya sebelumnya. Sampai kemudian sahabatnya, Jane merekomendasikannya pada salah seorang kenalan Jane untuk bekerja di hotel dengan jaringan internasional di Jakarta. Di Hotel Arilton, Sandra sudah bekerja lebih dari dua tahun. Mulanya dia sedikit asing dengan pekerjaannya ini karena di tempat kerjanya sebelumnya sebagai seorang karyawan HRD, berbeda dengan saat bekerja di hotel. Dia bertemu banyak orang selain klien, karena terkadang dia sampai harus turun tangan kalau ada tamu hotel yang protes dengan kinerja staf hotel mereka. Rasanya asik saja ketika bertemu dengan tamu yang suka ngeyel dan mengajaknya berdebat. Kalau sudah begitu, Sandra akan melayani komplen tamu dengan senang hati. Kalau justru si tamu yang ternyata salah, Sandra akan mencecar tamu itu sampai sadar kalau tamu itu hanya ingin cari masalah dengan staf hotel. Padahal sebenarnya pekerjaan itu bagian dari divisi front office. Tapi ada satu hal yang membuat Sandra sempat beberapa kali ingin resign, masalah itu ada pada manajernya, ABRAM ARKANA. Cowok dingin, misterius, irit ngomong dan selalu memperlakukannya semena-mena seolah dirinya ini adalah asisten cowok itu, padahal nggak ada jabatan asisten manajer di hotel ini. Tapi Sandra akan langsung berubah menjadi asisten pribadi Abram dengan suka cita, kalau Abram sudah menyinggung soal bonus yang ditambah saat gajian. Sandra ini bukan matre. Realistis lebih tepatnya. Ayolah.... bahagia itu memang nggak bisa dibeli sama uang, tapi kalau punya uang bisa bikin bahagia juga. Kata mutiara Sandra sejak ia bergabung di hotel ini. Dan bahagia Sandra itu ketika tubuhnya bisa kinclong terawat dari ujung rambut sampai jempol kakinya. Setelah itu menambah koleksi baru tas atau sepatunya juga bikin dia girang bukan main. Jadi, bahagia Sandra itu pas punya uang untuk melakukan itu semua. Sandra tersenyum selebar pintu hotel ketika melihat notifikasi uang masuk ke dalam rekeningnya. Sebagai cewek cantik, Sandra tidak membiarkan kecantikannya itu menjadi pemandangan orang di sekitarnya saja. Melalui media sosial **, dia bisa eksis sampai ke ujung dunia, memamerkan wajah cantiknya yang masih ada sedikit darah Tionghoa. Matanya memang tidak lebar tapi entah kenapa proporsi wajahnya pas dengan matanya itu. Akun instagramnya sekarang hampir diikuti 400 ribu orang. Sandra ini padahal bukan vloger atau youtuber, apalagi yang sering bikin konten-konten aneh. Dia cuma pamer kesehariannya yang entah kenapa menarik orang-orang untuk mengikutinya. Yeah.. Sandra sih senang-senang saja kalau gitu. Toh selain populer, Sandra jadi sering dapet uang tambahan dari produk-produk yang minta di iklankan di feed instanya, kebanyakan soal kosmetik dan fashion. Tapi itu pun Sandra kudu tetep pilih-pilih lagi supaya produk yang dia iklanin enggak bikin efek samping buat yang pake. "Abis dapet duit ya, lo?" "Iya, Mbak.... saining, simering, splending kan muka gue?" sahut Sandra pada Inaranti. Seniornya di divisi HRD. Inaranti atau yang biasa di panggil mbak Ina oleh Sandra ini sudah bekerja 5 tahun di hotel Arilton. "Makan-makan lah kalo gitu, San.. anak gue yang minta nih," kata Ina sambil mengusap perutnya yang membuncit. Sandra langsung mendumel. "Nggak usah modus pake anak lo ya, mbak. Udah 3 kali lo pake modus itu ke gue. Kagak mempan lagi!" "AH elah... si Inem.. perhitungan amat sama ponakan." "Ey! Saya ini keturunan Kendal Jenner! Bukan Inem!" "Ekhem!" Perdebatan dua cewek itu langsung berhenti ketika deheman dari bos mereka, Abram, terdengar hingga suasana ruangan itu langsung hening seketika. /// Sandra makan siang bersama pacarnya hari ini, Evan tiba-tiba saja mengubunginya untuk makan siang karena sekarang dia sedang di luar dan kangen dengan Sandra. Dengan menyesal pun Sandra akhirnya harus menunda makan siang bersama mbak Ina yang pengen makan soto babat karena mbak Ina sendiri nggak mau jadi obat nyamuk Sandra dan pacarnya. Mereka sampai di rumah makan padang yang katanya Evan dia juga punya andil di rumah makan ini. Sandra langsung berbinar begitu tahu Evan punya banyak usaha selain yang sudah pria itu kelola. Seketika Sandra ingin segera dilamar cowok tajir yang duduk di depannya ini, biar jadi istri yang cuma ongkang-ongkang kaki dan menikmati perawatan paripurna. "Nah gini.. makan yang banyak dong, sayang.. aku kan jadi seneng," kata Evan. Tapi bagi Sandra kalimat yang baru saja dilontarkan Evan mengandung alarm berbahaya baginya. "Kenapa aku harus makan banyak?" tanya Sandra dengan mata menyipit menyelidiki. Mulutnya sedang mengunyah perkedel yang memang enak sampai dia sudah makan 3 potong. "Biar sehat lah.. terus 'kan aku jadi bangga karena punya pacar yang nggak jaim kalo lagi makan.. apalagi kalo cewek aku sampe harus anti makan berat karena takut gendut." Kata Evan berpendapat NINU NINU NINU NINU Alarm tanda bahaya semakin menyala dengan terang di kepala Sandra. Dia sudah selesai mengunyah perkedelnya dan tengah memegang erat sendoknya. BRAK Sandra menggebrak meja dengan sendok yang dia genggam kuat-kuat. Karena ulahnya itu, buka cuma Evan saja yang kaget, tapi seluruh pasang mata yang mendengar gebrakan meja itu. Mata Sandra lalu memincing tajam menatap Evan yang kebingungan dengan perubahan emosi pacarnya ini. "Kenapa, San?" tanya Evan hati-hati. Apa jangan jangan Sandra lagi bulanan, ya? Gue salah ngomong nih? Tiba-tiba Evan serasa ingin menghilang saja dari tempatnya duduk. Menghadapi amukan Sandra sama sekali bukan hal yang mudah. Tapi ternyata hal yang sedang Evan pikirkan di otaknya tidak terjadi, justru hal mencengangkan baru saja terlontar dari bibirnya membuat Evan hampir terjungkal dari kursi tempat dia duduk. "Kita putus." "Apa?!" "Aku mau putus sama kamu! Dasar b***k!" umpat Sandra karena kesal. "Ya tapi kenapa kamu minta putus? Aku ada salah apa, sayang?" tanya Evan heran. "Pokoknya aku mau putus!" "Enggak, kasih tahu dulu kenapa deh kamu jadi tiba-tiba pengen putus." Sandra langsung mendumel dengan bibir yang tidak mengeluarkan suara sambil matanya menatap sinis pada Evan. "Aku sebel sama kamu! Aku nggak suka!" Evan mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Dia tidak bisa menemukan petunjuk kenapa ceweknya tiba-tiba pengen minta putus. "Aku nggak ngerti, San." Sandra menghela nafas, seolah menjelaskan alasan kenapa dia ingin putus lebih berat daripada harus mengerjakan lembur karena Abram mulai tengil. "Kenapa kamu minta aku minta makan yang banyak?" kata Sandra tiba-tiba. "Ya.. kan biar kamu sehat, San...," Evan jadi heran kenapa Sandra malah membahas hal ini. "Aku nggak suka!" "Apanya yang nggak suka? Kamu nggak mau makan nasi padang?" tanya Evan. "Ya udah, ayo kita cari yang lainnya, jangan karena ini kita jadi putus. "Enggak!" tolak Sandra. Dia lalu berdiri dan menatap tajam pada Evan. "Pokoknya, mulai detik ini gue sama elo bukan pasangan lagi. Kita putus, oke?" Setelah mengatakan itu, Sandra melenggang pergi meninggalkan Evan yang masih tidak mengerti dengan alasan kenapa di tiba-tiba dia diputuskan saat sedang makan siang. /// Sandra menghentakkan kakinya memasuki ruangan dia bekerja, karena suara heelsnya yang nyaring, karyawan di divisi itu pun segera memusatkan perhatiannya pada Sandra. "Kenapa, lo?" Tanya mbak Ina. Sandra hanya merengut. "Abis putus sama cowoknya ya, mbak." Urdha ikut menyeletuk. Dan Sandra hanya mengangguk menanggapi Urdha. "Weh, bener?! Kali ini karena apa, mbak?" Lila, si bontot divisi HRD ikut menyerobot ingin tahu. Sandra mendecih lalu menatap 3 teman sedivisinya itu. "Dia nyuruh gue makan banyak dan nggak jaim. Ya gue putusin lah.." "Wah.. pantes.." Oni yang sudah duduk di kubikelnya menyahut lalu tertawa keras. "Pasti mantan mbak lagi frustasi nyari kesalahan dia di mana sampe diputusin," kata Urdha lalu ber-highfive dengan Lila yang mengangguk setuju. "Salah sendiri cari masalah," kata Sandra tidak peduli. Bagi divisi HRD hotel Arilton ini, pembahasan masalah makanan di depan Sandra adalah hal yang sensitif. Bukan soal makanannya sih, tapi anggapan orang-orang kalau makan nggak jaim dan nggak takut gendut itu diagung-agungkan menjadi hal yang sangat tidak disukai Sandra. Okey, setiap orang boleh beranggapan berbeda. Tapi dengan berpikir kalau orang yang nggak bisa makan banyak karena takut gendut dan jaim karena menjaga pola makan atau alasan lainnya adalah hal buruk adalah sesuatu yang salah. Menjadi gendut atau bertubuh besar atau yang bahkan sering orang bilang, tidak ideal. Adalah HAL YANG TIDAK MUDAH. Membutuhkan keparcayaan diri besar untuk bisa menepis bully dari orang lain karena bentuk badannya. Harus lapang d**a karena dianggap merepotkan atau hal lain karena bobot tubuh yang terlalu besar. Dan Sandra pernah mengalami itu. Dia pernah berada di bobot tubuh sampai 70 kg. Dengan tinggi tubuhnya yang sama dengan rata-rata tinggi perempuan Asia membuat dia terlihat sangat gemuk. Mulanya dia percaya diri saja, tpi kemudian ketika dia menghadapi kenyataan kalau perlakuan orang-orang sangat berbeda kepada orang yang bertubuh langsing dan gemuk membuat Sandra depresi. Dia menurunkan berat badang dengan penuh perjuangan. Buth waktu 6 bulan untuk menurunkan bobot tubuhnya ini sampai ke 48 kg. Sejak itu dia menjadi Sandra yang selalu dikejar oleh pria. Mendapatkan lebih banyak teman, relasi, pekerjaan yang dia inginkah, dan perlakuan orang lain padanya sudah tidak lagi seperti saat dia masih gemuk. Tapi dia menyadari semua itu salah. Seharusnya orang-orang tidak membuat orang lain dengan tubuh yang ukurannya berlebih merasa insecure atau bahkan depresi. Sandra amat sangat sedih mengetahui kalau bahkan sedari kecil, anak-anak sudah diajarkan tanpa sadar oleh orang dewasa disekitarnya untuk mengomentari bahkan memberikan ejekan pada teman atau orang lain yang bertubuh 'besar'. Maka itu, ketika seorang membahas seperti apa yang Evan katakan ketika mereka makan siang tadi. Sandra akan dengan tegas untuk tidak lagi berhubungan dengan orang itu. Setidaknya sudah ada 5 cowok yang putus dengan alasan yang sama seperti Sandra memutuskan Evan tadi. Sandra bisa saja pelan-pelan mengubah cara berpikir Evan. Tapi Sandra takut Evan akan menjadi orang yang ke-sekian yang menolak cara berpikir Sandra. Tidak, lebih baik Sandra diam dan tidak menjalin hubungan dengan orang itu. Di satu sisi, ada seorang yang kemudian tersenyum mendengar Sandra kembali menjomblo. Dia bernafas lega lalu kemudian kembali memeriksa surat-surat perizinan yang butuh diperpanjang lagi. /// Purwokerto, 20 September 2019 Tertanda, Orang yang sudah ngantuk
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD