Hantu Angkuh

1042 Words
"Nih," ucapnya memberikan formulir karena sudah diminta mengumpulkan. Setelahnya Tama kembali larut dalam dunianya sendiri. Sang panita pun membuka lembar kertas yang tadi Tama serahkan padanya dengan rasa begitu penasaran. Kira-kira apa motivasi seorang laki-laki tampan seperti Tama. Wanitakah? supercar, atau malah keduanya?! begitulah analisis sang wanita. Tetapi sesaat saja matanya terbelalak saat cuma menemui satu kata yaitu 'uang'. Rasanya wanita itu ingin mengembalikan formulir itu lagi ke Tama. Tapi ia juga malas menghadapi keangkuhan pria itu. Akhirnya ia memutuskan menaruh formulir Tama paling bawah. Sudah sekitar tiga jam Tama menunggu, mau bertanya tapi ia juga terlalu tak mau tau. Tama tak akan membuka mulutnya untuk hal yang tidak penting. Seperti itulah gayanya. Akhirnya ia memutuskan pergi. Mengangan,'kan dirinya menjadi superstar cuma bisa membuat perutnya seakan tergelitik dengan hal konyol itu. Tama berdiri, ia berniat pergi begitu tanpa pamit. Tapi tanpa sengaja bahunya menabrak seorang wanita muda nan cantik. "Aaauw," pekik Bianca anak dari production House yang kini menjadi panita utama dan ialah yang mengadakan audisi besar-besaran. Tama hanya menatap nyalang ke arah Bianca, sama sekali tak berusaha meminta maaf. Tapi Bianca justru menyukai sikap angkuhnya. "Siapa dia?" cicitnya bertanya ke salah satu panita disana yang bernama Lastri. Lastri dengan sigap mencari data Tama "Tantama Buana," sebutnya seraya menyerahkan formulir Tama. "Tantama Buana. Seorang mahasiswa, masih muda dan tampan." Kutip Bianca dengan senyum miring menghiasi bibir. "Cepat panggil dia! saya mau ia yang jadi pemenangnya," tutur Bianca. Maka sebenarnya pemenang utama telah ditentukan oleh Bianca. Tidak perlu Tama bersusah payah, semua yang ia kerjakan nantinya untuk mencapai seleksi akhir hanya satu kepura-puraan. Formalitas agar peserta yang lainnya tidak curiga. *** "Mas... Mas tunggu," panggil Lastri tergesa. Tama berbalik seraya membenarkan letak tas yang ia jinjing. "Mas Tama.... Mas belum melakukan tahap audisi. Jadi Mas gak bisa pergi gitu aja," ucapnya berani. Tama melirik sekitar. "Udah gak minat!" jawabnya berniat pergi lagi. Tapi Lastri tidak putus asa. Ia menghadang Tama yang mau pergi. "Tunggu, tapi gak bisa begitu Mas," ucapnya. "Kenapa, gue udah nunggu tiga jam dan gak ada juga panggilan buat gue." Alasan yang Tama kemuka,'kan. "Iyah Mas tunggu, ini saya mau bilang kalau sekarang saatnya Mas tampil menunjukkan kebolehan Mas. Ayok Mas Tama. Kita kembali ke atas panggung," balas Lastri tangannya bergerak mempersilahkan Tama kembali Walau sudah enggan, tapi Tama menurut. Hari ini ia juga tak banyak urusan. Jadi Tama memutuskan kembali mengadu peruntungannya di sana. Seperti apa yang di ucap Lastri, Tama mendapatkan 'kartu emas' untuk naik dan menunjukkan keahliannya langsung. Di depannya ada Bianca yang tersenyum seakan menunggunya. Tama yang tidak suka basa-basi memilih memainkan gitar akustik dengan lagu legendaris Iwan Fals, yang berjudul Kemesraan. Ia menyukai lagu itu dan karena memang hanya bait itu yang ia hafal. Tak pernah Tama menyangka, keisengannya berubah menjadi riuh penonton menatap kagum kearahnya. Bahkan tak segan dari mereka bertepuk tangan seraya ikut mendendangkan lagu itu bersama. Tama merasa larut dalam kebahagiaan itu. Tanpa terasa ia sudah sampai pada bait akhir. Tama melihat ke semua orang yang seakan tidak ikhlas dengan berakhirnya lagu legendaris itu. Ada perasaan bersalah yang menjalar di hatinya membuat Tama tanpa sadar tersenyum kuda. "Aahhkk... ganteng banget." Teriak para gadis. Bianca menoleh, ia sedikit terganggu karena para gadis menyukai targetnya. Yah... Bianca merasa Tama adalah tujuan berikutnya untuk memadu kasih Selama ini Bianca sudah berpacaran dua kali. Dan berakhir ia yang dicampakkan. Kali ini ia pastikan hal itu akan lagi pernah terjadi. Ia ingin menjerat Tama untuk dirinya. Prookk! Prookkk! Riuh tepuk tangan penonton tertuju pada Tama, Tama menganguk malu seraya menggaruk tengkuknya, salah tingkah. "Mas Tama tunggu sesi selanjutnya," ucap Lastri senang. Audisi ini bukan hanya berjalan lancar, tetapi juga begitu hidup dengan kehadiran Tama "Wah gila itu si Tama'kan?" beo teman kampusnya yang ikut kagum. "Iyah, keren banget sumpah. Gue yang cowok aja merinding lo. Geter gitu," balas temannya. Bianca yang mendengar merasa Tama adalah kunci agar production house-nya bisa naik. Bayangkan saja... Seandainya nama Tama berhasil naik menjadi daftar penyanyi sukses satu mancanegara. Artinya itu juga sekalian membesarkan nama production house-nya sebagai tempat bernaung Tama. Berapa keuntungan yang bisa ia dapat,'kan? itulah yang Bianca pikirkan. Ia harus cepat. Bianca merasa ia tidak boleh semudah itu melepaskan Tama begitu saja. Jarang sekali ia melihat bakat yang sempurna dari diri peserta. Ini baru bakat alami, belum sampai di asah. Dan jangan lupakan penampilan Tama yang tidak perlu di ragukan lagi. Bianca mengitari dan menaiki panggung "Bisa kita bicara sebentar?" bisiknya ke Tama. Tama melirik ke Bianca sebetulnya ia gak enak sama yang lain. "Bisa..." tanggapnya. 'Ini Mbak yang tadi aku tabrakkan?' suara hati Tama berusaha mengingat. "Ayok kita ke belakang panggung," ajak Bianca. Wanita itu berjalan lebih dulu di depan, dengan Tama yang mengekor di belakangnya. "Langsung saja. Saya mau menawarkan kamu jadi penyanyi eksklusif kami," tutur Bianca seraya melipat kedua tangannya di d**a. Tama menyeritkan alis. "Bukannya memang saya mengikuti audisi pencarian bakat bidang vokal," bebernya heran. "Yah, tapi khusus buat kamu. Kamu gak perlu mengikuti audisi ini sampai habis. Karena saya sendiri yang menjamin kamu untuk menjadi penyanyi," desis Bianca. Matanya berusaha berjaga-jaga agar tidak ada yang melihat mereka. "Ini kartu nama saya." Sambungnya sembari memberikan kartu namanya yang ia simpan di kantung jas. Tama menerimanya meski ia masih ragu "Bianca. Wakil direktur dari PH Mega Entertaiment," beo Tama membaca kartu nama itu. "Yah, Saya Bianca," balas Bianca seraya menjulurkan tangannya yang putih. Tama diam. "Maaf saya gak bisa." Tolaknya begitu saja. Tama gak mau berbuat curang. Jika itu ia lakukan sama saja ia memutus harapan para audisi lainnya yang juga berusaha keras untuk menang. Ia juga merasa skill-nya tidak begitu mumpuni untuk terlalu disanjung seperti ini. Intinya Tama tidak ingin membuat orang lain kecewa dan yang terpenting ia tidak mau membohongi dirinya sendiri. Tama juga gak siap dengan konsekuensinya jika ia betul menjadi penyanyi. Tama sadar, ia sedikit plin-plan dan terburu-buru mengambil keputusan mengikuti audisi ini. "Tunggu... Kenapa gak bisa? Kamu tinggal bersandwira mengikuti audisi sampai akhir, nanti biar saya yang memutuskan," jelas Bianca merentetkan cara agar terbebas dari dugaan kecurangan. Tama menggeleng. "Kalau begitu artinya saya curang. Dan setau saya sesuatu hal yang didapatkan secara paksa tidak akan pernah bertahan lama. Kalau memang saya berhak menang. Saya hanya mau semua atas dasar kemampuan saya sendiri. Dan bukan kamuflase seperti yang anda tawarkan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD