4 : Basket

1549 Words
“Kita mau kemana?” tanya Bianca saat Radi menariknya menuju salah satu tempat yang tampak asing sekali. Bahkan mereka sampai masuk melewati ilalang yang membuat Bianca menjadi curiga pada Radi. “Jangan mikir macam-macam, pokoknya kamu nanti pasti bakalan suka,” ucap Radi menyentil kening kekasihnya.  Wajah Bianca begitu jelas sekali kalau gadis itu memikirkan hal aneh, ya wajar sih karena dia membawa Bianca ke tempat yang asing seperti ini. Tetapi Radi yakin Bianca akan menyukainya. “Aku gak mikir apa-apa,” elak Bianca. “Udah jelas banget di wajah kamu, Sayang,” balas Radi kemudian mengenggam tangan kekasihnya dan tangan yang lain menyingkirkan ilalang yang menghalangi jalan mereka. “Wah.!!”  Bianca begitu antusias saat sampai di tempat yang Radi tunjukan, ada sebuah rumah pohon di pinggir danau yang tampak tenang. Bianca menyukainya, sangat suka sampai kedua matanya berbinar. Radi tersenyum menatap kekasihnya yang tampak antusias dengan tempat yang mereka tuju. Rumah pohon ini yang sering Radi kunjungi saat dia ingin menyendiri, tak ada yang tahu begitu juga dengan kedua sahabatnya. Ini tempat rahasia Radi dan tujuan Radi saat dia ingin menjauh dari keramaian. “Kamu kok tau tempat ini?” tanya Bianca, memandang ke sekeliling tempat ini. Suasana di sini begitu tenang, angin berembus membuat rambut Bianca terbang tak beraturan. “Tahu dong, gimana kamu suka?” Bianca mengangguk, “Suka banget, kita bisa naik ke rumah pohonnya?” “Bisa, mau naik?” “Mau!” seru Bianca.  Mereka pun naik ke atas rumah pohon, Radi membantu Bianca naik ke sana dengan menaiki undakan tangga yang terbuat dari kayu.  Sudah lama sebenarnya Radi tak ke sini dan sekarang dia sengaja mengajak Bianca ke sini. Mungkin rumah pohon ini akan menjadi tempat favorite mereka berdua, rumah pohon Radica, Radi dan Bianca. “Pemandangannya lebih indah kalau di lihat dari sini,” ucap Bianca setelah mereka berada di rumah pohon tersebut.  Bianca bisa melihat dengan jelas danau yang berada di depan rumah pohon ini, tampak tenang dan udaranya begitu menyejukan. Radi berdiri di samping Bianca, ikut melihat pemandangan yang berada di hadapan mereka, kemudian menatap ke samping di mana Bianca yang masih begitu takjub dengan pemandangan tersebut, “Iya indah banget,” ucap Radi namun kedua matanya menatap lekat pada kekasihnya. Bianca merasa ada orang yang menatapnya, menoleh ke arah Radi, “Pemandangan di depan kamu buka di sini,” ucap Bianca. “Iya ini depan aku pemandangan yang indah banget,” “Idih gombal! Udah deh jangan gombal, kamu gak cocok banget ngegombal,” protes Bianca. Lagian kenapa Radi jadi seperti ini membuat jantungnya berdebar saja, dasar Radi! Radi tertawa, “Ini kenapa ni, pipi kamu kok jadi merah gini,” ucap Radi begitu jahil. “Radi!!” pekik Bianca dan tawa Radi pun pecah. ** “Makasih ya udah ajak aku ke rumah pohon,” ucap Bianca.  Mereka baru saja sampai di depan rumah Bianca, setelah cukup lama berada di rumah pohon untung saja sebelum ke sana Bianca mampir di mini market jadi mereka tak kelaparan dan sangat menikmati waktu mereka berdua selama di sana. “Sama-sama, aku juga senang kalau kamu senang.” “Lain kali kita ke sana lagi ya,” pinta Bianca dengan wajah yang begitu menggemaskan di mata Radi. Seperti anak kecil yang memohon untuk di belikan permen saja. “Kapan pun kamu mau, aku siap antar kamu ke sana,” ucap Radi membuat senyum di wajah Bianca semakin lebar. “Aku pulang dulu,” pamit Radi. “Iya, hati-hati.”                                               Radi menarik Bianca ke dalam dekapannya membuat gadis itu tersentak tetapi setelahnya merasa nyaman, “Aku sayang kamu,” bisik Radi. “Aku juga,” balas Bianca mengeratkan pelukkan mereka. ** “Hari ini ada pertandingan basket?” tanya Adel berbisik pada kedua sahabatnya.  Kali ini mereka sedang berada di perpustakaan mengerjakan soal fisika yang tadi guru piket berikan karena guru fisika mereka berhalangan hadir. Bianca yang mengajak Adel dan Laura ke perpustakaan karena jika mereka mengerjakan di kelas, tak akan pernah selesai. Maklum saja suasana kelas pasti akan sangat berisik kalau tidak ada guru yang masuk. Begitulah teman-teman satu kelas Bianca, seolah tak ada guru menjadi angin segar untuk mereka, meski harus diberikan tugas itu tak masalah bagi mereka semua. Bianca mengangguk, tetap fokus pada soal yang ada di bukunya. Fisika itu sulit sekali dan semua pasti sudah mengetahui itu. Tetapi kalau di kerjakan dengan fokus pasti akan ada jawaban, ya masa soal gak ada jawaban, kan.  Bianca menulis rumus yang dia temukan di buku paket yang tadi dia ambil dari rak, kemudian menghitung hasilnya. Setelah selesai berlanjut ke soal lainnya, begitu seterusnya. Sama seperti Bianca, Laura juga mengerjakan soal yang lain, mereka sengaja membagi tugas agar cepat selesai.  Kalau Adel, gadis itu malah menelungkupkan kepadanya, setelah bertanya tentang pertandingan basket. Adel merasa pusing walaupun hanya melihat soal fisika, jadi daripada bikin kacau dan sudah pasti tak akan selesai jika dia mengerjakan, jadi dia hanya menemani Bianca dan Laura saja. Jangan meniru Adel teman-teman. “Lo udah selesai, Lau?” tanya Bianca setelah dia akhirnya berhasil menyelesaikan lima soal dari sepuluh soal fisika. Karena yang lima lagi di kerjakan oleh Laura, jadi nanti tinggal di salin saja. “Satu lagi, gue belum nemu rumusnya yang nomor empat,” ucap Laura tetapi masih fokus mencari rumus di buku paketnya. “Del, lo cari dong. Enak banget sih malah diem,” tegur Bianca pada Adel. “Tadi gue juga cari, tapi gak ketemu,” ucap Adel. “Cari dalam mimpi!” sarkas Bianca membuat bibir Adel mengerucut. “Ini udah ketemu,” ucap Laura. “Nah Laura emang pinter.” “Lo yang malas,” balas Bianca pada Adel, gadis itu hanya tersenyum polos. Dasar! Setelah selesai mengerjakan tugas mereka, kalau Adel sih menyalin bukan mengerjakan. Akhirnya Bianca dan kedua sahabatnya keluar dari perpustakaan apalagi setelah ini ada pertandingan basket. Sudah pasti mereka akan menonton dan menyemangati Radi dkk.  Memasuki kelas yang masih tampak ramai karena beberapa siswa tengah sibuk mencari jawaban tugas yang tadi di berikan, Bianca segera ke bangkunya menaruh tempat pensil kemudian menitipkan tugas tersebut kepada ketua kelas mereka, begitu juga dengan Adel dan Laura. Setelah itu mereka segera menuju lapangan basket untuk menonton Radi dkk. ** Radi tengah menggganti pakaiannya bersama dengan Devon dan Marcel, hari ini mereka akan bertanding basket antar kelas. Sebenarnya hanya pertandingan biasa yang selalu mereka adakan menjelang ulangan umum, dan kali ini Radi tampak begitu semangat, ya apalagi kalau bukan karena Bianca.  Yang biasanya bermain basket selalu ingin cepat selesai sekarang ingin menunjukkan kepada Bianca bagaimana permainan basketnya. Astaga kenapa dia seperti tengah tebar pesona saja, tetapi tak salah, kan, kalau tebar pesona pada kekasihnya sendiri. “Kali ini gue yakin kita bakalan menang,” ucap Marcel setelah selesai mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga. “Ya pasti, apalagi kelas kita punya kapten basket yang sekarang bakalan tambah semangat karena udah punya cewek,” balas Devon melirik Radi yang tengah memasukkan seragamnya ke dalam loker. “Bener juga lo, udah fix lah makin semangat!” “Berisik kalian!” ** Lapangan basket tampak ramai dipenuhi oleh siswa khusunya perempuan yang hendak menonton pertandingan basket antar kelas. Lebih tepatnya mereka ingin menonton Kapten basket mereka yang memang tampak selalu menjadi sorotan.  Radi yang memiliki tubuh cukup tinggi, hidung mancungnya memang menjadi pusat perhatian dan di sukai oleh siswi di sekolah mereka.  Sayang saja sekarang Kapten mereka sudah memiliki kekasih tetapi meski begitu mereka tetap mengagumi sosok Radi. Radi menghampiri Bianca yang sudah duduk bersama dengan Adel dan Laura di bangku penonton. “Nanti panas,” ucap Radi kemudian memakaikan topi pada Bianca dan hal itu membuat teman-teman yang ada di dekat mereka bersorak ramai karena perlakuan Radi yang begitu manis menurut mereka. “Makasih, semangat ya tandingnya,” kata Bianca tersenyum menatap kekasihnya. Radi mengangguk, “Semangat kalau ada kamu,” bisik Radi di telinga Bianca membuat jantung Bianca berdegup kencang, jelas saja karena mereka begitu dekat dan ini di depan umum.  Pipi Bianca sepertinya mulai memanas, atau karena matahari mulai terik. Radi membetulkan topi di kepala Bianca kemudian kembali ke lapangan untuk memulai pertandingan basket melawan kelas sebelah. “Kapten kita ternyata sweet,” celetuk Adel setelah Radi ke lapangan.  Adel menatap Bianca yang duduk di sebelahnya. “Pipi lo kenapa tu, merah amat,” lanjut Adel dengan kerlingan jahilnya. “Diem deh!” Bianca memegang kedua pipinya. Adel terkekeh setelah itu mereka fokus pada pertandingan yang sudah di mulai. ** Pertandingan di menangkan oleh kelas Radi, hanya selisih tipis saja. Mereka bermain dengan cukup sengit meski begitu setelah di luar lapangan akan kembali seperti biasa karena ini hanya permainan antar kelas saja dan bukan untuk merebutkan gelar juara. Radi mengajak  Bianca dan temannya menuju kantin untuk merayakan kemenangan mereka. “Bentar deh, akhir-akhir ini kita sering di traktir sama Radi ya, double bahagia kan gue jadinya,” ucap Devon. “Bener, maklum lagi bahagia melepas kejombloannya,” timpal Marcel. “Ya sering-sering aja kaya gini.” “Itu sih mau lo!” kata Radi melempar kacang yang dia makan ke arah Devon. “Udah udah jangan berdebat, kita makan aja mumpung gratis,” ucap Marcel sebelum Radi dan Devon beradu saling melempar makanan mereka. “Lo juga sama aja, Marcelina!” ejek Radi. “Sialaan lo!” protes Marcel karena Radi merubah namanya, masa sudah keren namanya jadi perempuan begitu. Radi k*****t!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD