Big G And Baby G

1346 Words
"Helen ? Kamu belum tidur, kan ?" Helen meletakkan ponselnya dan membuka pintu kamar. Papa dan Mamanya menyerbu masuk. "Kamu menghilang ke mana saja sepanjang siang sampai menjelang sore ?" tanya sang Mama. "Eh... Helen mampir .... ke rumah teman...." Titan Thanatos sang Papa duduk di sampingnya. Ia melingkari pinggang putri kesayangannya dengan lengannya. "Helen.... Papa dan Mama mengerti kalau kadang kamu bosan diikuti pengawal. Tapi yakinlah, itu semua demi keamananmu." Helen hanya bisa menunduk dan diam. Maafkan anakmu, Pa, Ma... kata Helen dalam hati. "Papamu benar, Sayang. Kamu kan tahu sendiri apa yang terjadi pada keluarga Radyanta." Helen mengangguk. Ia tahu dan sangat mengerti. Nyonya Radyanta yang hampir diculik, lalu Rhea yang disekap. Tapi ia merasa aman di dekat Hephestus. Hal yang tak bisa ia sampaikan pada orangtuanya saat ini. "Hal yang sama bisa saja menimpa kita, apalagi situasi perusahaan yang sedang gawat seperti sekarang." Helen kembali mengangguk pasrah. Ia takut jika terlalu banyak bicara ada kata-kata yang belum saatnya terucap jadi terucap. "Kamu kelihatan pucat. Sakit, ya ?" Sang Mama memegang dahi Helen. "Hmm, tidak panas." "Eh, Helen sehat, Ma. Cuma sedikit capek saja. Klien di butik sudah mulai banyak." Capek setengah hari bersama dia.... "Eh, kenapa wajahmu mendadak memerah ?" tanya Sang Mama. Helen meringis tertangkap basah sedang memikirkan peristiwa sangat penting dalam hidupnya bersama Hephestus. Di satu sisi ia merasa bersalah telah melanggar kepercayaan orangtuanya, tapi di sisi lain ia merasa telah menemukan soulmate "Hmm, apa ada hubungannya dengan Jason ?" tanya sang Papa senang. "Bagaimana ? Masih ada kemungkinan ?" Helen mendesah. "Pa, Jason cinta mati sama Rhea. Tidak bisa diganggu gugat. Biarkan Helen fokus kerja dulu." "Benar itu, Pa," sahut Mama Helen. "Anak gadis kita ini cantik jelita dan sudah berbaris laki-laki yang mengantri untuk jadi pacarnya." Tapi aku hanya mau dia, Ma, my Big G, batin Helen. Dia yang sudah jadi laki laki pertamaku dan aku ingin bersamanya, bukan yang lain. "Ah, dasar kalian. Papa hanya melihat prospek luar biasa jika perusahaan keluarga Radyanta, Olympian Foods, digabung dengan perusahaan keluarga kita. Wah !" "Kan sudah ada Kak Balder dan Kak Tyro yang mengelola, Pa," protes Helen. Perusahaan keluarga Thanatos yang bergerak di bidang properti dan transportasi memang mulai berkembang pesat, terlepas dari semrawutnya hidup anak keduanya. Titan bahkan sudah siap mengundurkan diri dari Olympian Foods milik Jason. Ia hanya menunggu saat yang tepat. "Hmm... Helen.... Sayang...," kata sang Papa ragu, "besok Papa minta kamu jangan ke mana-mana, ya ?" "Ada apa, Pa ?" "Emm, keluarga rekanan Papa akan datang bertamu. Mereka ingin eh, memperkenalkan anak laki-lakinya padamu." Sang Mama mengelus lembut rambut anaknya. "Bisa, ya ?" Oh, here we go again! Setelah misi merecoki Jason Radyanta bertambah suram, muncul lagi kandidat konyol lainnya, keluh Helen dalam hati. "Kenalan saja. Kabarnya anak mereka itu laki-laki baik-baik. Laki laki seperti itu cocoknya ya sama gadis perawan baik-baik seperti anak Papa ini." Duungg !! Apa tadi ? Kepalaku dihajar palu dewa Thor ? batin Helen miris. Maaf, Pa... Aku sudah menyerah pada dewa yang lain.... "Bagaimana, Sayang ?" tanya sang Mama. "Eh, iya Ma. Iya." ====================== Helen menelan sarapannya secepat mungkin. Ia sudah meminta izin kedua orangtuanya untuk membereskan urusan di butik dan berjanji akan pulang sebelum sore. Permohonannya dikabulkan. Dengan syarat ia tidak boleh membawa mobil sendiri. Tiga bodyguard mengantarnya ke butik yang membuat Helen yang sudah tak sabar ingin menelpon Hephestus tidak berkutik. Beruntung celah itu masih tersedia karena ketiga pengawal itu menunggu di dalam mobil di depan butik. Setelah briefing singkat dengan beberapa karyawannya, ia segera mengasingkan diri dalam ruang pribadi merangkap kantor. "Heph ?" "Hai, Cantik. Bisa menyelinap hari ini ?" "Susah. Papa pasang tiga palang pintu." Suara tawa Hephestus menggema. "Cuma tiga ?" "My Big Giant, jangan. Kasihan mereka. Papa bisa langsung pecat mereka kalau mereka gagal jaga aku." "My little Gorgeous, aku tergila-gila padamu. Oh, terlalu jujur ya. Biarlah. Aku cinta kamu." Wajah Helen sontak memerah. Spontan ia menebar pandang ke sekelilingnya dan baru mengingat ia sudah mengunci rapat pintu ruangan. "Love you, too, my Big G." "Kamu di mana ?" "Butik." Helen menyebutkan alamat butiknya. "Oke. Tunggu saja." "Tidak pakai action, kan ?" "Tidak, Tuan puteri. Seperti permintaanmu." Setengah jam kemudian, seorang laki-laki kekar bertato mengangkat sebuah kardus besar memasuki butik "Valkyries" dengan santai. Ketiga bodyguard yang selalu mengawasi orang-orang yang keluar masuk butik itu sempat pasang ancang-ancang, tapi segera mereka batalkan setelah melihat laki-laki besar itu hanyalah seorang kurir. "Paket tambahan khusus pesanan.... Eh, sebentar..." Hephestus mengeluarkan secarik kertas dari sakunya. "..... Nona Helen Thanatos." Si pegawai berpakaian modis membolak balik sebuah buku besar dengan bingung. "Tidak ada permintaan barang tambahan.... hm, sebentar...." Sementara itu kedatangan Hephestus jelas menarik perhatian para karyawan dan seorang klien berusia empat puluhan yang ada di situ. Wanita itu mendekati Hephestus tanpa malu-malu. "Hai, tampan." Ia mengelus lengan berotot Hephestus yang dipenuhi tato. Hephestus melirik jari-jari wanita itu dan menemukan sebuah cincin kawin. Ia tersenyum sinis. "Hai, Nyonya." "Hem, kamu terlalu tampan untuk terus jadi kurir." Ia memutari Hephestus mengagumi tubuh kokohnya. "Mau jadi kurir pribadiku ?" "Anda terlalu cantik untuk kurir seperti saya. Dan maaf, saya berusaha setia pada bos saya." "Oh... Tapi aku bisa memberimu lebih dari bosmu..." "Maaf, Nyonya. Saya sudah cukup puas dengan yang diberikan Bos saya. Sangat puas." Si wanita iseng baru akan angkat bicara lagi ketika Helen yang dari tadi memperhatikan dan cukup geli dengan penolakan Big G-nya, berdehem keras. "Ahem. Jane, maaf tidak bilang. Itu pesanan pribadiku," katanya kepada karyawannya. "Eh, Tuan, bisa tolong bawa kardus itu ke lantai atas ?" "Oh, tentu Nona. Tentu saja. Permisi Nyonya, kurir jelata ini numpang lewat...." Helen segera menutup kembali pintu ruangannya. Ia melonjak kegirangan dan memeluk si raksasa tampan. "Gila ! Idemu sungguh gila !" Ia terkekeh riang. Hephestus tertawa kecil. "Kan sudah kubilang tiga orang di depan itu bukan masalah, my baby G...." Ia mengusap rambut Helen dan melepaskan pelukannya. "Sebentar....." Hephestus menuju satu-satunya jendela di ruangan itu. Ia menggeser kaca jendela lebar itu, melongok keluar dan mengedarkan pandangan ke arah luar selama beberapa saat. "Oke. Aku turun dulu. Kamu tidak ingin jadi pembicaraan karena mengurung seorang kurir, kan ? Bye, Baby G !" Hephestus melambaikan tangan dan menutup pintu. Ha ? Apa-apaan ini ? Aku masih kangen dan dia langsung pergi ? Not even a slight kiss ? Helen melemparkan diri di sofa lebar yang ada di situ dengan kesal. Ia mencoba menelpon tapi tak dijawab sama sekali. Untuk membuang rasa kesalnya ia memutuskan untuk merampungkan beberapa pekerjaan yang dikejar deadline. Enam gaun pendamping pengantin yang harus selesai minggu ini, menemui dua klien yang akan memesan pakaian seragam kantor eksklusif, dan memeriksa beberapa pekerjaan setengah jadi yang sedang dirampungkan oleh karyawannya di ruangan lainnya. Tak terasa waktu mendekati tengah hari dan Helen hampir bisa melupakan kekesalannya ditinggalkan begitu saja oleh laki-laki itu. "Anda mau ikut makan siang bersama kami ?" tawar salah seorang karyawannya. Helen baru akan mengiyakan ketika ponselnya berbunyi. Dia ! "Ya ? Apa lagi ?" katanya agak ketus. "Tidak usah ikut mereka. Aku sudah bawakan makan siang untukmu." "Eh, maaf. Lain kali saja. Saya sudah pesan lewat delivery service." Sebelum menutup pintu Helen menemui ketiga penjaganya untuk mengatakan bahwa ia akan istirahat di dalam kantor dan tidak ingin diganggu. Helen menaiki tangga sambil mengira-ngira bagaimana Hephestus akan datang. Tidak mungkin ia datang sebagai petugas delivery, kan ? Otomatis para pengawalnya curiga jika ia muncul untuk kedua kalinya. Ia membuka pintu ruangan dan disambut oleh dekapan dari belakang yang langsung dikenali Helen dari aroma maskulin yang terus meracuni otaknya. "Big G ! Oh.... Kamu selalu penuh kejutan ! Kamu lewat mana ? Oh, jendela itu !" Helen berbalik dan melompat dalam dekapan laki-laki itu. "Yaa... Begitulah. Tembok belakang itu tidak ada fungsinya sama sekali. Terlalu pendek dan mudah dilompati. Dan syukurlah aku tidak harus kerasukan Spiderman untuk merayapi tembok karena ada tangganya darurat di bawah jendela." Hephestus tersenyum lebar. "Hm. Pasti kamu kesal tadi. Hei, aku juga kangen tapi harus putar otak." Helen mencium pipi Hephestus. Kemudian ia melihat dua paket makanan di meja. "Papa pasti mengamuk hebat jika dia tahu aku di sini bersamamu." "Tidak apa-apa. Asal aku yang diamuk." Helen tersenyum. "Belum saatnya, Heph. Sabar....." "Kapan saat itu, hmm ?" Senyum kembali menghiasi wajah cantik Helen. "Makan siang dulu ?" Seringai jail terukir di bibir Hephestus. "Boleh cicipi dulu menu pembukanya ?" Ia menatap mata Helen yang menyiratkan rasa yang sama. "Emmm.... Boleh. Kebetulan menu pembukanya juga masih panas....." Sementara itu para penjaga yang mulai diserang rasa bosan jadi kembali bersemangat karena makan siang yang dipesankan Helen buat mereka baru saja tiba, lengkap dengan aneka softdrink, buah, dan beberapa kantong makanan ringan. Mereka sama sekali tidak menyadari bahwa nona muda yang sedang mereka jaga juga sedang makan siang dengan menu erangan nikmat bersama si kurir kardus. ===================  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD