✿ Prolog

321 Words
"Mas Aji belum pulang kesini mbak, kan katanya diundur tiga empat hari lagi di Surabaya." Perempuan bersurai panjang itu mengigit bibirnya perlahan, berjalan mondar-mandir dengan ponsel disebelah telinga kirinya. Dia siap, sangat siap dengan segala pertanyaan yang akan dilontarkan lawan bicaranya diseberang sana. Sudah biasa. Ketika sang pria tak ditemukan dirumah sang lawan bicara, ia akan berkali-kali menerima pertanyaan semacam ini. Cacian, makian hina dina sudah sangat akrab dengan pendengarannya. "Bener mbak Wen, mas Aji gak ada disini, mbak bisa tanya sama siapapun, bukannya mbak lebih hafal dengan jadwal perjalanan mas Aji selama ini." Sedetik kemudian ia menarik ponselnya sedikit menjauh dari telinganya, demi menyelamatkan indera pendengarannya dari teriakan menggelegar perempuan cantik diujung sana. "Yasudah mbak silahkan percaya dengan firasat mbak kalo begitu, yang penting saya sudah ngomong jujur. Maaf saya tutup dulu, Assalamu'alaikum" balasnya singkat lantas menekan tombol merah pada layar gawainya. Kinar memejamkan matanya, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja. Pria yang ia khawatirkan selama beberapa hari ini pasti baik-baik saja, meski ia tak tau dimana sosoknya. Ratu yang mendiami rumah putih milik pria itu-- Ajisaka, lagi-lagi menyerang Kinar dengan segala tuduhan tak masuk akal. Mengira prianya sedang menghabiskan waktu disini, di istana kecilnya. Padahal beberapa hari ini ia pun menyimpan prasangka bahwa Ajisaka, sang raja yang mereka perebutkan dalam sambungan telpon tadi, sedang bercengkrama dengan ratu pertamanya. Ternyata semuanya hoax, pria dengan jiwa casanova itu hilang entah kemana. Dan selalu...se-la-lu, Kinara yang jadi sasaran empuk untuk jadi candaan semesta, karena semua menyalahkannya. Sebegitu hinakah menjadi istri kedua?? Batin Kinar berkecamuk, akupun manusia by the way, punya rasa yang perlu dijaga, punya hati yang yang tak ingin tersakiti. Wanita cantik itu memeluk lututnya didepan d**a, menangis dalam diam karena keputusannya dua tahun lalu. Bukan tangisan penyesalan, namun lebih ke...tangisan penuh syukur, karena mungkin jika bukan karena Ajisaka yang melamarnya jadi istri kedua, ia tak akan sekuat hari ini menghadapi hidup yang kadang meledeknya dengan dengan derita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD