Dua- Prolog

1840 Words
Senator Chow mengangkat alisnya karena merasa ada sesuatu yang menarik dalam kata-kata Chris. Meskipun dia sangat menghargai masukan penasihatnya itu, senator kerap menganggap usia Chris yang masih muda dan karena kurang berpengalaman, pendapat-pendapatnya, selalu harus dikajinya ulang. Sesudah tampil di televisi nasional baru-baru ini dan menyatakan dirinya secara ex-officio sepenuhnya di balik keputusan presiden, sulit baginya untuk mundur beberapa saat di kemudian hari tanpa dianggap sebagai pengkhianat partai. Selain itu, dia sangat yakin kalau dia sudah melakukan hal yang benar. Dan meskipun secara personal dia tidak mengeluh, dia tahu kalau diperlukan kerja keras secara politik untuk mengantisipasi Iran mendapatkan kemajuan di bidang nuklir. Setiap kilasan pikirannya mereda saat mereka melewati bangunan bundar yang indah dari marmer pada Gedung Kanto Senat Bertrand. Chow tidak pernah berhenti mengagumi keindahan arsitektur dan anomali seni teknik yang jelas tertuang dalam bangunan itu. Semua itu mengingakan dirinya betapa penting pekerjaannya dan betapa beruntungnya dia berada di dalam jabatannya itu. Dia mengalihkan perhatiannya dari semua pemikiran itu sebab seorang agen Dinas Rahasia berbisik dari sampingnya. Orang itu menatap Chow. “Pak, mereka siap berangkat, Kita akan berada di mobil kedua.” Senator menjawab dengan anggukan kecil dan bergerak melintasi pintu utama bangunan. Cuaca di luar ialah khas bagi Washington pada pertengahan Oktober; angin menderu ribut memaksa air hujan jatuh pada sudut yang tajam, mengancam ajan mengoyakkan payung yang dibawa Chris di atas kepala Senator. Para petugas pengawal Senator dengan cepat masuk ke dalam mobil kedua dari Suburban putih itu. Chow mengetahui kalau kendaraan yang pertama itu berisi empat orang yang membawa senjata otomatis, dan bahwa pemimpin kelompok kecil itu akan berada di kursi depan mobil kedua. Samar-samar dia pun teringat kalau seharusnya masih ada lagi sebuah mobil pengawal yang mengikuti mereka dalam jarak tertentu. Saat dia melirik ke sebelah kiri jalan, dia tidak melihat adanya mobil yang dimaksudkan itu. Saat kelompok kecil pengawalan ini ditugaskan secara khusus untuk dirinya, Senator berpendapat kalau kehadiran para pengawal yang sudah tampak jelas itu tidaklah perlu dan membuat dirinya sendiri merasa malu. Dia menyatakan pendapatnya itu bahkan kepada presiden sendiri, namun saat kepadanya disampaikan alasan di balik perubahan itu, akhirnya Senator setuju kalau adanya sebuah ancaman yang dapat membenarkan tambahan pengamanan. Ini bukan berarti bahwa dia menyukai perlakuan khusus itu. Batasan yang tegas sudah ditentukan untuk kelompok Dinas Rahasia ini; para petugas tidak diizinkan masuk ke dalam tempat tinggalnya kecuali dalam keadaan darurat dan agenda perjalanannya sehari-hari tidak boleh diganggu. Perjalanan dua puluh lima menit dari kantor ke rumahnya di seberang sungai musti merupakan saat-saat sunyi yang bebas gangguan setiap hari, dan dia tidak meghendaki saat-saat itu diganggu oleh sekadar bunyi sirene dan bunyi klakson para pengendara lain yang marah disebabkan dipaksa menepi. Meskipun pemimpin kelompok pengawal itu dengan tegas menolak semua syarat itu, Senator Chow ialah politisi yang paling kuat pengaruhnya di Washington dan yang diajukannya itu bukanlah syarat, melainkan perintah. Pada akhirnya, suatu pembicaraan telepon selama lima menit sudah mengakhiri pembicaraan tentang hal itu. Para agen yang termasuk kelompok kecil Dinas Rahasia yang waspada ini tidak dibayar untuk menyukai Senator itu, dan hal itu bagus, karena mereka memang tidak suka kepada Senator itu. Tapi mereka bertanggung jawab atas keselamatannya. Maka mereka lega seperti biasanya saat tujuh detik kepindahan dari Gedung Bertrand ke dalam kendaraan suburban berlangsung aman; dalam pekerjaan mereka ialah suatu prinsip utama kalau orang yang mereka kawal terbuka pada suatu risiki saat akan masuk atau akan meninggalkan kendaraan. Karena tergesa-gesa, para agen, yang sudah berpengalaman itu tidak memperhatikan seorang anak muda yang berbaju rapi mengikuti mereka hingga di luar gedung. Dia menunggu sampa iring-iringan kecil itu berangkat dan sampai sebuah mobil pengawalan lainnya mengikuti selam lima belas detik kemudian, sebelum dia menuruni anak tangga marmer Gedung Bertrand dan perlahan-lahan menuju Constitution Avenue. Sembari berjalan, dia mengangkat payungnya melawan terpaan hujan dan mengeluarkan ponsel tipis dari dalam saku mantelnya.   ***   Penerima panggilan telepon itu mengesampingkan nada kesombongan dalam suara orang yang menyampaikan pesan yang ditunggunya. Namun pada ketika itu juga dia tidak bisa menghindari sebersit rasa harinya sendiri, yang menghina Staf Kongres yang namanya diberikan padanya dua bulan yang lalu dan yang informasinya sekarang dia andalkan. Dengan sabar dia menunggu di kursi pengendara sebuah mobil Chevrolet sewaan berwarna hitam di Jalan Raya Independence, persis di belakang seberang Kantor Pemerintah Federal James Forrestal. Mobil itu diparkir sesuai peraturan, untuk wakt selama satu jam lagi, dan jendelanya yang sedikit terbuka tidak akan mencurigakan petugas polisi lalu lintas yang sangat waspada sekalipun. Dia telah banyak berpengalaman dalam hal semacam itu, dan meskipun dia menyadari bahaya yang terkait dengan pekerjaannya, dia bukanlah orang yang sudi meninggalkan kecermatan dalam mengatur anaasir yang dikuasainya. Selaras dengan perilakunya itu, dengan cermat dia memilih tempat untuk menentukan posisi mobilnya. Dari persilangannya dengan L ‘Enfant Promande, Jalan Raya Independence mengarah ke utara sekitar lima kilo meter. Dari lokasinya saat ini dia dengan jelas dapat melihat dua titik lampu lalu lintas. Yang terdekat cuma berjarak sekitar enam puluh lima meter darinya. Dan lampu lalu lintas yang kedua sekitar dua ratur meter dan tepat dalam jarak jangkauan senjatanya dan kemampuan dirinya. Tanda lalu lintas hanya sedikit saja menarik perhatiannya, karena untuk persiapan yang dilakukannya, dia lebih mengandalkan situasi jalan yang ada dalam jam sibuk dan keadaan cuaca daripada hal yang lain. Dia enggan bergantung pada lampu lalu lintas yang diatur untuk kepentingannya, karena kecanggihannya di bidang komputer tidak memadai untuk menembus jaringan sinyal Departemen Perhubungan tanpa risiko terdeteksi. Selain itu, kedua nilai tadi adalah faktor alam yang tidak pernah gagal menyebabkan lalu lintas Daerah Khusus Washington nyaris macet. Ponselnya berbunyi dan dia menunduk melihat angka di layarnya. Targetnya akan datang dalam waktu kurang dari dua menit lagi.   ***   “Jadi apa yang akan kamu lakukan akhir pekan ini?” Naomi Ambirata mengangkat alisnya dan bergeser sedikit di tempat duduknya untuk memandang partnernya, John Nash. Mereka sudah berpasangan selama tiga bulan ini, dan Naomi memperoleh kesan kalau John telah berusaha membangun keberanian untk mengajaknya. “Kenapa? Kamu memiliki rencana untuk kita?” Naomi bertanya sambil menyeringai. John merona wajahnya dan menggumamkan sesuatu. Naomi berpendapat kalau seorang Italia Amerika yang sangat pendiam dan tidak tangkas dalam hal bicara adalah aneh, namun dia tidak menyangkal kalau pasangannya itu sangat menarik. Tapi soal itu tidaklah menarik untuk dibicarakan, sebab Naomi sudah punya rencana untuk akhir pekan ini. Laura merayakan ulang tahunnya yang keenam pada hari Sabtu depan, dan ibu serta anak itu telah menunggu dengan penuh antusias untuk bersama sepanjang hari itu. Dengan menyibakkan helai rambutnya yang merah panjang sebagai poni yang berantakan dari wajahnya, Naomi memusatkan penglihatan matanya yang berbinar hijau pada kendaraan di depannya dan daerah sekitarnya. Diam-diam dia menyalahkan dirinya sebab sudah membiarkan pikirannya berkelana ke mana-mana. Tidak ada ruang untuk itu dalam pekerjannya. Selain itu, dua hari berikutnya nanti dia tidak bekerja, dan dia akan segera punya banyak waktu untuk santai.  *** “Ya, Tuhan, coba lihat cuacanya. Hari-hari seperti ini membuat aku jadi membayangkan Washington layaknya rawa nyamuk malaria.,” Chris mengeluh. Senator Cho terusik hatinya. Dia memandang ke arah luar cermin, dan tampak di sana genangan air Capitol Building. Perutnya yang mulas belum juga reda sejak acara jajak pendapat selesai, dan dia ragu apakah dia bisa menunggu untuk kunjungan dokternya hingga pekan depan. Dia berpikir, “Sebaiknya tidak, mungkin aku malah harus meninggalkan pekerjaan ini juga.” Meskipun dia tahu pengunduran dirinya akan sangat mengecewakan penasihat utamanya yang ambisius itu, namun hal itu justru akan sangat menyenangkan isterinya. Belakangan ini, Mey kerap menyentil rencana kepindahan mereka ke rumah baru mereka yang mereka beli di seberang perbukitan Virginia, negara bagian yang sudah memilihnya untuk jabatan tinggi itu. Dan semakin hari harapan isterinya itu lalu berubah menjadi semacam tuntutan. Namun, Senator Chow tidak bisa menyesalkan isterinya karena harapannya ini. Sebab Mey sudah menyertainya dengan setia melalui situasi karier politiknya yang penuh intrik selama hampir tiga puluh tahun ini. Rumah mereka yang berada di uar Charlottesville membutuhkan pemugaran besar dan hawa hangat yang menyebar di seluruh tubuhnya ketika dia membayangkan dirinya sedang membangun rumah di sana dengan isterinya, dan betapa isterinya itu menyukai prosesnya. “Senator>” Lamunannya pecah, dan dia berpaling kepada Chris. “Kita harus bicara tentang pertemuan anda dengan gubernur pekan depan. Dia akan menanyakan pada anda mengenai pendanaan sekolah, maka menurut pendapatku, kita musti...,” “Nanti saja, Chris. Biar orang tua ini istirahat sebentar,” Chow berkata dengan nada canda sambil menyandarkan dirinya lagi dan memejamkan matanya. Derap air hukan di atas atap kendaraan membuat perasaannya jengah sehingga dia kembali mengembangkan fantasinya tentang masa pensiunnya. Dia tidak memperhatikan saat kendaraannya menerjang semacam miniatur danau yang terjadi dari genangan air hujan, dan suburban itu berbelok tajam ke kanan memasuki Independence Avenue.   ***   Sejak ketika dia menerima telepon kedua, seorang laki-laki dalam truk berwarna hitam itu cepat-cepat bekerja secara efisien. Tangannya dengan mantap melepaskan selubung kulit sintesis yang membungkus barang yang terletak di sampingnya. Sembari mengangka senjata persegi panjang yang aneh itu dia memutar sebuah pasak yang menggerakkan perangkat optik ke tempatnya, kemudian menurunkan mekanisme kokangnya pada posisi yang pas. Senjata yang dipegangnya dikenal sebagai pelontar M202 A1 66 mm dan oleh kalangan militer Amerika Serikat disebut sebagai pelontas Flash, yang secara khusus dibuat untuk tentara Amerika Serikat. Senjata khusus ini hilang begitu saja dalam suatu acara latihan menembak dalam suasana nyata di Fort Bragg, musim semi silam, berikut tiga buah roket M74 yang merupakan kelengkapannya. Pelontar semi otomatis itu bisa menembakkan empat buah roket dalam empat detik, tapi waktu itu yang dikeluarkan hanya tiga buah roket saja. Pemeriksaan militer pasti akan jauh lebih intensif jika amunisi yang tidak terkait dengan senjata yang hilang juga ikut raib. Saat senjata pelontar itu sudah berisi dengan amunisi, waktunya tinggal dua puluh detik. Laki-laki itu memakain waktunya untuk bergeser dengan senjata yang besar itu ke tempat duduk penumpang di belakang. Setelah memasang picu pada posisi siap tembak, dia memeriksa keadaan melalui cermin dan pandangannya ke sekelilingnya. Melewati tirai hujan yang jatuh di kaca belakang dia melihat suburban yang pertama dari keduanya mendekat. Laki-laki itu menarik napas kuat-kuat dan menghembuskannya perlahan-lahan. Sembari menyelempangkan tali senjata itu pada lekuk bahu kanannya, dia membuka pintu samping dan menunggu untuk melihat apakah nasib akan memperpanjang hidup Senator Samuel Chow.  Untung saja lampu lalu lintas yang pertama berwarna hijau. Laki-laki itu mengumpat saat iring-iringan itu perlahan-lahan bergerak melintasi perempatan jalan. Tapi dia lega karena seorang pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan mendadak menikung tajam di depan suburban pertama. Pengendara suburban itu menekan rem keras-keras untuk menghindari senggolan dengan pangkuannya itu mendengar decit suara ban saat mobil lain mengikuti kendaraan yang ada di depannya berhenti juga.  Dengan ketenangan yang menunjukkan hujatan, dia berterima kasih kepada Tuhan dengan bisikan yang masam dan keluar dari mobilnya ke trotoar di sampingnya.  *** "Senjata! Maju, maju, maju!!!" Kepala orang-orang tersentak saat kata-kata itu diteriakkan melalui radio. Para agen dalam kendaraan pertama berputar di tempat duduk mereka, mencari di mana titik ancaman berada. Senator Chow pun bangun tersentak dari tidur ayam dan berpaling melihat penasihatnya dengan wajah teramat bingung. Membaca kepanikan pada air muka Chris, dia lekas berbalik melihat keluar dari jendela belakang. Dunia di sekelilingnya tertutup oleh tirai air hujan. Tapi dia segera merasakan gelombang pertama ketakutan yang melumpuhkan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD