Regan masih terbaring di kasurnya pagi ini, dia baru mengerjakan setumpuk tugasnya yang deadline mepet semua. Tugasnya baru selesai ia kerjakan pada pukul set4 pagi dan sekarang sudah pukul 8 pagi dia tetap saja belum bangun, sangat lelah. Dosennya baru memberi tugas banyak dan memberikan deadline yang sangat cepat. Untung saja hari ini dia tidak mempunyai kelas pagi.
TRINGGGGG
Suara bunyi nada dering telepon terdengar, ponsel itu tetap berdering sampai panggilan itupun mati sendiri. Lalu tidak lama panggilan itupun terdengar lagi.
“brisik banget bangke, hpnya siapa sih.”
Tentu saja mulut kotor yang mengumpat bahkan dalam keadaan belum sepenuhnya sadar itu sudah pasti bukan milik Regan.
“CUK MATIIN KEK.”
Dan makian singkat ini juga sudah pasti bukan milik regan, karena dia masih asik terlelap menikmati mimpi indahnya.
Akhirnya hp tersebut mati sendiri, tapi lagi dan lagi. Hp itu berbunyi, sangat menggangu indra pendengaran mereka yang baru tidur beberapa jam. Akhirnya Regan dengan malas meraba sekitarnya untuk menemukan hpnya, karena dia sadar yang bunyi itu adalah nada dering milik regan karena suaranya yang memang ia setting dengan volume full. Lalu ia dengan malas mengangkat hpnya, ada telepon dari teman sekelasnya Andi.
“GAN LO DIMANA ANJIRR??” Andi berteriak dengan panik, sementara Regan masih mengumpulkan nyawanya dia menjawab dengan nada malas.
“kenapa sih?”
“HARI INI KELAS DADAKAN! CEK GRUP NYETTT!” teriak Andi sangat keras. Regan yang sedang dalam proses mengumpulkan nyawanya seketika langsung bangun. Dia segera mengecek grup whatsappnya, benar saja ternyata dia ada kelas dadakan. Dan dosennya baru mengabari jam setengah 8. Sementara kelas diadakan jam setengah 9 pagi, dan lebih buruknya ini sudah jam 8 lebih 5 menit. Regan langsung segar seketika, dosen yang kali ini akan mengajar sangat killer + penting bagi semua mahasiswa yang ingin lulus tepat waktu. Karena beliau sangat pelit dan tidak toleran kepada mahasiswa yang terlambat.
Regan langsung membangunkan dua gelandangan yang tertidur berpelukan di bawah ranjangnya, Bagas dan Alfan. Mereka berdua menginap di rumah Regan untuk mengerjakan tugas bersama dengan tujuan agar selesai lebih cepat, yang pada kenyataanya mereka malah lebih telat.
“GAS, PAN BANGUN HEH!” regan berteriak sambil menggoyangkan badan mereka berdua dan berusaha memisahkan pelukan mereka berdua. Jujur dia ingin memfoto keadaan ini untuk koleksi aib di galeri fotonya, tetapi waktu tidak memungkinkna. Yang tepenting sekarang adalah bagaimana cara membangunkan dua kebo yang tidur berpelukan erat di kamarnya ini? Akhirnya karena kepepet, Regan mengambil botol air yang ada di sampingnya lalu mengguyur wajah mereka berdua dengan cepat. Tentu saja mereka berdua gelagapan, panik karena dikira banjir.
“BANJIR HEH BAN-“
“BAN-“
“INI GA BANJIR NYET, BURUAN BANGUNN!” ucap regan tidak sabaran memotong perkataan mereka berdua.
“apasih gan! Gue baru tidur ini.” Ucap alfan sambil mengusap wajahnya yang basah sehabis disiram Regan.
Sementara Bagas malah menarik bantal lagi dan bergerak untuk tidur kembali lagi. Regan sangat kesal melihat bagas, lalu menendang p****t bahenol milik bagas.
“APASIH GAN!” sang empunya pantatpun emosi.
“LO BERDUA CEK GRUP DAH, ADA KELAS DADAKAN!”
“HAHHHH??” alfan dan bagas tercengang, lalu dengan cepat mengambil hp mereka dan mengecek grup w******p. Rahang mereka seperti akan terjatuh dan benar saja, sesuai kebiasaan mulut surga mereka
“ASUUUU”
“ANJENGGGG”
Umpatan dua bahasa terdengar dari mulut mereka, lalu mereka bertiga berlarian dengan panik. Mengambil jaket tadi malam, dan buru-buru menyikat gigi dan cuci muka. Untung saja Regan selalu menyediakan sikat gigi cadangan yang baru di kamar mandinya, sehingga teman-temannya nanti tidak akan mencium bau sampah yang keluar dari mulut bagas dan alfan. Mereka tidak mandi, ya. Tidak mandi. Baju yang mereka pakaipun hasil dari nyolong lemari Regan yang penuh kaos hitam, yang Bagas dan Alpan pikir Regan tidak akan ngeh karena isi lemarinya hitam semua. Mereka lalu mengambil kemeja yang mereka pakai tadi malam sebagai luaran, dan segera berangkat.
“GAN? NEBENG DONGG?”
“GAN?”
Bagas dan Alfan mencari Regan, lalu melihat mobil yang sudah tidak ada di garasi depan mereka langsung mengumpat. Regan sudah berangkat ke kampus, dan meninggalkan temannya. Regan tidak ingin terlambat bunggg, masalah teman bisa ia pikir nanti tapi kalo masalah nilai tidak bisa. Lagian nanti mereka disogok traktiran gacoan sepuasnya aja udah diem tuh.
Regan membawa mobilnya kali ini, karena yang ada di garasi depan hanya ada mobil. Motornya masih dibengkel kemarin dan belum sempat ia ambil. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang agak tinggi. Ya namanya juga niat jadi pembalap kali ini tapi apa daya dirinya masih cupu. Ia masih sayang nyawa, dan sayang duid.
Regan sudah hampir sampai, jam sudah menunjukkan pukul 8.23. Dia masih punya sisa 7 menit lagi untuk memarkirkan mobilnya, dan berlari menuju kelas. Dengan cepat Regan memarkirkan mobilnya di sudut kosong pojok, biarlah ntar dia susah keluar yang penting dia ga telat masuk mata kuliah hari ini. Saat ia akan turun dari mobil, alfan dan bagas yang berboncengan menggunakan motor melewatinya dengan menjulurkan lidah. Tentu saja membawa motor akan lebih cepat sampai terlebih lagi, parkiran motor lebih dekat dengan kelasnya. Melihat dua sahabatnya itu, Regan sebal. Ia buru-buru keluar dari mobil. Ia harus berlari sprint menuju kelas.
“SATT TUNGGUIN GUE!” Regan berteriak sambil berlarian, dia tidak peduli denga orang-orang yang memerhatikannya kali ini.
“OGAH!” jawab Alfan dan Bagas sangat kompak. Jelas, siapa suruh meninggalkan mereka. Jujur saja sedari tadi mereka berdua di motor dalam perjalanan ke kampus, mereka merutuk nama Regan dalam hati. “Dasar tidak setia kawan, Regan bangsat.” Ya seperti itulah kira-kira.
Mendengar jawaban jelas kedua temannya, Regan semakin menambah kecepatannya. Sambil berlarian, dia melirik ke arah arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul 8.28, dia punya 2 menit lagi sebelum diusir dari kelas oleh dosennya. Dalam perjalanan mereka bertiga berlarian, ternyata bukan mereka saja yang telat. Mahasiswa lainpun banyak yang telat. Jadi kini koridor terlihat seperti lomba sprint. Para mahasiswa lain pun sontak minggir dan memepetkan badannya ketembok untuk menghindari para mahasiswa teknik informatika yang sedang berlarian itu. Yang perlu digaris bawahi adalah, mereka yang berlarian itu adalah mahasiswa teknik dengan rata-rata tinggi diatas 173cm dan berbadan besar. Jadi para mahasiswa lain agak ngeri ngeliatnya.
Untung saja para peserta lari sprint tersebut itu masuk ke kelas tepat waktu, pukul 8.30. bertepatan dengan 1 menit kemudian dosen mereka masuk. Para mahasiswa yang tadi berlarian itu sibuk mengatur nafas yang sudah tersenggal-senggal. Keadaan mereka sudah berantakan, ada yang ketara banget baru bangun tidur karena masih ngecap itu garis-garis karpet, ada yang memakai sepatu beda warna, ada yang memakai baju terbalik, dan ada yang rambutnya masih ngembang belum tersisir yang mereka sembunyikan di topi yang mereka pakai.
“Selamat pagi, sepertinya kalian siap sekali ya pada jam mata kuliah saya.” Ucap dosen yang masuk, karena tadi sebenarnya dia sudah ingin masuk tetapi mendengar suara gerudukan kaki para mahasiswanya jadi ia niatkan untuk terlambat. Para mahasiswa jam ini mendengarkan penjelasannya dengan lesu.
*****
Nanda sudah tiba di sekolahnya, tadi ia mandi cukup cepat karena tidak ingin terlambat. Ia berjalan dengan santai setelah sudah berhasil masuk gerbang sekolahnya, kakinya terasa sangat pegal sesudah jogging tadi. Ia menaiki anak tangga dengan setengah ogah-ogahan, kakinya sangat berat kali ini. Setelah dengan semua perjuangan yang ada akhirnya ia berhasil masuk ke kelasnya, di kelas sudah banyak siswa yang telah masuk. Wajar saja, murid-murid di kelasnya tergolong dalam daftar siswa teladan semua. Ya ga teladan teladan banget sih, tapi setidaknya mereka jarang datang telat. Mungkin karena hukumannya adalah membersihkan seluruh lapangan sekolah, secara lapangan yang ada di sekolah Nanda itu ada 3. Dan ukurannya besar-besar semua. Lapangan basket, lapangan sepak bola, dan lapangan voli. Oh jangan lupa, halaman lompat tinggi dan tempat lompat jauh juga harus dibersihkan.
Lapangan sekolah Nanda itu outdoor semua, entah itu harus disyukuri oleh para murid atau harus disalahkan. Karena pada saat musim hujan tiba, dan pada jam pelajaran mereka tepat hujan mereka akan tetap di kelas saja tentunya, tidak akan ada pelajaran olahraga yang ada. Tetapi saat masuk musim panas, jangan tanya seberapa panas itu. Walaupun ditutupi oleh pohon-pohon yang berada disekitar lapangan, tentu saja itu tetap panas. Yang membuat para murid malas datang telat ya itu, mereka harus membersihkan lapangan yang luasnya segede gaban serta daun kering yang jatuhnya seperti rontokan rambut para perempuan yang sedang strees.
Saat ia baru duduk di bangkunya, Jevan baru datang. Jevan datang ketara sekali habis berlarian karena rambutnya basah dan nafasnya yang ngos-ngosan. Dia lalu berjalan letoyy khas orang capek lari. Lalu duduk di tempat duduknya yang berada di belakang Nanda.
“Nih.” Nanda memberikan sebotol air minumnya yang ia bawa dari rumah kepada Jevan, yang tentunya diterima dengan senang hati. Setengah botol telah habis diminum oleh jevan, Nanda sama sekali tidak protes melihatnya.
“thanks Nan, Hahhhhh” ucapnya berterima kasih kepada Nanda sambil menghela napas panjang. Lalu nandapun bertanya kepada Jevan
“lo abis bantuin nyokap lo masak atau disuruh nyokap lo belanja lagi tadi pagi? Tumben banget telat.”
“wahh lo tau? Nyokap gue buseeet. Saking sukanya ama tu oppa oppa, anaknya sampe dilupain. Gue tadi abis nganterin lo itu langsung pulang, nah gue ngantuk banget nih. Niatnya mau tiduran bentar, gue udah bilang sama nyokap gue ‘bun, aku mau tidur bentar ya. Nanti bunda jangan lupa bangunin, aku hari ini masih sekolah ga libur.’ Gue udah bilang gitu, tapi lo tauu???? Aishh kesel banget gue.”
“nyokap lo telat bangunin?”
“BANGET.”
“gara-gara keasikan nonton drakor?”
“TUH LO TAU!” jawaban jevan membuat Nanda dan Vina yang sedang mendengar daritadi tertawa terbahak-bahak. Tidak menduga jika perempuan yang melahirkan laki-laki yang duduk dibelakang mereka, sangat suka dengan drama korea sampai sampai lupa dengan anak tunggal kesayangannya.
“ko bisa nyokap lo telat bangunin? Kan lo anak tunggal kaya raya yang disayang bunda jev?” tanya vina sambil meledek.
“halah apaan anak tunggal kesayangan, kalo udah ada oppa oppa korea muncul tuh di tipi guee pasti deh tu nyokap gue ga bakal meduliin apa yang ada di sekitarnya.” Ucap jevan sambil meniup poni rambutnya yang basah yang jatuh di dahinya.
“kenapa ga lo matiin tvnya aja jev?”
“yeuu gue pernah pas itu matiin tu tv buat nonton bola, alhasil apa? Nyokap gue ngomel-ngomel 3 hari 2 malam gara gara tu oppa telat setor muka di tv, udahlah gue kapok banget dari itu. Gamau lagi kuping gue panas. Dan lo tau ga yang lebih absurd? Kan tu tv di rumah gue tuh ukurannya udah gede, nah bunda malah beli tv yang lebih gueede lagi. Pas gue tanyain ‘bun, tvnya kan baru beli beberapa bulan kemarin. Masih bagus juga, kenapa beli lagi? Gede banget lagi gini, ga sekalian pasang ruang bioskop aja apa di rumah.’ Dan jawaban nyokap gue? Wahhh. Nyokap gue cuman nanggepin “bunda mau lebih jelas ngeliatin suami bunda yang brondong bening itu, biar puas kak.’ Gue langsung tercengang di situ. Udah angkat tangan kalo udah liat nyokap gue ama korea-koreaan.”
Cerita jevan membuat mereka berdua ngakak terpingkal-pingkal. Bahkan siswa lain diam diam menahan tawa mereka karena mendengarkan cerita jevan.
“orang kaya emang sering aneh.” Nanda menyeletuk ke jevan, dan langsung dibantah oleh jevan.
“hehh, nyokap gue masih mending ya beli tv segede gaban. Noh tuh, temen sebangku lo. Tanyain, seberapa absurd kelakuan nyokap dia.”
Vina yang dimaksud hanya tersenyum cengengsan sambil menggaruk rmabutnya yang tidak gatal, lalu mulai bercerita.
“ya bener sihh, nyokap jevan masih mending. Nyokap gue? Aduhh. Lo tau nyokap gue tuh sering gonta ganti hobi, dan itutuh yang bikin gue ngelus d**a sampe nih d**a gue rata bang-“
“btw d**a lo emang dari sananya rata Vin.” Nanda menyela dengan asal tapi jujur.
“heh gaboleh d**a shamingg lo Nan, dulu masih ada isinya tau.” Vina membela diri.
“lanjut Vin.” Ucap jevan menghentikan pembicaraan dua perempuan yang berada di depannya itu sebelum mengarah kemana-mana.
“nahh psa itu nyokap gue nonton anime tuh, Naruto. Nah dia marathon tu ratusan episode naruto sampe gue gumoh sendiri di rumah dengerin sound jejepangan, apalagi nyokap gue kalo nonton make speaker rumah anjir. Dahlah, pusing banget tu gue di rumah. Belum sampe itu, dia beli apa itu pokonya yang Naruto bentuk fisik bisa berdiri noh, terus mamah gue tu shipper Naruto sama Sakura gitu. Dia sampe nangis-nangis karena Sakura endingnya ga sama Naruto tapi malah Sasuke, tiap dia nonton kalo ada adegan sakuranya dia skip mulu. Terus ya beberapa minggu kemudian tuh, rumah gue adem ayem. Tumben banget nih, nyokap gue ga nyetel jejepangan lewat speaker. Akhirnya gue masuk ke kamarnya, lah astaghhfirullah jantung gue kaya mau jatuh Nan.”
“emang kenapa Vin?”
“KAMAR NYOKAP BOKAP GUE UDAH BERUBAH JADI TEMPAT COSPLAY WIBU.”
Para murid berkumpul satu persatu, tertarik mendengar cerita vina yang heboh. Dan kini mereka sudah berdiri melingkar di meja nanda, vina, dan jevan. Mereka sangat excited mendengarkan para orang kaya bercerita.
“dan lo tau apa yang buat jantung gue kaya mau turun ke perut? Tuh bokap gue kan baru pulang tuh dari kerjaan. Kirain gue kan bakal disayang tuh sama nyokap gue secara bokap gue kerja terus jarang pulang, nah pas masuk kamarnya tuh huffft. Gue ga bisa berkata-kata.”
“jelasin dong vin.” Jevan yang sudah tahu ceritanya, ngakak lebih dulu. Perutnya sangat terasa geli.
“ pas masuk kamar bokap nyokap tuuh, lo tau? Sasuke tuh gimana? Kan kalo di anime tuh dia cakep, tapi bayangin aja deh kalo di real life. Rambutnya jamet banget gitu jelek banget anjir. Nah karena secara nyokap gue shipper berat naruto-sakura, nyokap gue sebel banget tu ama karakter sasuke. Nah bokap gue baru pulang, yang harusnya disayang dia dandanin jadi cosplay Sasuke.”
Semua anak yang mendengarkan penjelasan Vina tertawa terpingkal-pingkal. Mereka sangat geli membayangkan seorang bapak-bapak mengenakan pakaian sasuke dan memakai wig rambut jamet sasuke.
“belum sampe itu, nyokap gue karena sebel banget tuh. Dia ambil panahan yang nempel itu, yang ujungnya bakal nempel.”
“ahh oh tauu.”
“tau kan? Nah itu. Setelah gue masuk gue ngeliatin aja tuh nyokap gue mau ngapain, eh dia ambil papan yang buat sasaran panahan itu. Tapi bedanya ini mah, yang harusnya putih item melingkar, tuh target panahan berubah jadi muka sasuke. DAN ABIS ITU DI TEMPEL DI MUKA BAPAK GUEE.”
Vina menceritakannya dengan dramatis yang menambah kegelian semua murid yang ada di kelasnya, karena mereka semua menyimak cerita vina.
“gue kan tanya tuh langsung ‘mah ngapainn ditempelin ke muka papa, kasian ih mah papa baru pulang tau.’ Terus nyokap gue malah jawab ‘udah kamu diem aja, mamah masih sebel sama sasuke sekaligue sebel sama ayah kamu yang kaya bang topip.’ Dia bilang gitu.
“BANG TOYIB ANJIR.” Saut Nanda membenarkan perkataan Vina, yang dibenarkan merasa tidak terima karena dia menceritakan fakta.
“kan gue ngerasa aneh tuh sama nama bang topip, gue loading dulu dong. ‘MAH ITUMAH BANG TOYIB BUKAN BANG TOPIP!’ nah gue bilang gitu sambil teriak karena udah sebel tuh, lah gue gatau kalo mamah gue udah megang tuh panahan. Mamah gue tuh kagetan banget orangnya, pas gue teriak gitu mamah ga sengaja nembakin tuh panahan.”
“terus?” saut salah seorang siswa.
“tuh panahan ga nempel di muka sasuke.”
“lah dimana?”
“di burung sasuke, yang secara fisik burung bapak gue.”
Semua murid sangat tergelak, mereka tertawa terbahak bahak membayangkannya.
“mamah gue shock tuh panah nempel di tempat yang tidak seharuasnya, lah pas bokap gue mau nyabut mamah gue teriak ‘GAUSAH DICABUT!’ bokap gue yang tipe-tipe bapak bapak takut istri langsung kicep tuh, terus gue tanya ‘ko gausah dicabut?’ terus mamah gue jawab “biarin, kan papah kamu masih cosplay jadi sasuke. Mamah bayangin aja itu burung sasuke, biar sakura nyesel tuh malah sama sasuke.’ Gue udah gabisa berkata kata tuh, terus-“
“Loh-lohh ko pada kumpul-kumpul, ada ini? Rapatt?? Ibu ikut dongg.” Cerita vina terpotong karena wali kelasnya yang masuk ke kelas mereka.
“ALAAAH.” Mereka semua kompak mengatakan itu, lalu bubar dan menuju bangku masing-masing. Wali kelas mereka langsung terkekeh melihat semua anak didiknya.
“orang kaya emang kebanyakan gila.” Nanda menyimpulkan itu setelah mendengar cerita jevan dan Vina.