Bikin Overthinking

1500 Words
Gara-gara ucapan Marcel, sejujurnya Erick jadi tidak bisa fokus. Alaia memang tidak pernah membicaran urusan mantan kecuali tentang mantan suaminya dulu. "Ah enggak, Aya pasti biasa aja ketemu mantannya" ujar Erick berusaha menenangkan dirinya sendiri.  Ia duduk di ruang prakteknya dengan tangan yang terlipat di depan dadanya.. Sejauh ini, dari yang ia ingat, Alaia pasti mengeluarkan ekspresi wajah tidak suka jika membicarakan tentang mantannya. Alaia tidak jarang mengumpat jika mengingat kelakuan buruk mantannya di masa lalu. "Dok, saya panggil pasien pertama ya?" tanya suster sambil memegang rekam medis pasien. Erick terbangun, dari lamunannya, dan menoleh ke arah suster tersebut. "Iya, panggil sekarang" ujar Erick. **** Alaia merapihkan sekaligus membersihkan isi kulkasnya setelah ia berbelanja cukup banyak kebutuhan dapurnya. "Mbak, ini yang saya taro di sini, di buang ya semuanya, yang makanan atau bumbu kemasan gitu di buka dulu, buang semua dulu isinya" ujar Alaia sambil sibuk mengeluarkan bumbu atau bahan makanan lainnya yang sudah kadaluarsa. Saat sedang sibuk menata kembali kulkasnya, ternyata Erick ssudah sampai di rumah, dan langsung masuk ke dalam rumah. Erick berdiri sebentar di pinggir tangga sebelum menaikinya. Ia melihat Alaia dari kejauhan yang sibuk dengan kulkas mereka. Masa sih Aya ketemu lagi sama mantannya?  Pikiran itu masih menghantui pikiran Erick sedari tadi. Erick lagi=lagi menggelengkan kepalanya. Emang dasar si Marcel kampret!!! batinnya lalu segera naik ke atas. "Mbak, tolong liatin dong Erick udah pulang apa belom?" tanya Alaia. Pembantunya itu languns berdiri dan mencari keberadaan majikan laki-lakinya itu. Ia membuka pintu yang menuju garasi mobil dan melihat sudah ada mobil Erick yang terparkir dengan manis. "Udah dateng Nyah, itu mobilnya udah ada" ujar pembantunya. Kening Alaia seketika berkerut. Tidak biasanya Erick datang dan tidak menyapa atau menghampirinya dulu. Suaminya itu pasti menghampirinya. Apalagi jarak dari dapur dan pintu garasi tidak jauh. Alaia sempat berpikir untuk langsung menghampiri Erick, namun ia mengurungkan niatnya karena pekerjaannya di dapur belum selesai. Selesai dengan pekerjaannya di dapur, Alaia langusng naik ke atas. Sesampainya di kamar, ternyata Erick sudah mandi dan berselonjor manis di lantai kamar yang beralaskan karpet sambil menonton serial Netflix kesayangannya. Ia hanya menoleh dengan wajah datar ketika Alaia masuk ke kamar. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Erick. Ia lanjut menonton dan tidak menghiraukan istrinya itu.  Kenapa lagi nih anak batin Alaia melihat suaminya itu. Ada masalah di rumah sakit? Masalah pekerjaan? Masalah dengan pasiennya? Alaia menerka-nerka apa yang terjadi dengan Erick. Tidak biasanya Erick diam-diam seperti ini sepulang bekerja. Daripada gue hue penasaran mendingan di tanya aja Dengan penuh keberanian, Alaia menghampiri suaminya itu. "Kamu kok tumben gak nyamperin aku?" tanya Alaia. Erick menoleh padanya, namun masih dalam diam. Alaia menaikkan kedua alisnya bertanya pada Erick. Erick menoleh lagi ke layar televisinya. Alaia menghela napas melihat Erick yang tidak bereaksi. "Hoy! Kenapa sih diem-diem begini?!" Alaia yang sudah kehabisan kesabaran memukul lengan Erick. Bar-bar juga nih anak batin Erick ketika melihat istrinya itu. Alaia tidak bisa menutupi raut kemarahannya. "Santai aja dong" ujar Erick sambil mengelus lengannya yang barusan di pukul Alaia. "Ya abis kamunya diem-dieman begitu. Gak ada angin, gak ada ujan. Malah diem begini. Kamu kenapa sih?" Alaia kesal dengan tingkah suaminya ini. "Pulang ke rumah, samperin dulu kek, sapa dulu kek bentar. Ini malah nyelonong masuk kamar begini" ujar Alaia kesal. Erick masih terdiam, dan pikirannya masih tertuju pada ucapan Marcel. "Kamu kemaren ketemuan sama temen-temen kuliahmu, ketemu sama mantanmu?" tanya Erick tiba-tiba. Alaia yang mendengar pertanyaan itu kontan melotot. Waduh! Jangan bilang dia tau gue ketemu sama Rama! Alaia sudah panik duluan, namun ia berusaha untuk tidak menampilkan ekspresi paniknya itu. "Gak. Emang siapa yang bilang?" tanya Alaia dan bertanya balik dengan nada menantang. Erick terkejut dengan jawaban istrinya itu. "Hayo, kamu tau dari siapa aku ketemuan sama mantanku? Minimal siapa yang ngomporin kamu? Siapa?" tanya Alaia dengan dagu terangkat. Erick hanya menggelengkan kepalanya. "Jawab dong! Siapa orangnya!" ujar Alaia yang tidak puas. "Gak ada" jawab Erick yang sedikit melunak. "Jadi kamu diem daritadi takut aku ketemu sama mantan pas kemaren aku brunch sama temen-temen?" tanya Alaia pada Erick yang mengalihkan wajahnya. "Hayo ngaku" Alaia terus menginterogasi Erick untuk mengaku padanya. "Ngapain aku diem-diem begini gara-gara kamu ketemu sama mantan kamu? Cemburu gitu?" Erick berusaha terdengar meremehkan pertanyaan Alaia. "Iyalah. Kalo gak cemburu ngapain diem-dieman?" tanya Alaia lagi. "Udah ah sana, ambilin makanan dong. Laper aku" ujar Erick. "Huh! Dasar!" ujar Alaia yang beranjak dari duduknya dan mengambil makanan untuk Erick. "Gawat!!" ujar Erick tepat setelah Alaia menutup pintu kamar mereka. "Gue mau ngode ke dia, kenapa jadinya dia malahtau gue cemburu?" Erick tidak habis pikir jika Alaia benar-benar tahu tentang perasaannya yang sebenarnya. Bisa-bisa ia ditertawakan Alaia, karena bisa-bisa ia jatuh hati padahal pernikahan mereka hanyalah fiktif belaka. Namun ia sejujurnya, ia memang tidak mampu menahan rasa cemburu dan jengkel yang menghantui dirinya kala Marcel mengucapkan hal itu.   **** Alaia tidak bisa berhenti memikirkan Erick yang ternyata cemburu jika ia benar-benar bertemu dengan mantan kekasihnya ketika brunch dengan teman-temannya yang lain. Apa jangan-jangan Erick bener-bener jatuh cinta sama gue? batin Alaia sambil menyetir. "Kok bisa-bisanya dia cemburu ya?" Alaia terus menerus bertanya tentang hal itu sedari kemarin. "Dia bisa sampe kepikiran gitu dari mana ya? Perasaan gue sama dia gak ada temen kuliah yang sama deh" ujar Alaia. Ia pun berpikir-pikir bagaimana akhirnya Erick bisa berpikir seperit itu, jika ia dan Erick tidak memiliki mutual friend semasa di bangku kuliah. "AAAHH!! GUE TAU SIAPA!!!"  Tanpa berpikir panjang Alaia langsung menghampiri Marcel yang saat itu masih berada di rumahnya.  "Tumben banget lu ke sini" ujar Marcel yang masih mengenakan seragam kebesarannya, kaos oblong dan celana rumah selutut. Alaia langusng masuk dan duduk di sofa di ruang tamu rumahnya. "Duduk lu Cel" ujar Alaia dingin. "Dih mustinya juga gue yang ngomong gitu" ujar Marcel yang kemduian duduk di sofa. "Lu ngomong apaan ke Erick?" tanya Alaia langsung tanpa basa basi terlebih dahulu. "Ngomong apa?" tanya Marcel tidak mengerti. "Iya, ngomong apaan lu ke dia sampe bisa-bisanya dia cemburu sama gue?" tanya Alaia memberikan sedikit clue pada temannya itu. Marcel mencoba-coba mengingat apa yang ia katakan pada Erick beberapa hari lalu.  "Ohhh. Dia kan kemaren katanya mau makan sama lu, eh gataunya lu lagi brunch sama temen llu yang lain. Gue godain aja ini 'temen kuliah? Kalo ketemu mantan gimana?' gitu" ujar Marcel enteng pada Alaia. Tanpa berpikir panjang, Alaia langsung memukul Marcel persis di lengannya. "Lu tau gak gara-gara lu begitu, dia jadi cemburu terus gue di diemin sama dia" ujar Alaia kesal. "Aduh aduh Ya! Ampun ampun!!!" Marcel kesakitan karena dipukuli terus oleh Alaia. "Bener-bener lu ya!!!" Alaia semakin menjadi memukuli Marcel dengan bantel kecil bahkan kali ini hingga mencubit temannya itu. "Gara-gara lu dia pulang dari rumah sakit diem aja. Nyapa kagak apa kagak, langsung nyelonong masuk ke kamar. Itu juga kudu gue galakin baru dia mau ngaku" ujar Alaia. "Udha tau temen lu gampang overthinking begitu. Malah di komorin" ujar Alaia. "Lah, sekarang gini deh. Kalian kalo emang bener-bener nikahnya cuman dua tahun abis itu cerai, gak ada landasan cinta apapun, kenapa bisa-bisa dia cemburu?"  Check mate! Marcel sukses membuatnya skakmat. "Pasti dia udah ada rasa sama lu Ya. Gak mungkin enggak. Orang dia sampe cemburu gitu kok" ujar Marcel mencoba menggoda Alaia. Alaia tidak mampu menjawba pertanyaan Marcel. "Lu juga sampe marah begini, kenapa sih? Heran gue" ujar Marcel yang tidak habis pikir dengan Alaia. "Kalo lu emang bodo amat sama dia, gak ada perasaan apapun sama dia. Ngapain lu kayak begini? Segala kagak teima suami lu cemburu" ujar Marcel. "Ya dia 'kan suami gue, ya masa gue gak boleh gak terima kalo gue di diemin sama dia begitu?" sahut Alaia. "Tapi kalian beda Ya. Dari awal kalian nikah udah sepakat nikahnya gak pake cinta. Terus ini tiba-tiba begini. Apa bukan udha cinta namanya?" Marcel masih berani menggoda padahal Alaia sedari tadi terus-terusan memukulinya. "Ada-ada aja sih lu bedua. Segala nikah cuman dua tahun abis itu cerai. Heh, gue kasih tau ya. Kalian, tinggal serumah, tiap hair ketemu, tiap hari komunikasi, apa bisa gitu gak ada cinta yang tumbuh?" tanya Marcel. "Ya bisa dong. Kenapa gak? Gue dulu satu rumah sama temen kost gue di Perancis yang cowok, biasa aja tuh" ujar Alaia tidak mau terima. "Tapi ini beda Aya! Lu sama Erick tidur sekamar, satu ranjang, komunikasi intens. Masa iya gak ada cinta yang bersemi? goda Marcel lagi.  "Hampir gak mungkin wahai Alaia Taraya" ujar Marcel. "Okay-okay, soal ucapan gue tadi, gue minta maaf kalo sampe itu bikin rumah tangga kalian terganggu. Gue gak sangka Erick bakal sampe ngediemin lu begini" ujar Marcel. "Tapi coba di pikir-pikir lagi, ucapan gue. Dia gak mungkin sampe ngediemin lu begini, kalo bukan karena emang dai udah sayang sama lu" ujar Marcel lagi. Masih terus berusaha. Jika saja Marcel tahu betapa kesalnya Alaia ketika Laras nekad menemuinya di kantornya, mungkin Marcel sudah tahu kedua temannya ini sebenarnya sudah saling jatuh cinta. "Udah ah! Masih aja lu usaha!" ujar Alaia kesal dan kemudian berdiri. "Gue balik dulu!" ujar Alaia sambil melangkah keluar. "Ya, jangan lupa ya. Cinta datang karena terbiasa" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD