BAB 3

1521 Words
"Lo enggak apa-apa kan Jeng," ucap Titin yang menyadari kehadiran Ajeng. "Gue enggak apa-apa kok,"  Ajeng lalu duduk dan menghidupkan power komputer. Lalu menyimpan tas  di lemari kabinet. "Kok bisa sih nabrak mobil orang dari belakang," ucap Titin, mulai kepo. "Namanya juga kecelakaan Tin, gue enggak sengaja,"  ucap Ajeng sekenanya  ia memandang layar ponsel. "Lo sih enggak hati-hati, habis berapa?" Ajeng mengedikkan bahu, "Enggak tau berapa, yang pasti sekitar  tujuh atau delapan jutaan gitu deh," "Mahal banget," "Secara mobilnya mahal gitu," Ajeng membuka satu persatu notifikasi masuk. Ia mengerutkan dahi, tidak sengaja memandang foto profil Aru bersama seorang wanita. Wanita itu begitu cantik dan giginya putih sempurna. Ia yakin wanita itu melakukan veneer gigi, untuk mempercantik penampilan. Jujur ia  mempunyai keinginan untuk perawatan veneer, seperti artis artis itu. Lihat saja sebentar lagi dirinya akan melakukan hal yang sama. Emang situ saja yang punya duit. "Mobil gue dibawa dia, selama mobilnya di bengkel," "Owh ya," "Iya," "Jadi lo kesini pakai apa?" Tanya Titin penasaran. "Gue minta antar dia lah. Secara dia pakai mobil gue," ucap Ajeng memandang layar komputer. "Lo percaya gitu aja sama dia, itu mobil  bukan barang murah loh,"  Ucap Titin mendekati kursinya ke arah Ajeng. "Tenang, gue bawa KTP nya kok," "Yah, cuma KTP doang. Itu mah kecil, bisa buat lagi di capil, pakek surat kehilangan dari polisi. Lah ini mobil Jeng, lo sadar enggak sih?," "Kan bisa lapor polisi," "Siapa tahu itu KTP palsu," "Asli kok," ucap Ajeng, "Mana gue mau liat," Ajeng menarik nafas panjang, ia membuka lemari kabinet dan memberikan KTP itu kepada Titin. Ah, Titin selalu membuatnya takut. Pikirannya selalu ke arah yang lebih buruk. Pikiran Titin memang benar sih, tidak usah terlalu percaya gitu saja sama orang yang baru di kenal. Tapi jika dilihat secara nyata, mobil yang ia tabrak saja lebih keren dan mahal. Enggak mungkinlah laki-laki itu tukang tipu. Tapi bisa aja sih, dia buronan polisi, karena tampangnya mirip pereman. Titin mengambil KTP  dari tangan Ajeng. Wanita itu mulai duduk dikursinya kembali. Ia mengerutkan dahi memandang nama yang tertera pada kartu. Ia membuka aplikasi  ** pada layar komputer. Masalahnya ia pernah melihat nama itu berseliweran **. Foto di KTP itu terlihat samar samar  mungkin sudah kelamaan di dalam dompet. Titin mulai mengetik nama Endaru Janggala. Akhirnya pencarian itu ia temui, wow ia tidak menyangka bahwa dirinya merupakan salah satu orang yang mengikuti laki-laki itu. Pantasan, namanya itu tidak asing, "Yakin nih orangnya," ucap Titin. "Ya iyalah," "Keren, gila," Titin berdecak kagum. Ajeng mengerutkan dahi, mendengar ucapan Titin, "keren?" "Dia punya body keren, terus rambutnya gondrong, brewok kece parah, itu kan?," Ajeng memicingkan mata menoleh ke arah Titin, "Lo tau dari mana?" Titin lalu tersenyum, "Gue salah satu pengikut laki-laki itu di **, lo mau liat?," ucap Titin menunjuk layar komputer. Ajeng mendekati Titin memandang foto laki-laki, berpakaian singlet hitam memperlihatkan otot-otot tubuh. Wah, kebangetan ini namanya, Aru sengaja melakukan itu, hanya untuk membuat wanita jatuh hati.  Lihatlah dia sudah seperti Chris Hemsworth versi Indonesia. "Iya itu dia," ucap Ajeng, membenarkan. Orang itulah yang ia tabrak beberapa jam yang lalu. "Pacarnya Pramugari Garuda Indonesia, namanya Tania," "Mana sih orangnya," Ajeng mulai penasaran ia ingin tahu siapa wanita itu. Apakah sama dengan di foto profil Aru. "Ini orangnya," Titin menunjuk wanita berseragam pramugari. Benar dugaanya bahwa dia adalah wanita yang ada di foto profil. Wah, ternyata Aru sama saja dengan Jo, mereka kompak memacari wanita yang berprofesi sebagai pramugari. "Tapi gue suka aja liat body tu cowok, keren parah," ucap Titin lagi. "Andai cowok gue kayak gini, beh gue peluk peluk deh tiap hari," Titin sambil terkekeh. "Dasar," Ajeng membuka system absen, ia hampir lupa bahwa ia akan tutup laporan. Ia sadar sudah terlalu banyak menggosipi laki-laki bernama Endaru. ********* Ajeng mengambil tas di dalam lemari kabinet. Ia sebenarnya belum siap untuk bertemuTatang. Jika melihat kebersamaan itu akan membuat hatinya semakin sakit. Tau sendiri gimana rasanya sakit hati melihat gebetan bersama pacar barunya. Ada perih perih gimana gitu, kalau enggak datang ya salah juga. Ajeng melirik Titin yang sudah siap untuk pulang. "Lo pulang sama gue aja," ucap Titin. "Enggak deh, soalnya gue mau ketemu Tatang di bawah. Tadi dia ngubungin gue katanya nginap di sini," "Tatang sahabat lo itu," "Gitu deh," "Jangan bilang kalau dia chek ini sama pacaranya di sini," Alis Ajeng terangkat, "Ya gitu deh," "Gila !," "Bentar lagi dia bakalan nikah kok, tenang aja," "Tapi kan sama aja enggak boleh lah yang kayak gituan," timpal Titin, pergaulan anak sekarang semakin berani. Menganggap itu adalah hal biasa. "Jangan sok suci deh," timpal Ajeng, padahal Titin sama aja. Titin menyengir kuda, ia mengibaskan rambut ke belakang, "Pulang yuk," Ajeng tersenyum melangkah keluar dari ruangan. Tidak lupa ia mengunci pintu. Ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 17.30 menit. Titin dan Ajeng berpisah di lift, karena Titin akan menuju basement dan Ajeng menuju lobby. Ajeng duduk menunggu Tatang di lobby. Ajeng menatap layar ponsel, sebuah pesan singkat masuk. Ternyata dari Aru, "Saya sudah ada di  parkiran depan," Endaru Janggala. 17.35 Ajeng lalu membalas pesan singkat itu dan mulai mengetik, "Oke," Ajeng lalu mengirim pesan singkat untuk Tatang, "Gue udah ada di lobby," Tidak butuh waktu lama, pesan masuk, "Sebentar lagi gue turun," Tatang. 17.38 Ajeng memejamkan mata sejenak, ia menarik nafas secara perlahan. Ia berusaha setenang mungkin berhadapan dengan Tatang dan kekasih barunya. ******** "Endaru Janggala Calling," Secara perlahan, Ajeng menggeser tombol merah pada layar. Ia akan menelfon laki-laki ini ketika urusannya sama Tatang selesai. "Tang, gue cabut dulu ya. Cowok gue udah nungguin di depan," ucap Ajeng mencari Alasan, sumpah hanya itulah yang ada dipikirannya. Alis Tatang terangkat, mendengar bahwa Ajeng sudah memiliki pacar baru lagi. Padahal ia ingin memperkenalkan Ajeng kepada salah satu temannya di kantor. "Siapa? Bule lagi cowok lo," ucap Tatang, masalahnya Ajeng selalu pacaran dengan bule. "Enggak kok, sekarang beda lah. Gue enggak suka lagi sama bule,," ucap Ajeng sambil terkekeh. "Owh ya," "Ya gitu deh," ucap Ajeng. "Ajeng ...!" Semua menoleh ke arah depan, memandang laki-laki bertubuh bidang sambil meletakkan ponsel di telinga kiri. Ajeng tidak percaya apa yang di lihatnya. Laki-laki itu berjalan mendekatinya. Tatang sulit percaya bahwa laki-laki pilihan Ajeng, bukan bule bule tampan itu. Melainkan laki-laki bertubuh bidang dengan rambut gondrong. Mengingatkannya kepada Liam, pacaranya Dian. "Itu cowok lo?" Ucap Tatang, Ajeng memilih menggigit bibir bawah, tidak menjawab pertanyaan Tatang. Ia melirik Endaru yang sudah berada di sampingnya. Kampret nih cowok, dia pikir ia tidak punya uang untuk ganti rugi, hingga menyusulnya ke sini. "Aku sudah setengah jam di depan. Tapi kamu malah di sini," ucap Endaru datar. "Kamu lihat sendiri kan, aku lagi ngobrol sama teman aku. Aku enggak lari kok," timpal Ajeng penuh penekanan. "Jadi kamu pacarnya Ajeng," ucap Tatang mencoba memastikan. "Perkenalkan saya Tatang, sahabatnya Ajeng," Tatang mengulurkan tangannya ke arah laki-laki itu. Endaru mengerutkan dahi, melirik Ajeng yang hanya diam memandanya dengan tatapan memohon. Endaru membalas uluran tangan Tatang, "Endaru, panggil saja Aru," Aru menarik nafas panjang memandang Ajeng, "Sepertinya, kami harus cabut dari sini," Aru tidak perlu berbasa-basi lagi. ******** Aru melirik Ajeng, wanita hanya diam mengikuti langkahnya. Setengah jam ia menunggu di luar ternyata Ajeng lagi asyik mengobrol dengan temannya. Ajeng mungkin tidak tahu, butuh pengorbanan yang panjang hanya untuk mencapai kesini. Aru tidak habis pikir Ajeng mengatakan dia adalah kekasih. Ia tidak tahu pasti  hubungan Ajeng dengan  laki-laki bernama Tatang, yang pasti Ajeng memiliki hubungan dekat dengan laki-laki itu. Toh, sama sekali tidak penting menurutnya. Ia tidak terlalu suka ikut campur urusan orang lain. Ajeng mengerutkan dahi, karena tidak mendapati mobil di parkiran. Yang ia lihat hanyalah sebuah motor berbody besar berwarna hitam. Wow, motor itu begitu sempurna menurutnya, jujur ia senang sekali melihat motor besar ini. Terlihat begitu keren jika duduk di body jok itu. Seperti di film film hollywood, "Mobil aku mana?" Ucap Ajeng, berusaha tenang. Ia tidak ingin Aru tahu bahwa dirinya suka di jemput pakai motor. "Di rumah aku," "Loh kok di rumah kamu," "Pakai mobil tambah macet, terlebih ini jam pulang kerja," Aru menyerahkan helm kepada Ajeng. Ajeng mengambil helm dari tangan Aru dan memasang di kepalanya. Sumpah ini bukan pertama kalinya ia memakai motor, tapi sering. Tau sendiri motor Titin itu matic, beda dong sama motor besar ini. Ajeng tidak peduli bahwa dirinya memakai rok span, toh ia mengenakan  celana pop. Beruntung sekali ia bisa  dibonceng pakai motor moge ini. "Kamu pakai pop kan," ucap Aru, karena rok span Ajeng tidak memungkinkan menaiki motor ini. Aru lalu menghidupkan mesin motor. "Iya," Aru menepuk body jok, menyuruh Ajeng duduk di belakangnya. Ajeng lalu duduk mengibaskan rambut kebelakang. "Kamu enggak takut kan naik motor," Aru mencoba memastikan. "Enggak, aku malah suka," ucap Ajeng, ia melingkarkan tangannya di sisi pinggang Aru, menandakan bahwa ia sudah siap. Aru lalu menoleh ke arah belakang, ia memandang wajah cantik Ajeng, "Aku ajak touring ke Semarang mau enggak?," Ajeng menatap iris mata tajam Itu dan tidak berpikir dua kali lagi, "Ya mau lah," Aru tersenyum penuh arti mendengar jawaban Ajeng. Entahlah ada perasaan bahagia Ajeng menerima ajakkanya. Ternyata wanita itu memiliki ketertarikan yang lebih terhadap motor. Jarang sekali ia menemui wanita seperti ini. Siapa yang tidak suka memiliki wanita yang memiliki hobi yang sama dengan dirinya. *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD