PART 115

1491 Words
Dokter pun datang tepat setelah kedua suami istri tersebut selesai menyantap sarapan paginya. Di dampingi Leo yang juga ikut berjalan terburu-buru di depan teman karibnya dan juga Christ. Samuel tidak melihat kedua orang tua Christ yang saat ini sedang berada di depan meja makan, Dia hanya bergerak mengikuti instruksi temannya sambil merapihkan tas di tangannya. "Lah. itu si Leo ngapain dad ? Kok jalannya kayak buru-buru gitu ? Mana gak nyapa kita lagi. Jangan-jangan ada apa-apa sama anak mantu kita ?." Ceplosnya langsung bangkit berdiri saat melihat dua orang pria tampan yang dia kenali melewati ruangan makan miliknya begitu saja. Saat melihat mereka berjalan terburu-buru tanpa menengok ke arah kanan dan kiri, Pikiran illona sudah terlihat curiga, Dia memicingkan matanya sambil mulai mengikuti arah kaki mereka. "Ke kamar Christ dad. Mereka masuk ke kamar Christ. Bener kan berarti tadi itu mereka ninggalin dapur karena ada apa-apa. Kamu sih suka gak percaya kalo aku ngomong. Bukannya di Liat keadaan anak sendiri kaya gimana malah suudzon." Gerutunya menyalahkan sangkaan suaminya yang berfikir anak dan menantunya meninggalkan dapur hanya untuk bersenang-senang. Parahnya mereka bahkan sampai menghabiskan hasil masakan Maira tanpa sedikitpun mengingat kondisi mereka. Rudolf hanya terlihat diam saat sang istri mulai mengomeli dirinya. Dia mengikuti langkah kakinya illona, Saat pintu kamar Christ terbuka, Benar saja menantunya tengah berbaring lemah sambil di peluk khawatir oleh putranya. "Loh ini ada apa ? Maira kenapa nak ? Dia sakit ? Kenapa gak manggil mom sih kalau misalnya kalian lagi kesusahan ? Kan mom jadinya malu, Masa tinggal satu rumah tapi gak tau anak sama mantu sendiri lagi ada masalah. Kenapa sayang ? Maira kenapa ? Apa yang sakitnya ?" Tanya illona langsung memberondong pertanyaan pada menantunya. Kakinya langsung bergerak ke arah kasur. illona naik di samping kanan kasur Maira dan ikut mengusap dahinya. "Pucat banget, Dia kenapa Sam ?" Tanya sang ibu lagi pada teman masa kecil putranya. Sang dokter masih diam saja. Kebiasaan buruk teman-teman Christ ini memang jika sedang bekerja mereka tidak ada yang mau menoleh ataupun di ganggu oleh orang di sekelilingnya. "Tidak apa-apa. Maira hanya dehidrasi dan butuh istirahat yang cukup ! Karena kemarin kalian baru saja kembali, Mungkin itu yang menyebabkan dia kelelahan dan juga pikiran yang terlalu kuat sehingga mendorong hormon dan daya tubuhnya menurun." "Untuk masalah yang lainnya saya pikir itu baik-baik saja. Selain tekanan darahnya yang menurun, Suhu dan nadinya masih tergolong baik. Dia juga tidak mempunyai keluhan lain dan semuanya normal." "Ini saya sudah tuliskan resepnya untuk vitamin Maira. Jika sudah istirahat yang cukup kondisinya pasti akan langsung baik-baik saja." Pungkas Samuel sambil menyodorkan kertas putih pada Christ. Christ hanya melihat sebentar kertasnya kemudian melemparkan kertas tersebut ke wajah temannya. "b*****t. Ya lu tebus sendiri lah ! kan lu dokternya. Malah nyuruh gue yang tebus. Lu niat jadi dokter apa enggak sih sebenarnya ?" Amuk Christ sambil memandang sengit teman sepermainannya yang tidak pernah mengerti jalan pikir dia sejak kecil. Samuel dan Leo hanya tersenyum saja.Tentu saja Samuel sangat tahu apa yang akan di lakukan Christ setelah dia menyodorkan kertas tersebut. Oleh sebab itu dia mempersiapkan segalanya sebelum datang kemari. Tumpukan obat mulai dia keluarkan. Samuel memisahkan satu persatu obat yang di butuhkan Maira kemudian menyodorkannya lagi pada sang teman. "Nih. Obatnya. Gue udah tau lu mau ngomong kaya gitu makanya sebelum kesini udah gue siapin semuanya. Sekalian lu suruh bini lu cek juga ! Dari tanda dan gejala yang gue liat sih kayaknya bini lu bunting." Sudah hilang derajat Samuel sebagai seorang dokter muda berprestasi jika sudah berhadapan dengan Christ. Karena terlanjur sudah di permalukan. Jadi lebih baik dia sekalian saja mengatakan semuanya seperti layaknya mereka berteman sehari-hari. Christ pun mengambil semua yang di berikan Samuel termasuk Test pack nya juga. "Ini maksudnya Maira harus tes ini juga ? Dia duduk aja lemes gimana harus ngelakuin tes ?" Pletak. Plak. Masa bodoh nantinya samuel akan di marahi atau tidak ? Yang penting saat ini dia sudah berhasil menyalurkan kekesalannya pada Christ. Samuel menyentil keras keningnya, setelah melempar tas pada punggung rekannya. "Ya lu temenin bego ! Kan lu lakinya. Masa gue juga yang harus turun tangan ?" Plak, Plak, Plak. Kali ini Christ yang gantian memukul kepala Samuel. "Lu berani ya sama bini gue. Gue mutasi sampe Afrika baru tau rasa." Ancam Christ yang kali ini Samuel hanya diam saja. Dia tidak bisa membatah sang teman. Christ terlampau mampu mengutusnya ke Afrika jika dia memang menginginkan segalanya. "Oke oke Tenang semuanya ! Biar mommy yang antar Maira kalau memang Christ tidak mau mengantarnya." Pada saat illona mengatakan itu, Christ sudah membawa Maira ke kamar mandi mereka. "Mom juga sama saja. Maira itu istri Christ, Mana boleh dia melakukan segala sesuatunya dengan orang lain." "Ini ngomong-ngomong cara pakenya gimana Sam ? Lo kasih ginian kenapa gak sekalian kasih tahu caranya ?" Samuel langsung ingin menghempaskan seluruh tubuhnya ke dasar bumi. Berhadapan dengan keluarga Christ memang se merepotkan ini. Dia pun mulai mengatakan rincian instruksinya. Tiba-tiba saja pipi Christ sudah merona, dia seperti sudah berfikiran kemana-mana saat Samuel mengatakan instruksinya. "Otak lu jangan kemana-mana ! Gue tau ya modelan otak kaya gitu isinya apa ?" Namun Christ hanya menepiskan tangannya ke atas udara. Christ masuk dan illona langsung berteriak kencang memberi peringatan bagi sang putera. "Jangan aneh-aneh di dalem ! Maira lagi sakit. Kamu ya, bapak sama anak sama aja." Tegur illona sambil melirik sengit ke arah suaminya. Rudolf pun hanya diam. Bagian dia tidak melakukan apa-apa saja illona masih tetap menumpahkan segalanya pada dia. "Dad gak ngelakuin apa-apa loh mom. Dad dari tadi juga diem aja. Kenapa mommy jadi bawa-bawa dad ? Mommy juga mau di tusuk kaya Maira ?" "RUDOLF." illona langsung memekikkan suaranya kencang. Anak dan ayah sama saja. Rasanya dia bisa stress jika terus-terusan berhadapan dengan mereka semua. *** Christ mulai melepaskan satu persatu benang yang menempel di tubuh istrinya. Meskipun dalam kondisi lemas setengah pingsang, Maira tetap bisa merasakan. Dia memegang tangan Christ seolah-olah ingin protes dengan semua tingkah konyol suaminya. "Ini yang harusnya di buka bagian bawah aja ! kenapa semuanya kamu buka ? Kedinginan aku kalo bajunya kamu buka semua. Akh Christ." Malah Christ meremas kedua bongkahan yang langsung berdiri tegang ketika di jamah oleh pemiliknya. "Jangan macem-macem aku lagi sakit. Lepas gak ?" Lirih Maira dengan ekspresi wajah yang sudah lelah luar biasa. Gejolak mual yang ada di perut kini mulai perlahan-lahan bangkit. Akibat Christ yang terlalu lama menahannya di kamar mandi, Maira pun akhirnya memuntahkan kembali isi perutnya. "Sakit. Kamu jangan main-main coba ! Ini aku mual beneran. Kamu kira enak mual-mual kaya gini ?" Sewot Maira. Sambil duduk kembali di atas kloset. Maira membuka sendiri celana miliknya. Dia memasukan sedikit air seni nya ke dalam gelas kemudian sisanya dia keluarkan melalui kloset. "Apa kamu ? Ngapain bengong kaya gitu. Sini cepetan masukin alatnya malah bengong !" Pinta Maira sambil menatap kesal suaminya yang malah duduk berjongkok sambil menatap m***m ke arahnya. Christ menyerahkan alat tersebut. Bukannya di buka dia malah terus memperhatikan milik Maira yang belum di siram air setelah mengeluarkan seni nya. "Itu belum di siram yang. Aku siram ya ?" Tawarnya hendak mendekatkan diri dan membersihkan bagian penting dari Maira. Plak. Kali ini Maira yang melemparkan Bogeman nya di pundak Christ. "Otak m***m. Ini kamu urusin alat ini aja ! Bagian ini biar aku sendiri aja yang bersihin." Ketusnya sambil menyerahkan kedua benda tersebut kembali ke tangan suaminya. Christ masih tidak kehabisan cara. Dia tetap memberikan alasan jika Maira tidak bisa melakukannya karena perempuan itu masih lemas. "Tuh kan. Kamu cari tombol kloset aja susah. Udah sini biar aku aja lah !" Plak, plak. "Sekali lagi kamu maju, Jangan harap malam ini tidur berdua sama aku." Baru setelah jurus pamungkasnya dia keluarkan. Christ langsung seperti kucing tersiram air. Pria itu langsung duduk diam sambil memperhatikan. Perlahan-lahan. Tes pack tersebut pun mulai bekerja dan sebuah garis langsung muncul meskipun belum terlihat jelas hasilnya satu atau dua yang keluar ?. "Garisnya keluar yang. Ya udah kita keluar aja atuh kalo gitu ! Kamu udah beres kan pipisnya ?" Tanya Christ sambil memasang kembali baju istrinya. Kalau untuk bagian ini, tidak ada drama-drama m***m seperti sebelumnya. Christ langsung keluar dan di hadiahi tatapan tajam dari semua orang di dalam kamar. "Masuk toilet aja lama. Ngamar kalian di dalam ?" Sindir illona sambil merebut paksa sebuah tes pack di tangan puteranya. Perlahan-lahan illona mulai meneliti garis apa yang keluar dari benda tersebut. Saat sebuah garis samar-samar terlihat menyusul salah satu garis yang sudah terlebih dahulu keluar. Ibu satu anak itu langsung meloncat dengan bahagia. "Wohooo ... akhirnya setelah sekian lama ? Mommy bakalan punya cucu juga. Selamat ya sayang. Maira istri kamu hamil ternyata. Sudah berapa lama ini Samuel ? Kenapa kami yang keluarganya malah tidak tahu ?" Mendadak rumah yang tadinya sepi pun perlahan menjadi ramai karena Maira hamil anak pertama puteranya. Christ bahagia. Dia memeluk istrinya dengan sayang. Akhirnya setelah penantian dan usaha yang selama ini dia kerjakan, Maira mengandung juga benih hasil kerja keras Christ selama ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD