“Ahhh—tolong lepaskan aku, tuan. Saya ke sini hanya meminta upah jasa supir dadakan. Bukan—” “Aku menginginkanmu!” “Tuaaann…” “Aaaaaa…” Dadanya bergemuruh. Nafasnya naik turun. “Aku akan bertanggung jawab. Jangan menangis. Siapa namamu?” ia menarik napas dengan cepat, seolah ia tengah berada di sebuah laut yang dalam. Ia seolah tenggelam dan kehabiasan napas. “Ya Tuhan…” batinnya. Ia memukul kepalanya pelan, di mana denyutan kepalanya terasa nyeri. Ia menyangkal dengan bayangan seseorang tersebut. Seseorang yang entah kenapa ia tak mengingat sama sekali. “Apa ini maksud dari perkataan pria ibliss itu?” batinya. Kali ini ia sudah lebih tenang, meski otaknya tak berhenti terus mengingat kejadian itu. “Janji,” lirihnya. “Aku harus mencari kemana orang itu?” “Sayang… Hai kau m

