Tetap Bertahan

1167 Words
Zero duduk sambil menatap kendaraan yang berlalu lalang. Entah kenapa ia suka melakukan hal seperti ini. Bahkan ia bisa duduk sampai tengah malam seakan tidak punya kegiatan lain. Padahal pekerjaan tidak pernah sepi menghampiri dirinya. Apalagi perusahaan sedang berkembang dengan sangat baik. Perusahaan yang ia dan teman-temannya bangun bersama-sama. Zero memiliki empat orang teman. Tiga diantaranya sudah menikah dan memiliki anak. Mereka bernama Agam, Lp dan Hiro. Satu teman lagi yaitu Yu sedang berada di luar negeri. Katanya ingin mencari pengalaman dan suasana baru. Meskipun begitu, hubungan mereka berlima sangat baik. Walaupun temannya sudah menikah, mereka tetap meluangkan waktu hanya untuk berkumpul bersama. Apa Zero tidak ingin menikah seperti yang lain? Apalagi umurnya sudah menginjak angkat tiga puluh dua tahun. Kalau boleh jujur, dia pun ingin menikah. Tapi sampai detik ini, ia sangat sulit untuk tertarik pada perempuan. Pernah sekali, Zero tiba-tiba saja tertarik dengan perempuan. Tapi siapa sangka, perempuan itu adalah mantan istri temannya. Lucu bukan? Tentu saja lucu karena ia bisa tertarik pada perempuan yang tidak bisa dilupakan oleh temannya. Kini, temannya dan perempuan yang sempat Zero suka sudah menikah kembali. Rasa tertarik yang Zero rasakan belum dalam. Jadi saat tahu bahwa perempuan itu adalah mantan istri temannya, Zero dengan mudah melepaskan rasa ketertarikan itu. Apakah Zero akan tertarik dengan perempuan lain? Mungkin saja, tapi entah kapan. Kalau dibilang tidak ada yang mau dengan dirinya, maka perkataan itu salah. Karyawannya saja menunjukkan rasa tertarik secara terang-terangan, tapi Zero tidak merespon. Zero tersenyum tipis ketika membayangkan apa yang baru saja terjadi. Ya, dia tidak sengaja mendengar percakapan seseorang. Padahal Zero tidak berniat untuk menguping. Tapi ia tidak sengaja mendengarkan nya. Sepertinya kehidupan perempuan yang masih muda itu begitu berat. Zero dapat melihatnya. Bagaimana ia hanya bisa menangis dalam diam seakan-akan tidak ingin menunjukkan kepada siapa-siapa. Zero pernah ada diposisi itu. Jadi wajar jika hatinya sedikit tergerak untuk membantu. Apalagi Zero aktif menjadi donatur dari beberapa panti asuhan dan anak-anak yatim piatu yang terputus sekolah karena biaya. Zero tidak punya niat buruk, ia hanya ingin menawarkan bantuan. Tapi sepertinya perempuan yang tidak Zero ketahui nama bahkan ia tidak bisa melihat wajahnya secara jelas karena cahaya minim salah paham. Dia menganggap Zero sebagai orang jahat. Sebenarnya tidak bisa disalahkan juga karena tindakan Zero sedikit mencurigakan. Sibuk dengan pikiran sendiri, Zero memilih untuk segera pulang. Ia berjalan menuju mobil yang terparkir cukup jauh. Zero sengaja melakukan itu. Sebelum sampai ke mobil, ia masuk ke minimarket yang tidak jauh dari sana. Zero membeli rokok dan beberapa minuman kaleng. Dibanding teman-teman yang lain sepertinya Zero lebih banyak menghisap rokok. Memang tidak setiap waktu. Ia pun ingin berhenti, tapi sepertinya sangat sulit. Apalagi saat muda, Zero termasuk pecandu berat. Kini sudah jauh lebih mendingan daripada sebelumnya. Zero menempuh perjalanan yang cukup lancar karena tidak menemukan kemacetan. Jelas saja karena sudah malam. Hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang. Di sisi lain, Salsabila memilih untuk pulang menggunakan sepeda yang menjadi fasilitas ibu kota. Tentu saja sepeda itu harus disewa dengan membayar nominal tertentu agar kuncinya terbuka. Pembayaran dengan menscan barcode transaksi. Harganya lumayan murah dibanding naik taksi. Salsabila bisa saja naik bus, tapi sekarang sudah malam dan bus tidak beroperasi lagi. Salsabila mengayuh sepeda dengan sekuat tenaga. Sepanjang perjalanan entah sudah berapa kali ia menguap. Tentu saja Salsabila mengantuk. Apalagi seharian ini ia tidak ada waktu untuk istirahat. Pukul dua belas lewat barulah Salsabila sampai dirumah. Cukup berani, apalagi dia seorang perempuan. Salsabila membuka pintu yang memang tidak terkunci. Ia kira sang Mama sudah tidur. Ternyata tidak, Mamanya menunggu diruang tamu. Mama menyambut kedatangan Salsabila dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Wajar saja, karena hari sudah sangat malam. Bagaimana terjadi hal-hal yang tidak baik? Mama tidak sanggup untuk membayangkannya. "Kok Mama nangis?" tanya Salsabila dengan raut wajah penuh kepanikan. Hal yang paling tidak sanggup ia lihat adalah ketika Mamanya mengeluarkan air mata. "Maaf, Nak. Mama minta maaf." Salsabila terkejut saat Mamanya tiba-tiba mengatakan maaf. Bahkan ia tidak mengerti, harusnya Salsabila yang minta maaf karena pulang larut malam dan membuat Mamanya menunggu dengan penuh kekhawatiran. "Mama nggak boleh minta maaf," ujar Salsabila mencoba untuk tidak ikut menangis. Padahal matanya sudah terasa panas. Mama mengambil tangan Salsabila. Menatapnya dengan penuh luka. Ibu mana yang akan baik-baik saja melihat tangan anaknya tidak baik-baik saja? Tentu saja Mama Salsabila merasa bersalah karena tidak bisa memberikan kehidupan yang baik. "Aku nggak apa-apa, Ma." Salsabila mengerti dan langsung menyembunyikan tangannya ke belakang. Ia bukan tidak mau dipegang oleh tangan lembut sang Mama, tapi Salsabila tidak mau Mamanya sedih dan merasa bersalah dengan menatap tangannya yang penuh dengan warna kemerahan. Mama langsung memeluk Salsabila dan tetap meminta maaf. Akhirnya air mata Salsabila tidak bisa ditahan. Air matanya mengalir. Tidak ada yang bisa disalahkan? Semua sudah menjadi takdir yang harus mereka lewati. Papanya pergi dengan perempuan yang lebih muda dari Mama. Papanya membuat banyak luka untuk Mama dan tentu untuk adik-adiknya. Apalagi adik-adiknya masih SD. Tentu saja mereka butuh peran Papa, tapi apa daya jika Papanya meninggalkan mereka demi seorang perempuan. Rumah yang dulunya penuh kehangatan berubah menjadi rumah yang selalu membuat kesedihan muncul. Bayang-bayang Papa masih sangat terasa dirumah ini. Ingin rasanya Salsabila keluar dari rumah ini, tapi ia tidak punya uang banyak untuk membawa Ibu serta adik-adiknya. "Aku nggak apa-apa, Ma. Bertahan sebentar lagi ya, aku pasti bakal dapetin uang yang banyak." Mama menggeleng seakan tidak ingin anak yang ia besarkan dengan kasih sayang harus berjuang dengan sangat keras. Pada umumnya, anak-anak seumuran Salsabila menghabiskan waktu dengan baik untuk belajar. Tapi Salsabila tidak bisa melakukan itu. Meski Mamanya melarang Salsabila bekerja, tapi ia tidak bisa melakukan itu. "Hidup kita aku berubah, Ma. Aku yakin itu." Salsabila meyakinkan sang Mama agar tidak menyerah dengan hidup. Padahal kalau ditanya apa Salsabila lelah, tentu saja ia lelah. Tapi ia tidak mungkin menyerah dan mengeluhkan kehidupan kepada sang Mama. Mereka harus saling menguatkan agar bisa bertahan. "Maaf, Sayang. Maafin Mama." Salsabila menggeleng. Ia melepas pelukan pada sang Mama. Secepat kilat, Salsabila mengusap air matanya. Dia tersenyum menatap sang Mama yang umurnya sudah tidak muda lagi. Salsabila berusaha menahan diri agar tidak menangis. Tapi kenapa rasanya sangat menyesakkan ketika melihat wajah Mamanya? Tubuh Mama tidak sekuat dulu lagi. Mama bekerja apa saja demi menghidupi Salsabila dan adik-adiknya. Dia adalah perempuan yang luar biasa. Tidak pernah sekalipun Mama mengatakan yang buruk-buruk tentang Papa. Bahkan Mama berhak untuk marah kepada Papa dan selingkuhannya. Tapi Mama tidak melakukan itu. Mama memilih berpisah secara baik-baik. Entah terbuat dari apa hati Mama? Kadang Salsabila ingin marah, kenapa Mama yang baik luar biasa harus berjodoh dengan Papa yang tidak tahu terima kasih itu? Harusnya Papa sadar siapa yang selalu ada. Kalau bukan karena doa-doa Mama, Papa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan yang baik. Dulu saja Papa masih menjadi karyawan biasa yang gajinya sangat kecil. "Ma," lirih Salsabila. "Iya, Nak." "Terima kasih sudah menjadi Mama yang luar biasa." Mama tersenyum sambil air matanya keluar. Kata-kata yang sangat indah bagi orang tua apalagi seorang ibu. Salsabila mengucapkan terima kasih padahal sang Mama tidak bisa memberikan kehidupan seperti orang lain. Tentu saja Mama sangat terharu mendengarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD