Delapan Belas

1436 Words
Celana pendek, jaket untuk melindungi paparan sinar matahari, dan sepatu yang semakin berat dan semakin menganggu karena basah oleh air. Suhu dideteksi menghadirkan suhu sekitar delapan puluh tujuh Fahrenheit pada jam delapan pagi dengan tingkat kelembapan yang tinggi dan langit yang terlihat bersih tak berawan. Sebelum dihajar dengan porsi latihan yang potensial mengancurkan kaki mereka, peregangan lebih awal adalah sesuatu yang wajib untuk dilakukan. Biasanya, setiap pemain sudah terlebih dahulu mandi keringat sebelum masuk ke dalam inti latihan yang sebenarnya. Latihan tahap dua yang termasuk dalam daftar siksaan yang paling ditakuti yaitu latihan di bangku-bangku. Di mana latihan tersebut dilakukan tepat setelah Red Circle Marathon. Setiap pemain telah mengetahui apa artinya itu, apalagi saat Maggie berseru: “Bangku!”, separo anggota tim ingin memutuskan untuk mengundurkan diri. Mengikuti Robert Frank—kapten mereka—para pemain bergerombol membentuk satu baris yang memanjang, kaki mereka mulai terasa getaran yang luar biasa di mana itu yang membuat mereka merasa enggan pergi ke sudut lapangan. Masing-masing dari mereka mulai mencoba melemaskan kaki dengan cara berlari-lari kecil di tempat. Saat barisan mendekati podium tamu, Frank berbelok memasuki gerbang tribun dan mulai menjajaki bangku satu demi satu. Dalam sepuluh baris tanjakan, mereka turun kembali untuk satu putaran lagi. Setelah satu putaran yang menguras tenaga itu, para pemain bertahan—termasuk penjaga gawang—mulai tertinggal dari barisan. Sementara Frank, yang sanggup untuk tetap stabil, sudah berada jauh di depan. Maggie menggeram di sepanjang running track, bersama sebuah kalung peluit yang menjuntai di lehernya, sambil meneriaki mereka yang tertinggal oleh barisan. Menurut Maggie, bunyi paling merdu ialah deru suara dari para pemainnya yang sedang naik-turun di bangku tribun. “Kondisi kalian masih lemah!” katanya dengan suara keras. “Ini adalah gerombolan paling lambat yang perna aku lihat.” Itu adalah kalimat provokatif yang kerap kali berhasil membakar para pemain yang ada di gerombolan tertinggal itu. Maggie benar-benar terkenal melalui cara memprovokasinya itu. Setelah melalui putaran kedua, seorang defender tersungkur ke tanah dan muntah. Sedang para pemain yang tubuhnya agak gemuk, berlari semakin lambat, nyaris seperti lari di tempat. Martin Lawther merupakan murid tahun kedua yang masuk ke dalam anggota tim-khusus tepatnya di bulan Agustus. Berat tubuhnya sekitar tujuh puluh kilogram—di mana hal ini selalu menjadi persoalannya di setiap latihan. Dalam putaran ketiga saat menyusuri bangku tribun, dia tersungkur di antara bangku baris tiga dan empat, dan saat itu juga, dia tak sadarkan diri. Tersungkurnya dia di bangku tribun, entah antara tanjakan kaki dan staminanya sudah tidak sinkron, atau dia hanya terpeleset. Oleh karena hari itu ialah hari Minggu pagi, dan agenda latihan hanya melatih fisik, dua pelatih tim lainnya absen—sesuai arahan dari Maggie. Pun tak ada ambulans di dekat tempat itu. Usai peristiwa jatuhnya, Martin Lawther, para pemain yang lain setelah itu berkisah bagaimana Maggie menangkup kepala Martin di pangkuannya. Sementara mereka menunggu suara sirene yang baru terdengar bunyinya berapa lama kemudian. Karena tidak ada tindakan medis yang segera, Martin Lawther tewas di antara bangku tribun itu, dia sudah tidak bernapas setibanya di rumah sakit. Heat Stroke, sebuah kondisi paling berat pada tubuh akibat cuaca panas karena tubuh tidak dapat mengontrol suhu badan. Denis menceritakan semua kisah itu ketika mereka tengah berjalan menyusuri jalur pemakaman penduduk Lambeth yang berliku. Di salah satu bagian makam yang tampak lebih baru, di lereng bukit yang curam, bebatuan nisannya lebih kecil, barisan tampak lebih rapi. Dia mengangguk ke salah satu nisan itu dan Nicki segera berlutut untuk membacanya. Martin Lawther Scott. Dilahirkan, Lambeth pada tanggal 19 Juli 1977 dan meninggal pada tanggal 20 Agustus 1992. “Dan mereka akan memakamkannya di sebelah sini?” tanya Nicki, sambil telunjuknya mengarah ke salah satu tempat yang masih kosong di samping makam Martin. “Ya, ada isu yang mengatakan seperti itu,” jawab Denis. “Tempat ini sepertinya selalu bagus untuk sebuah isu.” Mereka berjalan beberapa langkah menuju sebuah bangku dari jeruji besi yang ada tepat di bawah sebatang pohon elm yang tinggi menjulang. Mereka berdua duduk di sana dan sepertinya sudah siap untuk membicarakan masa lalu. “Siapa yang berani memecat Maggie?” tanya Nicki. &&& (LANJUTAN, BUKAN PINDAH PLOT)            “Yang meninggal adalah bocah yang salah. Keluarga Lawther mempunyai banyak uang, kau tahu maksudku. Dan pamannya yang bernama Alex Lawther, pada tahun 1989 terpilih menjadi Pengawas Pendidikan. Dia sangat terhormat, dan terkenal melalui kecerdasannya. Dia termasuk salah satu politikus yang halus, dan satu-satunya orang yang dianggap punya otoritas untuk memecat James Maggie. Dan benar, dia memanfaatkan kewenangannya itu. Kota ini, seperti yang mungkin sudah sempat kau tebak, bahwa berita mengenai kematian Maggie ini benar-benar membuat mereka terkejut. Lalu saat rinciannya tersebar, ada yang mengomel tentang Maggie dan metodenya.”            “Beruntung dia tak menghabisi kita semua.”            “Autopsi dilakukan pada hari Senin, yang jelas memeriksa kasus heat stroke itu. Sebelumnya, tak ada sedikit pun kondisi pemicu. Pun tak ada cacat di mana pun, seluruh tubuhnya diperiksa. Bocah yang berusia lima belas tahun, di mana kesehatannya masih cukup sempurna. Dia meninggalkan rumahnya jam setengah delapan pagi di hari Minggu untuk menuju sebuah penyiksaan yang rencana akan berlangsung hingga dua jam, dan setelah itu dia tak pernah kembali pulang. Atas peristiwa itu, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah kota ini, orang-orang mulai bertanya, ‘Mengapa kau memaksa para bocah ini berlari di bawah terik matahari sampai mereka muntah?’” “Bagaimana jawabannya?” “Maggie adalah orang yang sulit dimintai keterangan. Sampai hari ini, dia tak pernah menjawab apapun. Maggie berdiam diri di rumah dan berupaya untuk melalui semua gelombang badai itu. Begitu banyak orang, termasuk bocah-bocah yang bermain untuknya yang pada akhirnya berpikiran, ‘Well, Maggie akhirnya membunuh seorang bocah, kejadian yang dinanti-nantikan.’ Namun tak sedikit pula di antara pemain asuhannya yang berasal dari garis keras mengatakan, ‘Well, bocah itu tak cukup kuat untuk menjadi anggota Red Circle.’ Kota semakin parah, terpecah dengan kubu ini dan itu. Situasi menjadi semakin memburuk.” “Aku suka si Lawther ini,” kata Nicki. “Dia punya kekuatan. Hari senin pada larut malam, dia menghubungi Maggie melalui telepon dan memecatnya saat itu juga. Besoknya, di hari Selasa, semuanya meledak. Benar-benar meledak. Maggie, yang mana kita sudah sama-sama tahu ciri khasnya, dia tak tahan memikirkan kehilangan dengan cara apa pun, jadi dia memanfaatkan teleponnya dan memprovokasi para pendukung setianya.” “Tak ada sesuatu yang perlu disesalkan?” “Tak ada siapa pun yang tahu bagaimana perasaannya, kan? Pemakamannya seperti mimpi buruk, dan sama seperti halnya yang bisa kau perkirakan. Bocah-bocah itu menangis, bahkan ada yang pingsan. Para pemain berduyun-duyun dating dengan mengenakan seragam pertandingan lengkap merah-putih. Pemain musik bermain dengan hikmat sepanjang upacara di pemakaman. Semua orang mengawasi Maggie, yang terlihat begitu sedih.” “James Maggie, aktor yang hebat.” “Ya. Dan semua orang juga tahu itu. Dia baru dipecat kurang dalam dua puluh empat jam sebelumnya, jadi setidaknya pemakaman itu menambahkan drama pedih kepergiannnya. Sungguh pertunjukan yang luar biasa. Dan tidak satu pun dari penduduk kota ini yang melewatkannya begitu saja.” “Jika saja aku datang waktu itu.” “Sedang di mana kau saat itu?” “Saat itu adalah musim panas di tahun 1992, kan? Aku sedang berada di sutu tempat di Barat. Di Wales sepertinya, tepatnya di Chepstow. Tempat yang sangat indah.” “Para pendukung fanatic berupaya untuk mengadakan sebuah pertemuan besar pada hari Rabu di gymnasium sekolah. Namun sayangnya, Lawther menghadang rencana itu dengan mengatakan, ‘Tidak boleh menyelenggarakan apapun di kampus ini.’ Jadi setelah itu mereka pergi ke salah satu lembaga yang diperkirakan mempunyai otoritas untuk memulihkan kembali jabatan Maggue. Lembaga itu adalah COP, Central Organization of Parlement. Beberapa dari mereka ada yang pemarah dan tidak segan-segan untuk mengancam akan menghentikan sumbangan, memboikot pertandingan, memagari kantor Lawther, dan bahkan membuka sekolah baru di mana aku rasa mereka diberikan kebebasan untuk memuja Maggie.” “Apakah Maggie juga datang?” “Tidak. Dia menyuruh Diego. Dugaanku, Maggie punya kenyamanan yang baru. Mendekam di dalam rumahnya bersama teleponnya. Dia sungguh meyakini bahwa dirinya mampu menciptakan tekanan yang luar biasa dan percaya kalau pekerjaannya akan kembali. Tapi Lawther, dia cuma bergeming. Dia menemui para asistennya untuk membicarakan siapa yang akan ditunjuk sebagai pelatih kepala yang baru. Awalnya, mereka menunjuk Zinedine Zadin, tapi dirinya menolak. Lawther memecatnya. Lalu menunjuk Jurgen Klark, tapi dia juga mengatakan tidak. Lawther memecatnya. Penunjukan ketiga untuk Thomas Kelson, tapi Kelson pun juga enggan menjabat sebagai pelatih kepala karena itu bukan target dari kariernya. Atau mungkin sebenarnya dia tak mau mengambil jabatan itu karena dirinya merasa takut tidak akan mampu membawa tim keluar dari masalah.” “Ha ha ha. Semakin lama, aku semakin suka dengan orang ini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD