EX MY BOSS - 2

1041 Words
Sore harinya setelah pulang bekerja, Uli berencana akan pulang ke rumah Kien, berniat untuk membereskan rumah yang sudah berhasil mereka kacaukan selama dua hari ini. Jam kerjanya telah usai sejak setengah jam yang lalu. Beberapa karyawan sudah banyak yang meninggalkan meja kerja masing-masing. Uli segera membereskan barang-barang pribadinya yang berada di atas meja kerja dan memasukan ke dalam tas kerjanya. Tidak lupa mulai mengakses aplikasi ojek online yang sudah menjadi langganannya. Ponsel yang masih berada di genggaman tangan Uli berdering. Mata Uli terbelalak mendapati Rio yang sedang meneleponnya. 'Ada apa Mas Rio meneloponku?' tanya Uli dengan gumaman, sebelum akhirnya dia angkat panggilan telepon tersebut. "Uli belum pulang?" tanya seseorang membuat Uli menggaruk tengkuknya. Uli terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Rio. "Eum ... belum, Mas. Ini aku baru saja order ojek online." "Kamu sering naik ojek?" tanyanya lagi. Uli mengangguk meskipun dia tahu jika lawan bicaranya tak dapat melihat itu. "Iya, Mas." "Pulang bersamaku saja. Ini aku sudah ada di depan kantormu." Uli tergagap. "Apa, Mas? Mas Rio kenapa bisa ada di depan kantorku?" "Sengaja menunggumu." "Apa? Mas Rio, tapi aku sudah terlanjur order ojek online tadi. Maaf, ya. Mungkin lain kali saja." "Batalkan saja ojeknya. Belum sampai juga kan orangnya." "Kasihan drivernya, Mas." "Ya sudah, jika begitu tidak perlu dibatalin. Biar aku saja nanti yang ganti rugi." "Maksudnya, Mas." Uli semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan Rio. "Kamu ikut mobilku. Biar tukang ojeknya aku yang bayar. Sekarang kamu keluar, aku tunggu di depan." "Tapi, Mas ...." Uli belum sempat memprotes karena Rio sudah memutus sambungan teleponnya. Padahal dia ingin mengatakan jika Rio tak perlu mengganti uang untuk driver ojol, karena Uli selalu memakai dompet digital untuk pembayaran semua aplikasi online-nya. Kien sudah mengisi saldo yang lumayan fantastis menurut Uli. Uli menatap ponselnya dengan hati bertanya-tanya. Apa gerangan yang akan dilakukan Rio kepadanya. Kenapa lelaki itu terkesan mendekatinya. Padahal Rio tahu jika dia sudah menikah. Hingga sampai di lobi Uli masih bingung harus bagaimana. Dia sudah terang-terangan menolak tapi Rio dengan santai telah menunggu di depan. Suasana kantor tampak sepi karena sebagian besar karyawan sudah pulang. Dengan terpaksa Uli berjalan gontai keluar lobi menuju pos security. Dan benar saja, Uli melihat mobil Rio yang sudah terparkir di depan gerbang kantornya. Lelaki itu keluar dari dalam mobil, lalu melambaikan tangan padanya. Uli merutuki dirinya sendiri kenapa dia harus di posisi seperti ini. Ikut mobil Rio bukanlah pilihan yang tepat, mengingat statusnya adalah istri orang. Apalagi suaminya sedang berada jauh darinya. Tak baik juga jika Uli harus berdua dengan lelaki lain. Tapi kembali lagi, Rio ini juga bukanlah orang lain. Selama ini Uli sudah menganggap Rio juga Florina seperti saudaranya sendiri. Karena mereka berdualah yang telah banyak membantunya selama ini. Oke, Uli memutuskan untuk ikut di mobil Rio kali ini. Dengan mengesampingkan pernyataan yang pernah terlontar dari mulut Florina, bahwa Rio menyukainya. Uli merasa sedikit tak nyaman dengan pernyataan itu. "Rumahmu di mana? Atau kamu masih di tempat kosmu yang dulu?" tanya Rio memecah keheningan di antara mereka. Uli terdiam bingung harus menjawab apa. Jika dia memberitahu alamat rumah yang ia tinggali bersama Kien, rasanya juga tak mungkin. Bukannya Uli tak ingin memberitahu alamat rumahnya, hanya saja untuk membagi alamat rumah Kien, setidaknya Uli harus meminta persetujuan suaminya dulu. "Eum ... turunkan di Hypermart saja, Mas," jawab Uli. "Kamu mau ngapain turun di sana?" "Itu Mas, ada yang mau aku beli." "Ya sudah, aku temani sekalian." Uli refleks menoleh, menatap Rio tak percaya. Padahal niat Uli agar Rio tak mengikutinya sampai rumah. "Eum ... tidak perlu, Mas. Aku tidak mau merepotkan Mas Rio." "Aku tidak merasa direpotkan sama sekali. Lagipula aku juga tidak ada kerjaan setelah ini." Jika sudah begini Uli tak mungkin berdebat lagi. Tidak ada cara lagi untuk menghindari Rio kali ini. **** Berakhir makan di salah satu resto cepat saji, Rio melahap makanannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah Uli. "Uli!" panggilan Rio membuat Uli mendongak. "Iya, Mas." "Boleh aku tanya sesuatu." "Apa itu, Mas." "Benarkah kamu akan mengikuti suamimu untuk pindah?" Uli menghentikan suapannya. Menatap Rio ragu. "Mas Rio tahu?" "Ya, Flo yang kasih aku info." Uli menghela napas dalam lalu menjawab, "Iya, Mas. Aku akan ikut ke mana pun suamiku berada." Rio manggut-manggut mendengar jawaban Uli. Sementara Uli, dia lebih memilih menunduk menekuri kembali makanannya. "Apa ... Florina juga sudah memberitahumu, jika sebenarnya aku sudah lama menyukaimu." Uli yang baru saja kembali menyuap makanan ke dalam mulutnya, langsung tersedak demi mendengar penuturan Rio barusan. Hanya tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala. Tak mau membahas hal sensitif seperti ini. Daripada Rio bertanya yang macam-macam, Uli memilih pamit pergi ke toilet. Meninggalkan Rio seorang diri. *** Uli bisa bernapas lega karena akhirnya bisa terlepas dari lelaki tampan berkulit putih itu. Siapa lagi jika bukan Rio, kakak lelaki Florina. Biarkan saja jika Rio masih menunggunya di resto tempatnya makan tadi. Sungguh Uli tidak menyangka jika pada akhirnya dia memutuskan untuk lari dengan cara sembunyi-sembunyi seperti ini. Semua karena Uli tidak ingin Rio terus mengikutinya. Uli segera menghadang taxi begitu dia sampai di jalan depan. Urusan dengan Rio biarkan saja dipikir belakangan. Jikalau pun Rio akan marah padanya, biarlah, nanti Uli akan menjelaskan semuanya. Sesaat setelah Uli berhasil masuk ke dalam taxi dan duduk di kursi penumpang, Uli menghela napas dalam menetralkan jantung yang masih berdegub kencang. Teringat bagaimana tadi setelah dirinya tersedak makanan karena ucapan Rio, Uli segera meminta izin pergi ke toilet. Dan di saat itulah pikiran konyolnya muncul. Dengan mengendap-endap Uli keluar dari resto cepat saji meninggalkan Rio yang masih makan seorang diri. Tak sampai satu jam lamanya, taxi yang ia tumpang memasuki kawasan sebuah perumahan elit tempat di mana Uli tinggal setelah menikah dengan Kien. Membayar ongkos taxi dan segera keluar dari dalamnya. Masuk ke dalam rumah, kesepian lah yang menyambutnya. Biasa berdua bersama Kien, sekarang Uli hanya seorang diri. Uli memutuskan membersihkan rumah terlebih dahulu sebelum pergi mandi. Sebenarnya Kien sudah melarangnya untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Selama ini Kien hanya tinggal seorang diri di rumah ini. Untuk urusan kebersihan, lelaki itu sudah ada langganan jasa cleaning service yang akan membersihkan rumah ini setiap dua hari sekali. Sementara untuk urusan mencuci dan menyetrika, ada jasa laundry yang ada di perumahan ini juga sudah menjadi langganan Kien. Sementara urusan makan, Kien lebih sering memasak sendiri atau terkadang delivery order.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD