3. Mas atau Pakde

1870 Words
Sambil menunggu Asri yang sepertinya tengah mandi di dalam kamar mandinya, Rusma memilih mengecek ponselnya. Pria itu berdecak sebal ketika mendapat pesan aneh dari sahabatnya yang menanyakan malam pertamanya bersama Asri, mengapa dia kepo sekali? Lagipula malam pertama apaan? Mereka sama-sama tertidur karena kelelahan. Rusma juga tak berselera mengajak Asri menunaikan kewajibannya, tubuh Asri itu begitu kecil atau bahkan cenderung kerempeng. Sama sekali tidak ada indah-indahnya yang membuatnya berselera dengan tubuh Asri, anak kecil seperti dia memangnya tahu apa? Jangankan menunaikan kewajiban, kata belah duren saja gadis itu mengira kalau mereka akan makan duren. Tepuk dahi Rusma saat ini memiliki istri yang begitu polos atau mungkin cenderung bodoh. Rusma memilih mengabaikan pesan dari sahabatnya itu, hingga ia mendapatkan pesan lagi dari sang sahabat karena pesannya dibaca tetapi tak dibalas oleh Rusma. Karena kesal, Rusma akhirnya membalas. 'Kalo lo mau tau, nikah sama! Gak usah kepo sama pernikahan gue!' Balasan yang begitu pedas sehingga sahabatnya itu tak lagi berani mengirimi pesan pada Rusma. Biar saja, Rusma saat ini sedang kesal, biar saja ia mau melampiaskan kekesalannya pada siapa. Ia masih tak terima kalau ia sudah menikah dengan Asri, Asri si polos, si bodoh, gadis kampung yang baru satu hari menikah dengannya saja sudah membuatnya sakit kepala. "Tuh orang lama banget sih mandinya?" gerutu Rusma karena Asri tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Asri! Kamu udah selesai mandinya belum!?" teriak Rusma. Tak ada jawaban. Hal itu membuat Rusma langsung berdiri, ia menuju kamar mandi kemudian mengetuk pintunya dengan kesal. Hingga nampaklah sesosok wanita berbaju putih dengan rambut basah yang menutupi seluruh wajahnya. "Hantu!" teriak Rusma terperanjat, ia langsung lari terbirit-b***t menuju ranjang kemudian menutupi seluruh tubuh besarnya dengan selimut. Sedangkan wanita berambut panjang yang Rusma kira hantu itu, menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya. Ia menatap ke arah ranjang di mana Rusma yang tengah bersembunyi itu dengan bingung sekaligus heran. Mengapa suaminya sering menyebutnya hantu? ini sudah kedua kalinya ia disebut sebagai hantu dan bahkan di hari yang sama. Setakut itukah Rusma pada hantu? Tiba-tiba saja Asri terkekeh pelan, tak menyangka kalau suaminya yang bertubuh besar itu takut pada makhluk bernama hantu. "Hihihihi ...." Asri tertawa lucu, Rusma yang mendengar tawa itu malah semakin gemetaran. Mengapa ada hantu sih di pagi hari ini? Apa memang benar seperti yang sering Rusma tonton filmnya? Banyak kamar hotel yang dihuni oleh hantu karena banyak kejadian bunuh diri. Rusma merinding, aneh memang. Dirinya takut dengan makhluk halus itu, tetapi terkadang suka nekat menonton film horor sampai selesai hingga meninggalkan jejak bayangan si hantu. Asri mendekat, ia akan memanggil suaminya. "Jangan hantu!" teriak Rusma ketika ia merasakan sentuhan di punggungnya. BRUKKKK "A-aduh ...." Asri meringis ketika Rusma mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke lantai, punggung serta pantatnya kini sakit lagi. Bahkan tambah sakit. "Hiks ... sakit ... hiks ... P-pakde jahat!" Asri menangis, ia tak kuasa menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya karena ulah Rusma. Asri merasa kesal, beberapa menit yang lalu ia sudah didorong hingga jatuh ke lantai. Sekarang ini, lebih parah lagi. Rasa-rasanya tulangnya mau remuk, untung bukan kepalannya yang membentur lantai. Namun, tetap saja, sakitnya tak bisa tertahan lagi hingga akhirnya dia menangis. Sedangkan Rusma yang mendengar tangisan itu langsung membuang selimut yang menutupi tubuhnya, ia meringis ketika melihat Asri menangis sambil terduduk di dinginnya lantai hotel. Lagi dan lagi ia salah sangka, si hantu itu ternyata Asri. Dan kini gadis itu menangis karena ulahnya, Rusma menggaruk belakang kepalanya. "K-kamu enggak apa-apa?" Dengan tidak berdosanya Rusma bertanya seperti itu padahal sudah jelas-jelas Asti kenapa-kenapa dan itu karena ulahnya. "Huwaaa ... Pakde jahat! Badan Asri sakit semua ... hiks!" Rusma meringis mendengar teriakan dan tangisan Asri. "J-jangan nangis, aku enggak sengaja." Rusma membungkuk, ia melihat Asri yang masih terduduk. "Mana yang sakit?" tanya Rusma. "Punggung sama p****t Asri sakit," jawab Asri masih sesenggukan. Rusma menghela napas, ia kembali menegakkan tubuhnya. Oke, ia yang salah maka ia yang harus bertanggung jawab. Tanpa aba-aba, Rusma membopong tubuh Asri dan membaringkannya di atas ranjang. "Kamu udah mandi 'kan?" tanya Rusma yang dibalas gelengan kepala oleh Asri. "Belum!? Terus kamu ngapain aja di dalam kamar mandi?" tanya Rusma lagi. "A-Asri tadi mau mandi, tapi Asri ndak tau ternyata di dalem kamar mandi ada pancuran airnya. Tadi Asri asal pencet tombol apa itu, ndak taunya tiba-tiba aja airnya jatuh terus rambut sama baju Asri basah semua. Asri mau sekalian mandi, mau pakai sabun tapi di sana ndak ada sabun. Adanya sunlit sama papilemon yang buat nyuci piring itu terus sama odol juga, ndak mungkin 'kan kalau Asri sabunan pake itu." Asri menjelaskan sambil menundukkan wajahnya, ia kini sudah berhenti menangis. Rusma yang mendengar penjelasan Asri mengernyitkan dahinya, sudahlah bahasanya campur-campur dengan gaya medoknya. Rusma juga agak sedikit tidak paham dengan penjelasan Asri, air pancuran itu maksudnya shower 'kan? Sunlit dan papilemon? Masa iya di dalam kamar mandi hotel ada sabun cuci piring? Mana mungkin! Semua makanan resto hotel yang sediakan, tidak mungkin mereka menyuruh pelanggan mencuci bekas makan mereka sendiri 'kan? Apalagi ini restoran mahal. "Sebentar, kamu tunggu sini! Jangan ke mana-mana!" Asri mengangguk lugu, ia membiarkan Rusma memasuki kamar mandi. "Ini yang katanya untuk cuci piring!?" tanya Rusma tak percaya ketika melihat dua benda yang kini tengah ia lihat dengan seksama. "Demi apapun itu sabun mandi cair astagaaaaaaa! Cewek macam apa sih yang gue nikahin ini? Katroknya kebangetan!" pekik Rusma merasa frustasi, ia bahkan mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan. "Gue butuh mendinginkan kepala!" BRUKKK Rusma menutup pintu kamar mandi cukup kencang hingga membuat Asri terperanjat, tetapi gadis itu hanya diam saja. Ia hanya berbaring sambil menatap langit-langit kamar, punggungnya masih agak sakit. Setelah selesai mandi sekaligus mendinginkan kepalanya, Rusma kembali keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang jauh lebih segar. Laki-laki itu memakai jubah mandi dengan handuk yang tengah ia pegang. Ia menatap Asri yang masih berada di atas ranjang. 'Nurut juga dia ternyata,' batin Rusma. "Asri, bangun." Rusma menepuk pipi Asri pelan hingga membuat gadis itu membuka kedua matanya. "Yang di dalam kamar mandi tadi itu sabun mandi cair, fungsinya buat membersihkan tubuh bukan buat nyuci piring. Sana kamu mandi," titah Rusma. "Beneran bisa buat mandi, Pakde? Asri pikir buat cuci piring, soalnya di kampung Asri ndak ada sabun mandi yang kayak gitu hehehe ...." Rusma hanya diam saja, laki-laki itu memilih mengusap rambutnya dengan handuk. Asri akan turun dari ranjang, tetapi ia langsung meringis ketika lagi dan lagi punggungnya terasa sangat sakit. Rusma yang melihat itu menghela napas, mengapa ia bisa lupa kalau Asri begitu karena ulahnya? "Eh? Pakde mau apa?" tanya Asri secara refleks mengalungkan tangannya di leher Rusma ketika pria dewasa itu menggendongnya. "Nganterin kamu ke kamar mandi, sebagai seorang pria aku harus bertanggung jawab karena sudah membuatmu terluka seperti ini." "A-Asri bisa sendiri kok Pakde, enggak usah dianterin Pakde, Asri bisa." Asri berusaha turun, tetapi Rusma mendelik kesal. Seakan mengkode agar Asri tetap diam. Asri kicep, ia takut juga melihat wajah menyeramkan Rusma. Gadis itu pun akhirnya diam hingga Rusma mengantarkannya ke dalam kamar mandi. Asri memperhatikan Rusma yang mengisi sebuah tempat yang mirip seperti bak itu dengan air hangat, kemudian tanpa Asri duga Rusma memasukkan tubuhnya ke dalam bak air hangat itu. "Arrhh!" Asri berteriak karena kaget. "Udah, sana mandi. Atau kamu perlu dimandikan juga?" tanya Rusma yang dibalas gelengan oleh Asri. "A-Asri bisa mandi sendiri, Pakde sekarang bisa keluar." Akhirnya Rusma keluar, ia membiarkan Asri mandi sendirian di dalam kamar mandi. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Riska dan Asri keluar dari kamar inap mereka. Rusma memapah Asri karena jalannya yang agak kesusahan, Rusma juga tidak mau menggendong Asri di depan banyak orang. Mau ditaruh di mana wajahnya ini? Sebenarnya bisa saja mereka makan di dalam kamar, tetapi Mama Nana sudah mewanti-wanti agar Rusma dan Asri mau makan di restoran hotel sekaligus sarapan bersama. Sepertinya orang yang paling terlambat datang adalah mereka, jelas saja kalian tahu apa penyebabnya. "Akhirnya, pasangan pengantin baru udah dateng," ucap Mama Nana setengah menggoda putranya. "Nak Asri kenapa harus kamu papah gitu?" tanya Mama Nana ketika melihat Asri yang sepertinya kesusahan berjalan, tiba-tiba saja Mama Nana tersenyum. Rusma paham arti senyuman itu, sungguh ini salah paham! Mereka sama sekali tidak melakukan apa-apa dan kini semua orang seakan menuduh mereka kalau mereka habis melakukan sesuatu. Rusma mendelik ketika pandangan semua orang mengarah pada rambut basah Asri, Rusma tidak dapat lagi menyembunyikan rasa malunya ketika kini ia sudah menjadi bahan olok-olokan oleh anggota keluarganya. "K-kalian jangan salah paham, kaki dia sakit makanya Rusma papah ke sini," ucap Rusma menjelaskan. "Enggak usah malu-malu gitu, Mama sama semua orang juga paham. Kalian 'kan pengantin baru, wajar kalo tubuh Asri agak enggak enak terus rambut kalian yang basah," ucap Mama Nana yang seakan memperjelas semuanya. "Eh, ayo-ayo kalian silakan duduk. Pasti udah laper 'kan? Semalam abis bikinin cucu buat Mama soalnya." Rusma hampir saja terjatuh ketika mendengar kata-kata mamanya. Sungguh ia sekarang tidak punya muka lagi di depan orang-orang yang kini tersenyum geli. "Selamat pagi, kakak ipar!" sapa seorang pria yang usianya di bawah Rusma beberapa tahun, dia Nino–adik kandung Rusma. "Pagi juga, Mas Nino." Asri membalas dengan sopan. "Nduk, siapin itu piring buat suamimu," ucap Ibu Yanie pada putrinya. "Nggeh, Bu." "Pakde mau makan apa?" Seketika semua orang langsung menoleh ke arah Asri dan Rusma ketika gadis itu memanggil Rusma dengan sebutan pakde. Dapat Rusma dengar kalau Nino yang duduk di sebelahnya tengah menahan tawa, Rusma mendelik ke arah adiknya yang dengan kurang ajarnya itu menertawakannya. "K-kamu panggil suamimu pakde, Asri?" tanya Mama Nana ragu. "Iya, Bu. Emang ada yang salah, ya? Soalnya Asri bingung mau manggil pakde dengan sebutan apa, maunya manggil mas tapi pakde 'kan udah tua. Udah ndak cocok dipanggil mas lagi." Rahang Rusma hampir terlepas mendengar penjelasan gadis lugu bernama Asri itu, sepertinya gadis itu memang benar-benar harus dihukum. "Nino juga udah tua kenapa kamu bisa manggil dia mas sedangkan aku enggak?" tanya Rusma kesal pada Asri, matanya bahkan melotot. Istri kecilnya ini benar-benar sudah menghinanya di hadapan semua orang yang kini tengah menahan tawanya. 'Awas kamu Asri,' batin Rusma menatap tajam Asri. "Rusma, sudah," tegur Mama Nana pada putranya. "Enggak bisa gitu doang, Ma! Dia ini gadis kampung tapi enggak sopan! Ada ya gadis seperti dia yang manggil suaminya sendiri dengan sebutan pakde? Sedangkan manggil adik iparnya sendiri dengan sebutan mas?" tanya Rusma menatap Asri sinis. "Kalo gitu kenapa Mama enggak jodohin dia sama Nino aja? Setidaknya usia dia sama Nino enggak terlalu jauh? Kenapa harus sama Rusma? Rusma enggak cocok sama dia! Rusma menyesal menikahi dia!" "Rusma!" teriak Mama Nana murka, wanita paruh baya itu berdiri. Rusma hanya menatap mamanya sekilas kemudian pergi dari hadapan semua orang dengan perasaan kesalnya. Awas saja gadis kampung tidak tahu diri itu! Akan ia beri pelajaran. Sudah ia tolong tadi pagi, tetapi tidak tahu berterima kasih! Benar-benar menjengkelkan, ya Rusma memang benar-benar menyesal menikahi Asri. "Maafin putra saya ya semuanya? Maafin Rusma ya, Nak Asri? Jangan diambil hati, ayo lanjut makan lagi aja semuanya," ucap Mama Nana pada semua orang. Asri menunduk, ia memilin ujung baju yang ia kenakan. Mendadak ia merasa bersalah karena sudah membuat suaminya marah. *** Ayo ramaikan komen kalian biar bisa update cepet lagi, biar author semangat Btw mohon maaf kalo tiba-tiba ada bab yang kekunci ya, selagi free makanya ayo ramaikan. Semoga kalo tiba-tiba kegembok masih byk yg semangat buat baca ❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD